Cinta Yang Terhempas Keras


Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #11)

Pak Gadar memutuskan untuk berterus terang!
“Begini nak, semua dana yang dikumpulkan melalui cara-cara seperti itu ayah ketahui. Bukan hanya yang berasal dari kantor kamu saja tetapi dari semua kantor yang ditunjuk untuk melakukan itu. Semua itu atas perintah partai yang berkuasa untuk mendanai dan menjaga kekuatan partai. Jadi kamu harus mengerti bahwa ada kekuatan besar yang mengendalikan semua itu. Jika ada yang mencoba-coba mengganggu jalannya kegiatan itu ia akan dilenyapkan!” tegas pak Gadar.
“Lalu, kenapa  hanya motor Andragi yang diledakkan?” tanya Nina.
“Itulah yang ayah lakukan. Ayah melindungi anak itu agar kamu tidak sedih. Kalau bukan karena kamu, dia tentu sudah menjadi mayat saat ini. Ayah mencoba mengulur waktu, memberi kesempatan kamu menjauh dari Andragi sehingga tidak turut menjadi korban!”
“Biar bagaimanapun Nina akan setia menemani Andragi. Nina rela mati bersamanya. Nina tidak takut!!” sergah gadis itu.
“Baiklah. Tetapi coba perhitungkan seperti ini,.." kata ayahnya mencoba bersabar.
"Jika kamu tidak memutuskan hubunganmu dengannya maka ia akan segera dibunuh langsung, artinya dibunuh secara terang-terangan dimana saja ia ditemui. Dan kalau kamu menemaninya, kamu pun akan ikut dibunuh. Bahkan meskipun pada saat itu kamu tidak bersamanya, tetapi karena kamu pacarnya, mereka pasti akan membunuhmu juga setelah pacarmu dihabisi. Setelah itu kami pun akan dibunuh juga karena kami orang tuamu sehingga dinilai ikut terlibat. Seekor kerbau berkubang semua kena lulutnya, satu orang berbuat semua kena akibatnya," kata pak Gadar.

"Bagaimanapun, kamu kan anak kami. Camkan baik-baik! Tak ada yang bisa menahan keganasan mesin partai itu kalau seseorang sudah dinyatakan bersalah!” jelas pak Gadar.
“Kok ayah tahu kalau dia akan dibunuh langsung, padahal kan cuma motornya...!”
“Baiklah, akan ayah buka semuanya biar kamu memahaminya dengan jelas!”

Dengan hati-hati tetapi lancar, pak Gadar menceriterakan posisi dan fungsinya di dalam jaringan partai yang berkuasa. Dialah yang bertugas mengamankan semua uang haram itu untuk kepentingan 'bangsa dan negara'. Dan semua pimpinan institusi yang selama ini melakukan hal itu adalah orang-orang binaannya, termasuk pak Duma yang menjadi boss Nina.  Karena itu pak Gadar memiliki pengaruh yang kuat dan luas dikalangan lembaga-lembaga negara, tak terkecuali lembaga hukum maupun ketentaraan. 

Ulah Andragi membongkar kasus pembelian fiktif itu otomatis menjadi tanggung jawabnya dan jika ini terungkap keluar, pak Gadar pula yang harus menerima akibatnya. Apalagi Andragi itu pacar anaknya, maka akan diartikan pula kalau dia sudah membocorkannya kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tidak biduk karam sebelah. Singkatnya ia akan dinilai sudah tidak loyal, bahkan ditengarai akan berkhianat. Hukumannya sudah pasti: Mati!
        
Karena itu ia lalu berusaha agar masalah ini tidak bocor keluar. Makanya, setelah mendapat kabar dari pak Duma ia lalu mengontak berbagai institusi diantaranya SEAP atau  Satuan Elit Anti Perusuh, kementerian informasi & propaganda, kementerian hukum, kepolisian dan lain-lainnya dan meminta agar mereka membungkam semua usaha  yang dapat membuat masalah itu terdengar oleh pers terutama para jurnalis dari negeri-negeri pemberi bantuan. Tentu saja tidak gratis! Jer basuki mawa beya kata orang Jawa atau orang Inggris bilang 'thereis no free lunch'. Siapa melejang, siapa patah begitulah prinsipnya. Karena itu ia harus menyuap lembaga-lembaga itu dengan uang yang tidak sedikit agar mereka mau menjalankan keinginannya. Uang sama sekali bukan masalah, karena sudah tersedia pot yang bisa digunakan untuk hal-hal seperti itu.

