Begini Rasanya Mati..


Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #03)

Sementara itu …..

Dalam jatuhnya ke lubang yang dalam seakan tak berujung itu, si pemuda telah jatuh pingsan. Tubuhnya melayang bagai batu meluncur deras menembus udara yang ternyata…semakin ke dalam semakin berat dan padat. Beruntunglah dia! Tertahan oleh padatnya udara itu, tubuh pemuda itu melayang turun dengan lembut hingga menyentuh dasar lubang. Ia masih pingsan untuk beberapa waktu.

Saat ia siuman, pelan-pelan ia membuka matanya. Namun semuanya gelap gulita. Ia lalu mengucak-ucak kedua matanya, mencoba melihat dengan lebih jernih, tetapi sia-sia. Semuanya tetap gelap. Tak ada sesuatupun yang dapat dilihatnya, meski samar sekalipun.

“Dimanakah aku? Butakah aku?.." bisiknya kepada dirinya sendiri.
"Mungkin aku sudah mati? Oooo, Jadi begini rupanya keadaan setelah mati.." gummamnya.
"Tapi kenapa aku mati,.?”

Ia mencubit tangannya, "Sakit kok!". Lalu ditempeleng-tempeleng pipinya sendiri, "Piuh! Sakit juga!". "Jadi, aku masih hidup dong!" bisiknya lagi.

Tangannya lalu meraba kesana kemari dan menemukan ranselnya masih melekat di punggungnya. Pelan-pelan kesadarannya mulai terkumpul kembali.

“Kenapa aku bisa sampai di tempat ini??” ia bertanya-tanya dalam hati.

Pelan-pelan ia mulai ingat hal terakhir sebelum ia pingsan, saat ia terperosok lalu jatuh ke dalam lubang yang dalam itu. Sebelum jatuh ke lubang ia berlari mencari tempat berteduh.
"Tetapi apakah gerangan yang membuat suasana begitu anehnya sebelum badai menerjang. Kenapa tiba-tiba cuaca berubah drastis menjadi gelap dan hujan mengguyur deras padahal tadi tidak ada awan sama sekali...?"

“Sedang apakah aku saat itu?” pikirnya.

Semuanya masih belum jelas benar dalam ingatannya. Otaknya masih terasa berat untuk bekerja kembali.

Ia lalu membetulkan letak tubuhnya yang masih terbaring agar lebih nyaman, lalu meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sebagai pengganjal, sambil terus berupaya mengingat segala sesuatu yang menimpanya. Berangsur ingatannya mulai tertata.

Tadi pagi, selepas bangun ia didatangi kekasihnya dan memintanya segera pergi melarikan diri. Jiwanya sangat terancam bila tak segera pergi menghilangkan diri.

Pagi itu sebenarnya udara sungguh terasa segar. Langit yang cerah menyapa dunia dengan senyumnya melalui mentari yang bersinar hangat. Warna kuning keemasan menghiasi bukit di ufuk barat memantulkan panorama indah yang menghampari sawah dan ladang di latar depan. Burung-burung pun tak malu beryanyi, bersahutan menyampaikan salam mereka kepada penghuni bumi. Namun, suasana itu tidak kuasa menolong kegundahan dan kepedihan hatinya. Di halaman depan rumahnya yang mungil itu, sesekali ia merapikan ikatan  ransel yang diletakkan di bagian belakang motornya. Andaikata ada orang yang melihat, tentu mereka bisa melihat kegelisahan hatinya, yang berulang kali berjalan masuk ke dalam rumah, lalu keluar lagi seakan ada sesuatu yang masih tertinggal. Seperti ayam dimakan tungau ia bergerak kesana kemari sambil menggaruk-garuk kepala dan menggeleng-geleng seakan tak percaya dengan apa yang dialaminya. Kadang ia memamandangi hamparan sawah dan gunung itu, namun bukan keindahan yang menyusup ke dalam hatinya.

“Berat rasanya meninggalkan tempat ini. Teman-teman, kenalan, dan penghuni disini telah menjadi bagian hidupku semenjak kecil. Tapi semua itu harus kutinggalkan. Aku sudah tidak tahan lagi!” demikian pikirannya menerawang.

Semua ini demi keselamatan jiwanya yang terancam oleh perbuatan atasannya di tempat ia bekerja. 

Ia mengenang:
Seminggu yang lalu ia dihadang segerombolan orang saat pulang kerja, selepas kerja lembur. Pada saat itu ia sedang mengendarai motornya melaju menembus jalanan kota yang mulai agak berkurang kepadatannya. Memang ia telah dengan sengaja mengambil jalan yang cukup ramai meskipun lebih jauh jarak tempuh menuju rumahnya. Tetapi karena saat itu sudah agak larut malam, suasana jalan sudah mulai sepi. Sebelumnya ia telah diingatkan oleh Jira, teman baiknya, agar hati-hati sepulang lembur karena ada usaha untuk mencelakakan dirinya.

“Hati-hati kawan, lemburmu ini seperti menatang minyak penuh," kata Jira.
"Wah, pakai peribahasa segala. Apa tuh artinya?"
"Ya, kamu harus hati-hati. Salah sedikit kamu bisa celaka, tau!"
"Sepertinya lemburmu ini hanya akal-akalan saja,” lanjut Jira.
“Kenapa begitu? Memang sudah tugasku menyelesaikan masalah administrasi yang kacau ini.” jawabnya.
“Iya memang sih tugasmu, tetapi kekacauan itu sengaja dibuat supaya kamu kena lembur. Aku tahu karena data yang dimasukkan berkali-kali dibuat salah. Pertama karena jumlahnya tidak cocok, lalu diubah. Berikutnya ada koreksi muatan yang masuk. Dan banyak lagi. Saat itu aku tidak sengaja melewati seorang pesuruh yang menggerutu karena ia harus bolak-balik mengangkut barang yang sama karena perintahnya diubah-ubah. Kesalahan yang tidak semestinya ini sungguh mengundang kecurigaaku. Kan, sudah biasa mereka lakukan itu dengan rapi, masak sekarang kacau?”
“Aha, kamu terlalu berprasangka. Tetapi terimakasih atas peringatan itu,” katanya.
“Aku tidak yakin memang, tetapi ada baiknya kamu berhati-hati,” kata Jira.

Bagaimanapun juga peringatan Jira membuatnya was-was dan tampaknya beralasan jika dikaitkan dengan kejadian-kejadian sebelumnya.

Untung saat akan dicegat oleh segerombolan orang tak dikenal itu, melintas mobil patroli polisi. Dengan segera ia menjatuhkan dirinya dari motor seakan mengalami kecelakaan. Melihatnya jatuh, mobil polisi pun berhenti dan dua orang polisi datang menghampirinya. Dengan begitu sudah cukup membuat para penghadangnya mengurungkan niat jahat mereka.

Anehnya, saat para polisi itu tahu ia tidak menderita luka yang serius, mereka bukannya menolong tetapi berusaha memerasnya.

“Saudara bisa naik motor tidak?! Coba lihat SIM-nya!”
“Ini pak,” jawabnya sambil menyodorkan Surat Ijin Mengemudi atas namanya.

Salah seorang polisi menelitinya dengan cermat. Ia membolak balik SIM itu,  terlihat dengan jelas sengaja mencari sesuatu yang salah di kartu itu. Tetapi tidak ada yang salah disitu. Seakan mencari jejak di air, sia-sia usahanya mencari sesuatu untuk dijadikan alasan kesalahan.
Menyadari hal itu kawan polisi itu justru segera mencecarnya.

“Saudara telah mengendarai motor ini secara sembrono, dan  membahayakan pengguna jalan yang lain. Saudara akan kami tilang!” katanya tegas.
“Tunggu dulu pak. Tadi saya dicegat para preman yang mau merampok, pak...”
“Saudara jangan bohong. Kami tidak melihat siapa-siapa disini!” kata seorang dari polisi itu sambil mengeluarkan buku tilang dan bolpen dari saku bajunya.

Tampaknya para polisi itu memang mencari alasan untuk menilangnya atau memojokkannya sedemikian rupa dan buntutnya seperti biasa,  akan diselesaikan dengan uang damai. Ketika sedang berpikir demikian itu, tampak beberapa orang berjalan menuju mereka dari arah ia datang. Melihat ada orang lain yang menuju ke arahnya, timbul keberaniannya untuk menyangkal tuduhan para polisi itu.  Matanya segera tertumbuk pada sebuah lubang di jalan yang memang tidak semuanya mulus itu.

“Betul, Pak! Saya tidak bohong! Saya melihat mereka akan mencegat saya. Karena kaget saya tidak bisa menghindari lubang di jalan itu sehingga saya jatuh. Kalau bapak mau menilang, tilang saja Dinas Pekerjaan Umum yang tidak becus membuat jalan,,,” kilahnya sambil balas menyerang.

Melihat para pejalan kaki itu semakin mendekat dan tampaknya calon korbannya keras kepala, kedua polisi itu mengurungkan niatnya dan berjanjak pergi sambil meninggalkan nasihat khas mereka dengan senyum yang kecut.

“Ya sudah. Lain kali harus hati-hati kalau berkendaraan,” nasihatnya.
Kedua polisi itu lalu menuju kendaraan patrolinya dan segera berlalu.

“Dasar aparat bermental korup! Bukannya melindungi dan melayani rakyat, malah berusaha memeras. Dasar Pagar makan tanaman! Gimana Negara mau maju,..?” gerutunya sambil menegakkan motornya dan segera pula tancap gas menuju ke rumahnya.

Apa yang akan menimpanya kemudian?

2 komentar:

  1. Om keren...pengemasan yang menarik, karakter tulisan yang kuat dan kritik serta sindiran yang tersampaikan dengan "mulus"...Great Concept Om !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maturnuwun kang Seta. Semoga tetep setia ngasih masukannya. nuhun pisan euy.

      Hapus

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA