Tabib Sakti Pengusir Makhluk Halus

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #61 )


“Baik, saya percayakan tugas itu kepada kawan-kawan. Kasihan mereka yang menderita itu. Kehidupan mereka hancur karena banyak yang telah patah semangat setelah penghidupan mereka dihancurkan oleh para penguasa yang serakah dan bengis serta musibah yang seakan akrab dengan kehidupan mereka. Pikirkan juga bagaimana membangun semangat hidup mereka,” kata kakek Blakitem.

Banyak hal yang mereka bicarakan setelah itu. Andragi dan rekan-rekannya mendapat gambaran yang cukup jelas tentang daerah si kakek. Persoalan tampaknya saling kait-berkait, tetapi yang jelas mereka harus bisa menolong orang yang sakit lebih dahulu. Satu demi satu, yang mendesak yang didahulukan. Andragi berniat sedapat mungkin bisa membantu mengobati penyakit yang biasa timbul di daerah yang kumuh. Mereka sepakat untuk segera bekerja.

Esoknya mereka membagi kelompok menjadi dua, Andragi dan Loyo ditemani oleh Dwisa akan menuju pemukiman kumuh, sedangkan pak Paldrino dan Bedul Brewok akan ditemani oleh Primasa melihat-lihat seluruh wilayah kakek Blakitem. Andragi membawa semua obat-obatan yang dimilikinya dan sebagian alat-alatnya yang mungkin diperlukan. Loyo dan Dwisa menawarkan diri membantu membawakan ranselnya.

Kedua rombongan itu menggunakan perahu untuk menyeberangi danau dan dari seberang sana mereka berpisah. Rombongan Andragi langsung menuju ke pemukiman kumuh setelah sebelumnya memberi tahu Kepala Desa Kenteng tentang kedatangan mereka. Dengan senang hati Kepala Desa mengantar mereka ke tempat itu, sambil membawa reramuan pemberian kakek Blakitem.

Begitu memasuki mulut pemukiman kumuh itu, bau tidak sedap segera menyambut mereka. Udaranya terasa tidak sesegar udara di luar pemukiman. Jalan yang sempit dan kotor serta rumah-rumah mereka yang dibuat seadanya tidak memberi ruang yang cukup bagi anak-anak mereka beraktivitas. Sampah menumpuk di parit yang airnya enggan mengalir. Ayam, kambing dan binatang lain hidup menyatu dengan manusia.

Wajah-wajah lesu tak bergairah tersembul dari balik daun pintu manakala mereka lewat. Beberapa orang tampak acuh tak acuh dengan kehadiran mereka. Disana-sini sampah tampak berserakan.

Baru saja mereka melewati beberapa deretan rumah, tiba-tiba terdengar seorang ibu berteriak histeris menangisi anaknya yang tampaknya bertambah parah sakitnya. Para penduduk hanya menoleh, seakan sudah tahu apa yang akan terjadi, tanpa bisa berbuat apa-apa. Anak itu akan segera mati.

Andragi bergegas memburu ke dalam rumah tempat wanita itu menangis. Begitu pintu dikuaknya, tercium menyengat bau muntah bercampur dengan kotoran manusia dalam ruang yang sempit dan gelap. Ia segera menutup hidungnya dengan sehelai kain. Ia melihat tubuh seorang anak lelaki enam tahun tergolek lemas tak berdaya. Matanya menatap tak berkedip, suhu badannya panas tinggi. Disampingnya berceceran muntah dan bekas kotoran berupa cairan. Ibu anak itu hanya bisa melolong sedih sambil mengelus-elus kepala anaknya yang sudah tidak memberi reaksi apa-apa. Sementara ayahnya hanya menatap dari kejauhan, pasrah. Tampaknya ia sudah memutuskan untuk segera mempersiapkan kuburan bagi anak laki-lakinya itu.

“Mari saya bantu bu!” kata Andragi.

Ia segera membopong anak itu keluar rumah. Dibaringkannya tubuh yang demam itu pada sebuah papan yang terletak di bawah sebuah pohon yang cukup rindang. Ia lalu meminta Loyo mengambil air bersih dari sumur terdekat, membersihkan tubuhnya kemudian meminta ibunya mengganti pakaian anak itu dengan yang bersih. Dari dalam kotak P3K-nya, Andragi mengeluarkan kapsul obat yang berisi bensin. Sebenarnya ia ingin mencari alkohol tetapi tak dipunyainya. Dengan menggunakan kapas, dioleskannya cairan bensin itu di leher dan ketiak anak itu untuk meredakan demamnya.

 Penguapan yang cepat dari bensin itu sangat membantu mendinginkan suhu tubuh si sakit. Berkali-kali hal itu dilakukan, juga dengan mengompres dahinya menggunakan air dingin. Selang beberapa saat kemudian suhu badan anak itu mulai agak turun dan bola matanya mulai bergerak-gerak. Anak itu mulai sadar. Tak lama kemudian kepalanya sudah bisa menoleh, menyusul tangannya bisa digerakkan. Ibunya menangis gembira melihat perubahan itu! Dan para tetangga pun mulai berdatangan, menonton.

Andragi lalu mengeluarkan obat anti demam serta anti muntaber lalu meminumkannya kepada si anak. Juga ia meminta bapak anak itu mencarikan air kelapa muda. Berbeda dengan sebelumnya, kini dengan semangat lelaki itu segera memanjat pohon kelapa di belakang rumahnya dan memetik  tiga buah kelapa muda lalu membelah dan mengambil airnya. Andragi segera meminumkannya kepada si sakit. Tujuannya agar menawarkan racun di perutnya dan tidak kehabisan cairan tubuh.

Sementara itu rupanya obat anti demamnya segera bekerja dan suhu tubuh anak itu kini  berangsur normal kembali. Andragi lalu meminta ibu si anak mencari kunyit dan kapur sirih. Kunyit itu dimintanya di haluskan dan dicampur dengan kapur sirih lalu dioleskan ke perut si sakit sebanyak-banyaknya dan dibebatnya. Kurang dari satu jam kemudian terdengar anak itu mengeluarkan kentut.

“Ah, syukurlah. Dia akan sembuh!” kata Andragi yakin. “Beri dia air kelapa muda sesering mungkin supaya tidak kehabisan cairan tubuhnya dan membunuh racun-racun yang ada di perutnya. Juga sedikit kopi pahit,” anjurnya.

“Terima kasih tuan muda,” kata ibu si anak.

Orang-orang yang berkerumun melihatnya kagum. Sebagian ada yang berlari mengabarkan saudaranya tentang adanya tabib sakti. Akibatnya berdatanganlah para tetangga memintanya mengobati keluarga mereka yang sakit. Dengan sabar Andragi melayani mereka yang ternyata semuanya menderita diare. Karena tidak memiliki oralit ia memberi minum larutan garam dan gula sebagai penggantinya. Juga air kelapa muda dan menganjurkan agar berusaha memasukkan makanan ke tubuh si sakit.

Ia lalu meminta Kepala Desa memberitahu semua warga untuk membuat jendela yang besar agar udara segar dan sinar matahari masuk ke dalam rumah dengan bebas. Tentu sulit bagi Andragi untuk menjelaskan sebab dari penyakit itu. Di jaman itu mereka belum mengenal virus, bakteri dan kuman penyakit yang menyebabkan mereka sakit. Ia hanya bisa mengatakan kalau makhluk-makhluk halus yang jahat telah masuk ke dalam rumah mereka dan tidak mau keluar. Mereka akan keluar jika siang hari dan akan masuk jika malam hari. Karena penduduk mengira itu untuk mengusir roh jahat yang telah masuk ke rumah-rumah mereka, mereka bersedia melakukannya.  Ia juga meminta mereka agar tidak  buang air besar sembarangan serta rajin membersihkan diri.

Selama tiga hari berturut-turut Andragi bersama Loyo dan Dwisa tinggal di tempat Kepala Desa demi memberi bantuan pengobatan. Hasilnya cukup baik. Mereka yang sakit berangsur sembuh dan yang jatuh sakit semakin sedikit. Penduduk merasa sangat berterimakasih atas kehadiran tiga orang dari pesanggrahan kakek Blakitem itu. Mereka sendiri sekarang tahu apa yang yang harus dilakukan jika penyakit itu datang.

Sekembalinya ke pesanggrahan Batutok, Andragi mulai menyusun rencananya. Berdasarkan informasi yang digambarkan oleh pak Paldrino ia memilih daerah di seberang danau sebagai daerah pemukiman baru. Secara panjang lebar ia menjelaskan rencana besarnya yang pada intinya menciptakan tujuan dan tatanan kehidupan yang baru bagi masyarakat kecil yang miskin itu. Sasaran jangka pendeknya tentulah perbaikan ekonomi mereka, tetapi secara mendasar harus sudah disiapkan rencana utuhnya yang saling menunjang dengan kesehatan. Kalau dua hal ini sudah tercapai, niscaya lebih mudah untuk mengajak mereka mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik.

“Tetapi, bagaimana mengajak mereka pindah sebelum mereka melihat buktinya?” tanya Paldrino.

“Pak Paldrino benar. Kita harus memulainya sendiri dulu. Kita bangun diri kita dulu hingga orang lain melihat hasilnya dan tertarik untuk bergabung. Dari situ kita bisa menetapkan nilai-nilai yang kita anut,” jawab Andragi.

“Saya percaya sobat Andragi mempunyai ilmu hebat masa depan tentang pertanian atau peternakan!” kata Loyo.

“Ah, tidak banyak, karena saya tidak secara khusus mempelajarinya. Tetapi kita bisa mencobanya dari yang pernah saya lihat,” jawab Andragi.

“Saya akan membantu sekuat tenaga saya untuk itu!” kata Brewok.

“Kami juga!” kata yang lain serempak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA