“Baik, saya percayakan tugas itu kepada
kawan-kawan. Kasihan mereka yang menderita itu. Kehidupan mereka hancur karena banyak
yang telah patah semangat setelah penghidupan mereka dihancurkan oleh para
penguasa yang serakah dan bengis serta musibah yang seakan akrab dengan
kehidupan mereka. Pikirkan juga bagaimana membangun semangat hidup mereka,”
kata kakek Blakitem.
Banyak hal yang mereka bicarakan setelah itu.
Andragi dan rekan-rekannya mendapat gambaran yang cukup jelas tentang daerah si
kakek. Persoalan tampaknya saling kait-berkait, tetapi yang jelas mereka harus
bisa menolong orang yang sakit lebih dahulu. Satu demi satu, yang mendesak yang
didahulukan. Andragi berniat sedapat mungkin bisa membantu mengobati penyakit
yang biasa timbul di daerah yang kumuh. Mereka sepakat untuk segera bekerja.
Esoknya mereka membagi kelompok menjadi dua,
Andragi dan Loyo ditemani oleh Dwisa akan menuju pemukiman kumuh, sedangkan pak
Paldrino dan Bedul Brewok akan ditemani oleh Primasa melihat-lihat seluruh
wilayah kakek Blakitem. Andragi membawa semua obat-obatan yang dimilikinya dan
sebagian alat-alatnya yang mungkin diperlukan. Loyo dan Dwisa menawarkan diri
membantu membawakan ranselnya.
Kedua rombongan itu menggunakan perahu untuk menyeberangi
danau dan dari seberang sana mereka berpisah. Rombongan Andragi langsung menuju
ke pemukiman kumuh setelah sebelumnya memberi tahu Kepala Desa Kenteng tentang
kedatangan mereka. Dengan senang hati Kepala Desa mengantar mereka ke tempat
itu, sambil membawa reramuan pemberian kakek Blakitem.
Begitu memasuki mulut pemukiman kumuh itu, bau
tidak sedap segera menyambut mereka. Udaranya terasa tidak sesegar udara di
luar pemukiman. Jalan yang sempit dan kotor serta rumah-rumah mereka yang
dibuat seadanya tidak memberi ruang yang cukup bagi anak-anak mereka beraktivitas.
Sampah menumpuk di parit yang airnya enggan mengalir. Ayam, kambing dan
binatang lain hidup menyatu dengan manusia.
Wajah-wajah lesu tak bergairah tersembul dari
balik daun pintu manakala mereka lewat. Beberapa orang tampak acuh tak acuh
dengan kehadiran mereka. Disana-sini sampah tampak berserakan.
Baru saja mereka melewati beberapa deretan rumah,
tiba-tiba terdengar seorang ibu berteriak histeris menangisi anaknya yang tampaknya
bertambah parah sakitnya. Para penduduk hanya menoleh, seakan sudah tahu apa
yang akan terjadi, tanpa bisa berbuat apa-apa. Anak itu akan segera mati.
Andragi bergegas memburu ke dalam rumah tempat
wanita itu menangis. Begitu pintu dikuaknya, tercium menyengat bau muntah bercampur
dengan kotoran manusia dalam ruang yang sempit dan gelap. Ia segera menutup
hidungnya dengan sehelai kain. Ia melihat tubuh seorang anak lelaki enam tahun tergolek
lemas tak berdaya. Matanya menatap tak berkedip, suhu badannya panas tinggi.
Disampingnya berceceran muntah dan bekas kotoran berupa cairan. Ibu anak itu hanya
bisa melolong sedih sambil mengelus-elus kepala anaknya yang sudah tidak
memberi reaksi apa-apa. Sementara ayahnya hanya menatap dari kejauhan, pasrah.
Tampaknya ia sudah memutuskan untuk segera mempersiapkan kuburan bagi anak
laki-lakinya itu.
“Mari saya bantu bu!” kata Andragi.
Ia segera membopong anak itu keluar rumah.
Dibaringkannya tubuh yang demam itu pada sebuah papan yang terletak di bawah
sebuah pohon yang cukup rindang. Ia lalu meminta Loyo mengambil air bersih dari
sumur terdekat, membersihkan tubuhnya kemudian meminta ibunya mengganti pakaian
anak itu dengan yang bersih. Dari dalam kotak P3K-nya, Andragi mengeluarkan
kapsul obat yang berisi bensin. Sebenarnya ia ingin mencari alkohol tetapi tak
dipunyainya. Dengan menggunakan kapas, dioleskannya cairan bensin itu di leher
dan ketiak anak itu untuk meredakan demamnya.
Penguapan
yang cepat dari bensin itu sangat membantu mendinginkan suhu tubuh si sakit.
Berkali-kali hal itu dilakukan, juga dengan mengompres dahinya menggunakan air
dingin. Selang beberapa saat kemudian suhu badan anak itu mulai agak turun dan
bola matanya mulai bergerak-gerak. Anak itu mulai sadar. Tak lama kemudian
kepalanya sudah bisa menoleh, menyusul tangannya bisa digerakkan. Ibunya
menangis gembira melihat perubahan itu! Dan para tetangga pun mulai
berdatangan, menonton.
Andragi lalu mengeluarkan obat anti demam serta anti
muntaber lalu meminumkannya kepada si anak. Juga ia meminta bapak anak itu
mencarikan air kelapa muda. Berbeda dengan sebelumnya, kini dengan semangat
lelaki itu segera memanjat pohon kelapa di belakang rumahnya dan memetik tiga buah kelapa muda lalu membelah dan
mengambil airnya. Andragi segera meminumkannya kepada si sakit. Tujuannya agar
menawarkan racun di perutnya dan tidak kehabisan cairan tubuh.
Sementara itu rupanya obat anti demamnya segera
bekerja dan suhu tubuh anak itu kini berangsur
normal kembali. Andragi lalu meminta ibu si anak mencari kunyit dan kapur
sirih. Kunyit itu dimintanya di haluskan dan dicampur dengan kapur sirih lalu
dioleskan ke perut si sakit sebanyak-banyaknya dan dibebatnya. Kurang dari satu
jam kemudian terdengar anak itu mengeluarkan kentut.
“Ah, syukurlah. Dia akan sembuh!” kata Andragi
yakin. “Beri dia air kelapa muda sesering mungkin supaya tidak kehabisan cairan
tubuhnya dan membunuh racun-racun yang ada di perutnya. Juga sedikit kopi pahit,”
anjurnya.
“Terima kasih tuan muda,” kata ibu si anak.
Orang-orang yang berkerumun melihatnya kagum. Sebagian
ada yang berlari mengabarkan saudaranya tentang adanya tabib sakti. Akibatnya
berdatanganlah para tetangga memintanya mengobati keluarga mereka yang sakit.
Dengan sabar Andragi melayani mereka yang ternyata semuanya menderita diare. Karena
tidak memiliki oralit ia memberi minum larutan garam dan gula sebagai
penggantinya. Juga air kelapa muda dan menganjurkan agar berusaha memasukkan
makanan ke tubuh si sakit.
Ia lalu meminta Kepala Desa memberitahu semua
warga untuk membuat jendela yang besar agar udara segar dan sinar matahari
masuk ke dalam rumah dengan bebas. Tentu sulit bagi Andragi untuk menjelaskan
sebab dari penyakit itu. Di jaman itu mereka belum mengenal virus, bakteri dan
kuman penyakit yang menyebabkan mereka sakit. Ia hanya bisa mengatakan kalau
makhluk-makhluk halus yang jahat telah masuk ke dalam rumah mereka dan tidak
mau keluar. Mereka akan keluar jika siang hari dan akan masuk jika malam hari. Karena
penduduk mengira itu untuk mengusir roh jahat yang telah masuk ke rumah-rumah
mereka, mereka bersedia melakukannya. Ia
juga meminta mereka agar tidak buang air
besar sembarangan serta rajin membersihkan diri.
Selama tiga hari berturut-turut Andragi bersama
Loyo dan Dwisa tinggal di tempat Kepala Desa demi memberi bantuan pengobatan.
Hasilnya cukup baik. Mereka yang sakit berangsur sembuh dan yang jatuh sakit
semakin sedikit. Penduduk merasa sangat berterimakasih atas kehadiran tiga
orang dari pesanggrahan kakek Blakitem itu. Mereka sendiri sekarang tahu apa
yang yang harus dilakukan jika penyakit itu datang.
Sekembalinya ke pesanggrahan Batutok, Andragi
mulai menyusun rencananya. Berdasarkan informasi yang digambarkan oleh pak
Paldrino ia memilih daerah di seberang danau sebagai daerah pemukiman baru.
Secara panjang lebar ia menjelaskan rencana besarnya yang pada intinya
menciptakan tujuan dan tatanan kehidupan yang baru bagi masyarakat kecil yang
miskin itu. Sasaran jangka pendeknya tentulah perbaikan ekonomi mereka, tetapi
secara mendasar harus sudah disiapkan rencana utuhnya yang saling menunjang
dengan kesehatan. Kalau dua hal ini sudah tercapai, niscaya lebih mudah untuk
mengajak mereka mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik.
“Tetapi, bagaimana mengajak mereka pindah sebelum
mereka melihat buktinya?” tanya Paldrino.
“Pak Paldrino benar. Kita harus memulainya sendiri
dulu. Kita bangun diri kita dulu hingga orang lain melihat hasilnya dan
tertarik untuk bergabung. Dari situ kita bisa menetapkan nilai-nilai yang kita
anut,” jawab Andragi.
“Saya percaya sobat Andragi mempunyai ilmu hebat masa
depan tentang pertanian atau peternakan!” kata Loyo.
“Ah, tidak banyak, karena saya tidak secara khusus
mempelajarinya. Tetapi kita bisa mencobanya dari yang pernah saya lihat,” jawab
Andragi.
“Saya akan membantu sekuat tenaga saya untuk itu!”
kata Brewok.
“Kami juga!” kata yang lain serempak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.