Dengan uang suap itu, ia meminta SEAP menjalankan skenario Kode B dengan modifikasi, sebagaimana keinginannya. Pertama-tama meledakkan motor kesayangan Andragi sebagai terapi kejut dan membuktikan pada Nina kalau masalahnya sangat serius. Disamping itu memberi kesempatan Nina untuk memutuskan hubungannya dengan Andragi. Setelah itu Kode B boleh dijalankan sepenuhnya.

“Jadi, Ayah yang menjadi dalang peledakan itu! Ayah kejam!!! Ayah tidak punya hati! Tidak berperikemanusiaan!” kata Nina dengan suara tersengal-sengal menahan gemuruh rasa marah di dadanya.

Ibunya segera datang memeluknya, tetapi ditepiskannya tangan wanita yang melahirkannya itu. Namun sebagai seorang Ibu ia tahu bagaimana menaklukkan perasaan hati anaknya. Ia meraih telapak tangan Nina dengan lembut sambil duduk merapat ditubuh anaknya itu. Nina pun luluh dan menjatuhkan kepalanya di dada ibunya.

“Kasihan Andragi bu. Hatinya hancur luluh. Motor itu bukan sembarang motor, bu. Baginya itu Bapak dan Ibunya sendiri,” isaknya.
“Iya, ibu bisa merasakannya,” kata ibunya berempati.
“Ia merasa berdosa tidak bisa menjaga pemberian paling berharga yang bisa diberikan oleh orang tuanya. Itu hasil bertahun-tahun membanting tulang, bu. Ayah benar-benar kejam! ...,” isaknya di dada ibunya.
“Iya, ibu tahu. Tetapi dengar dulu, nak. Ayahmu belum selesai menceritakan semuanya. Maksudnya justru baik. Diamlah dulu sebentar. Nanti baru kamu putuskan,”  kata ibunya sambil mengelus rambut anak semata wayangnya itu.

Nina tidak menjawab. Ia hanya memejamkan matanya rapat-rapat.

“Nina, anakku..,” kata pak Gadar dengan lembut.

Pak Gadar memang sangat sayang pada anaknya itu dan Nina tahu benar. Selama ini pria itu tidak pernah berkata kasar kepada anak gadisnya.

“Ayah bukan dalangnya, tetapi ayah berusaha mempengaruhi dan membelokkan prosedur standarnya untuk sementara sambil memberi peluang bagi Andragi melarikan diri. Semestinya begitu kejadiannya terungkap, yang bersangkutan harus dilenyapkan sesegera mungkin. Itu berarti malam itu juga mustinya ia sudah dibunuh. Ayah tidak mungkin menunda meneruskan laporan pak Duma itu ke SEAP karena justru akan dipersalahkan karena itu adalah prosedur standarnya. Yang bisa ayah lakukan kemudian adalah menyuap orang-orang SEAP agar merubah sedikit skenarionya. Tetapi tidak mugkin menghentikannya! Mereka sendiri akan dihukum berat bila tidak menjalankan prosedur standar itu.”

“Jadi.., Andragi tetap akan dibunuh?”  tanya Nina seakan tidak percaya.
“Begitulah,.!” jawab pak Gadar sambil menelan napas panjang.
“Untuk menunda itu, kemarin ayah telah meminta mereka membuat semacam usaha “pembunuhan yang gagal”, dengan hanya meledakkan motornya. Ini untuk memberi kesempatan supaya ayah bisa bicara dengan kamu sekarang dan juga memberi kesempatan Andragi melarikan diri. Ayah telah meminta mereka memulainya sehari setelah peledakan motor. Itu berarti lusa, sehari setelah besok! Jadi, dia hanya punya satu hari saja untuk melarikan diri. Perburuan itu akan dimulai sejak pukul 00.00. atau lepas jam 12.00 besok malam!” jelas pak Gadar.

“Ingat Nina, pilihan terbaik bagi kita dan juga Andragi adalah kamu memutuskan hubunganmu dengannya. Kalau kamu memilih lari bersamanya, maka kami, ayah dan ibumu ini, sudah pasti akan dibunuh lebih dahulu dan kalian pun akan segera dihabisi. Lagi pula tentu lebih sulit menyembunyikan diri dua orang dari pada kalau hanya dia seorang diri. Sendirian! Siapa tahu dengan begitu dia akan selamat, dan suatu ketika kalau situasi sudah aman kalian bisa bertemu lagi,” bujuk ayahnya sebisanya.

Nina hanya diam saja. Ia bahkan hampir jatuh tertidur dipelukan ibunya. Kepalanya terasa sedemikian berat memikirkan semua peristiwa itu, terutama nasib kekasihnya yang seperti telur di ujung tanduk. Akhirnya sang ibu membimbingnya ke kamar tidurnya.

Keesokan hari, pagi-pagi buta Nina segera pergi untuk menemui kekasihnya. Tetapi tidak didapatinya Andragi di rumah itu. Ia lalu ke rumah Jira. Untunglah Jira telah berada di rumahnya kembali, dan sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Nina lalu menceritakan keadaan genting yang dihadapi Andragi dan berkeras meminta Jira mengantarnya untuk menemui kekasihnya itu.

“Oke, tapi kita harus hati-hati. Kamu juga tidak boleh membuka mulut tentang alamat dan pemilik rumah yang akan kita datangi. Disitu Andragi menginap. Kalau mereka sampai tahu pemilik rumah itu, nasibnya tentu akan celaka. Kasihan dia.”
      
Tiba di tempat yang dituju, Nina lalu menceritakan semua yang didengar dari ayahnya, tentang betapa berbahaya situasinya sekarang. Dan dengan berat hati namun cukup tegar gadis itu menyampaikan keputusannya.

 “Jadi, mas.., kita harus memutuskan hubungan kita. Lupakan aku demi keselamatan mas dan juga aku. Kita tidak punya pilihan yang lebih baik...”

Mata gadis itu berkaca-kaca dan tak lama kemudian berderailah air matanya di pelukan kekasih hatinya itu.
Andragi terperangah dan hanya bisa termangu-mangu. Belum hilang sedih dan terkejutnya akibat motor kesayangannya hancur, kini pukulan lainnya harus pula ditanggungnya. Ia terpana tak tahu harus berbuat apa. Kini tak satupun yang dimilikinya, ia merasa merana seorang diri.

Paman Hudi dan Jira segera berupaya menyadarkannya untuk segera bertindak, menyelamatkan diri.

“Apa boleh buat! Kamu harus segera melarikan diri bersembunyi di tempat yang jauh, dan jangan pernah berpikir untuk kembali dalam waktu lima tahun ini. Lupakan semuanya, selamatkan dirimu!” kata paman Hudi.
“Ia ‘Gi, kamu pakai motorku untuk melarikan diri. Ini surat-suratnya. Rumahmu biar aku yang urus. Nanti aku kontrakan ke orang yang memerlukannya, hitung-hitung sebagai ganti motor itu. Jadi kamu nggak usah mikirin motor itu. Anggap saja milikmu sendiri. Yang penting kamu selamat!” kata Jira.

Lama Andragi termangu. Jiwanya sangat terguncang apalagi setelah mendengar keputusan Nina.

“Ooooohhhh!”, keluhnya panjang.

Setelah mampu menenangkan diri, Andragi memutuskan untuk bergegas menyelamatkan diri. Mereka memutuskan pagi itu juga ia harus kembali kerumahnya dan mengambil barang-barang yang diperlukannya untuk melarikan diri.

“Selamat jalan sayang....”,  kata Nina sambil mengecup pipinya dan melangkah pergi dengan berlinang air mata. Hatinya bagai disayat sembilu. Ia melangkah cepat hingga di ujung gang. Dihentikannya taksi yang lewat dan kendaraan itu segera lenyap membawanya pergi.
Itulah kata-kata terakhir dari kekasihnya. Ia hanya bisa melihat bayangan gadis itu melangkah dengan cepat namun gontai.
“Hhiiiiiihhhh!!!!” ...... Hati Andragi sangat pilu.
Tanpa sadar diremas-remasnya rambutnya dengan keras hingga membuatnya tersentak dan sadar dimana ia berada kini. Ia membuka matanya lebar-lebar untuk melihat sekelilingnya tetapi sia-sia. Lubang itu gelap gulita, hitam pekat.

Perlahan ia berusaha bangkit berdiri, membetulkan ransel yang melekat dipunggungnya, lalu merentangkan kedua tangannya sejauh mungkin untuk meraba dinding ruang itu. Pelan-pelan ia maju selangkah demi selangkah hingga tangannya tertumbuk pada dinding tempat gelap itu. Ia tidak tahu harus melangkah kemana, ke kanan atau ke kiri? Ia memutuskan mengambil langkah ke arah kanan sambil terus meraba dinding. Langkah demi langkah diayunkannya, semakin lama semakin terbiasa dan semakin cepat pula.

Ketika ia telah bisa berjalan biasa tanpa ragu itulah tiba-tiba saja........ ia terperosok lagi kedalam lubang lain dan meluncur deras ke bawah. Ia sangat terkejut dan kecut hatinya.

Kali ini ia akan benar-benar mati.
“Bapak, Ibu, tolonglah anakmu ini,” keluhnya.

Bagaimanakah nasibnya? Matikah ia? Ikuti kisah selanjutnya jika ingin mengetahuinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA