Membangun Desa Baru Dari Awal

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #62 )


Selama dua hari Andragi mematangkan rencananya. Ia membuat dua gambar besar di dinding ruang pertemuan yang biasa mereka gunakan. Pada gambar yang pertama ia membagi area menjadi lima bagian utama yakni desa, sawah, ternak, ladang dan industri. Di luar itu adalah daerah suaka
berupa hutan dan segala isinya yang tidak boleh dijamah.

 (gambar disimpan di draft blogger)

Seluruh kegiatan harus disesuaikan dengan tempatnya masing-masing. Desa adalah tempat orang-orang hidup bermasyarakat, bersosialisasi atau kegiatan lain diluar empat bidang kegiatan tadi. Karena itu ia lalu juga menggambar secara rinci peta desanya. Gambar itu seperti peta perumahan yang biasa kita lihat di perusahaan pengembang perumahan masa kini, lengkap dengan jalan dan parit-paritnya.

Desa baru itu kira seluas 600 x 1000 meter, dibagi menjadi delapan kluster (dalam gambar diatas hanya terlihat empat kluster) dan setiap kluster terdiri atas delapan belas kapling, dilengkapi dengan 6 buah sumur dan tiga buah taman. Setiap kapling memiliki luas rata-rata 30x40 meter dan hanya boleh didirikan bangunan maksimal dua per tiga luas kapling. Dengan demikian daya tampung maksimal sebuah kapling ditentukan sebanyak 12 orang. Ini bisa menampung sebuah keluarga besar. Dan setiap kapling harus memiliki jamban atau septik tank sendiri sebesar 3x3x3 meter. Setiap kapling juga harus memiliki saluran pembuangan air cucian ke parit di depan atau di pinggir jalan.

(gambar disimpan di draft blogger)

Adapun parit-parit itu sendiri dihubungkan dengan gorong-gorong atau jembatan di bawah setiap jalan yang memotongnya dan bermuara pada sebuah saluran besar yang menyambung ke sungai sebagai tempat pembuangan akhir.

“Jadi, tampaknya kita harus membuat saluran-saluran air itu lebih dulu baru boleh membangun yang lain. Begitukah?” tanya Paldrino, saat ia menerangkan gambarnya.

“Benar pak Paldrino. Prinsipnya kita harus membangun prasarananya dulu seperti saluran air dan jalan, secara proporsional. Jadi, mulai dari yang bawah dulu baru boleh bangun yang diatasnya atau yang lebih tinggi,” jawab Andragi.

“Oh, kalau begitu sebelum mendirikan rumah harus dibuat dulu sumur, jamban dan saluran-saluran airnya,” kata Loyo.

“Benar, sobat Loyo. Sebelum itu beres jangan mendirikan rumahnya. Hasilnya akan kumuh karena orang segera sibuk dengan pekerjaan yang lain dan lupa membuatnya,” jawab Andragi.

“Wah, kelihatannya akan menjadi pekerjaan yang besar dan lama. Bagaimana kita memulainya?” tanya Paldrino.

“Ya, dan perlu tenaga yang banyak. Saya pikir kita jangan terlalu terburu-buru dalam mengerjakannya. Biarlah itu berjalan secara normal tetapi dengan rencana yang jelas ini saya yakin akan segera menarik minat para pemukim itu untuk membantu, asal mereka melihat manfaatnya. Tetapi sebaiknya rencana ini kita minta persetujuan kakek Blakitem dulu. Bagaimanapun, beliau yang memiliki wilayah ini,” kata Andragi.

“Ya, saya menangkap maksudnya. Tetapi adakah cara untuk segera menunjukkan mereka manfaat itu?” tanya Paldrino.

“Kalau kakek Blakitem setuju, maka saya pikir kita akan menggarap ladang terlebih dahulu. Saya memiliki sedikit ilmu untuk membuat hasil ladang yang hebat dalam enam bulan ke depan,” kata Andragi.

“Wah, saya ingin segera membantu menggarap ladang yang hebat itu!” kata Brewok.

Bedul Brewok memang selalu bergairah bila ada sesuatu hal hebat yang akan dibuat Andragi.  Tujuan pengembaraannya dulu juga di dorong oleh rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu-ilmu hebat yang dimiliki orang lain.

Sedang mereka asyik berbicara itu, tiba-tiba pintu rumah itu diketuk dan terdengar salam dari kakek Blakitem. Loyo segera berlari membukakan pintu dan mempersilakan orang tua itu masuk.

“Hoho..! Primasa memberi tahu saya kalau Anak Langit sudah membuat rencana besar yang digambarkan di dinding dan katanya sangat menarik untuk saya ketahui,” kata kakek itu.

“Betul kakek Blakitem. Saya mohon maaf telah menggambar dinding rumah ini dengan arang,” kata Andragi.

“Hoho.., itu tidak menjadi soal. Kan bisa dilabur lagi kalau sudah tidak perlu. Tetapi gambar apakah itu?” tanya kakek Blakitem.

Andragi menjelaskan dengan runtut mulai dari gambaran besarnya hingga detil-detil setiap simbol yang digambarkan. Orang tua itu manggut-manggut.

“Kelihatannya menarik dan bagus. Sebuah masyarakat baru akan lahir dari sini. Hmmm, kerja yang besar. Tentunya kalian perlu tambahan banyak tenaga untuk itu,” katanya.

“Betul kakek. Tetapi kami pikir kami akan berupaya dengan apa yang kami miliki ini dulu. Kalau hasilnya mulai tampak, akan datang orang-orang untk bergabung,” jawab Paldrino.

“Ya,,ya, ya. Tetapi saya akan menyuruh sebagian  besar santri saya untuk ikut dalam kegiatan ini sebagai tempat mereka belajar hal-hal yang baru yang tidak bisa saya ajarkan atau diperoleh dimanapun di negeri Klapa Getir ini. Ijinkan mereka membantu kalian,” kata kakek Blakitem.

Terimakasih kakek, atas kebaikan hati kakek,” kata Andragi dengan gembira. “Kami sangat senang jika para santri dapat membantu.”

“Nah, kalau begitu mulai besok mereka akan siap disini. Saya pamit dulu sekarang,” kata si kakek.

Mereka lalu meneruskan rencana memulainya. Hal pertama yang akan dilakukan besok adalah memasang patok-patok pada setiap sudut area, terutama area ladang  serta patok-patok pada sudut-sudut area desa khususnya pada kluster yang paling dekat dengan area ladang. Pekerjaan ini tidak mudah karena mencakup area yang luas dan sebagian berhutan, bertanah tanah  lembek dan penuh semak.

Esok harinya, pagi-pagi benar para santri telah berkumpul di depan rumah penginapan Andragi. Jumlah mereka tiga puluh dua orang. Sebagian telah membawa berbagai perlengkapan kerja, alat masak dan bahan makanan. Sebagian lagi segera mempersiapkan beberapa sampan untuk menyeberangi danau. Rupanya kakek Blakitem telah memikirkan hingga kebutuhan-kebutuhan kecil  namun vital itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA