Merekapun sepakat.
Esok harinya rombongan
yang sekarang bertambah tiga orang menjadi sembilan orang itu berangkat menuju
Batu Tiga. Satu setengah hari perjalanan mereka karena harus bermalam di hutan.
Keesokan tengah harinya mereka tiba di Batu Tiga, dan ternyata Rampoli sudah
menunggu mereka disana. Rampoli terkejut melihat Lugasi bersama rombongannya
yang bersamanya berjumlah 9 orang.
“Selamat jumpa sobat
Sehut dan kawan-kawan. Kenalkan, saya Rampoli,..” sapa Rampoli memperkenalkan
diri.
Lugasi atau yang
dipanggil Sehut oleh Rampoli lalu memperkenalkan ke delapan temannya satu persatu.
Rampoli merasa gembira dan bersemangat. Ternyata dia sudah dua hari berada di
Batu Tiga setelah pergi ke Gurada mencari informasi.
“Bagaimana hasil
perjalanan sobat Rampoli? Berita apa yang didapat,..?” tanya Lugasi.
Rampoli lalu menceritakan
pertemuannya dengan Laja yang tidak mudah didekati. Sebagai orang kepercayaan
gubernur Gurada, Marsidu, dia sangat membatasi diri berkenalan dengan orang
lain. Dengan cerdik Rampoli mencari tahu kebiasaan Laja yaitu ke rumah makan
kesukaannya untuk makan dan minum tuak. Ternyata belakangan diketahui kalau dia
gemar minum tuak di waktu tidak bertugas pergi jauh karena pada saat lari dalam
bepergian jauh dia berpantang minum-minuman keras.
“Setelah tahu
kebiasaannya itu saya lalu berusaha menjalin hubungan seorang pelayan wanita namanya
Minur dan berjanji menikahinya. Dari Minur saya tahu kebiasaan Laja datang ke
rumah makan itu, bahwa dia tidak beristri dan apa makanan kesukaannya,..” kata
Rampoli.
“Singkatnya, hubungan
saya yang dekat dengan Minur itu membuat dia begitu percaya pada saya, sehingga
dia mau membubuhkan obat kedalam tuak yang akan disuguhkan ke Laja. Saya bilang
obat itu tidak akan mematikan tetapi akan membuat saya punya kesempatan
mengobatinya dan berteman dengannya. Dari situ mungkin saya punya kesempatan
menjadi pegawai gubernur Gurada, dan kita akan hidup berkecukupan,..” lanjut
Rampoli.
“Wow, akal yang cerdik..!
Apakah wanita itu bersedia,.??” tanya Lugasi.
“Ya,.. dia bersedia. Pada
hari yang ditentukan Minur memasukkan bubuk obat yang sudah saya siapkan ke
dalam tuak yang kemudian diminum oleh Laja. Obat itu tidak langsung bereaksi
tetapi setelah Laja pulang menjelang tengah malam dan saat memasuki halaman rumahnya
dia limbung dan terjatuh. Saya yang mengikutinya dari jauh segera datang dan
mengangkat tubuhnya, membawanya masuk ke rumahnya. Dia tidak sadarkan diri dan
badannya panas tinggi. Saya merawatnya hingga dia siuman setelah lebih dari
satu hari tidak sadar,.. lanjut Rampoli.
“Hihihi,.. seru
sekali,..! Lantas,..” tanya Lugasi penasaran.
“Setelah dia sadar, dia
terkejut melihat saya di kamarnya. Saya bilang saya yang menolongnya ketika
melihat ada orang tergeletak di halaman rumah itu. Dia hanya bisa berterima
kasih dan saya merawatnya sampai satu minggu.
“Pada hari ke enam tiba-tiba datang seorang
utusan dari Gubernur Marsidu menyuruhnya menghadap. Saya kenalkan diri saya
sebagai saudara dekat Laja dan sedang merawat Laja yang sakit dan menunjukkan
kondisi laja yang masih lemah.”
“Laja minta agar saya
bisa secepat mungkin menyembuhkannya karena ada tugas penting yang harus dia
lakukan. Dua hari kemudian dia memaksakan diri menghadap Gubernur Marsidu. Saya
mengantarnya hingga memasuki halaman dalam rumah gubernur itu dengan alasan dia
masih dalam perawatan.
“Begitulah saya
bersahabat dengan Laja dan dia mulai cerita tugas yang akan dia lakukan karena
saya harus menyediakan obat agar bisa sembuh sepenuhnya saat tugas itu
dijalankan. Saya bisa lama tinggal bersama Laja karena sepekan sekali saya
memasukkan obat yang menyebabkan dia sakit tapi tidak parah karena takarannya
sedikit seperti penyakitnya kambuh lagi. Dengan begitu saya punya alasan tanpa
diminta untuk tetap menjaga dia sampai benar-benar sembuh,..” lanjut Rampoli.
Semua yang mendengar
cerita itu berdecak kagum dan tersenyum-senyum membayangkan usaha Rampoli
mendekati Laja.
“Sekarang ini saya sudah
jadi sahabat terdekatnya dan dia selalu cerita apa yang akan ditugaskan
kepadanya, karena saya harus membekalinya dengan obat kalau penyakitnya kambuh
lagi,..” kata Rampoli.
“Nah, tentang
rencana membawa hadiah bagi Kepala
Negeri itu akan dilakukan 12 hari lagi dan jalur yang akan di tempuh adalah
langsung dari Megalung menjuju Kotaraja melewati sebelah utara gunung, jadi
dekat dari sini. Laja akan berangkat ke Megalung satu dua hari ini dan saya
diajak ikut dalam rombongan itu sekalian menyediakan obat kalau-kalau
penyakitnya kambuh,..” jelas Rampoli.
“Karena itu untuk kemari
saya berpura-pura mau mengunjungi kampung saya karena sudah lama saya
tinggalkan. Saya diwanti-wanti oleh Laja agar segera bergabung dalam satu dua
hari ini di Megalung,.. Saya juga pamit kepada Minur, memberinya sedikit uang
dan mewanti-wanti agar tidak menceritakan ke siapapun rahasia kami berdua,.. Begitu
kisah saya,..” jelas Rampoli mengakhiri ceritanya.
Mereka lalu berunding
menyusun siasat bagaimana merampok kembali harta rakyat Megalung yang dijadikan
hadiah bagi kepala negeri itu. Hari nya ditentukan yakni malam ke dua
perjalanan sejak rombongan pembawa hadiah itu berangkat dari Megalung atau
siang harinya jika malam itu tidak memungkinkan. Tempatnya di sekitar sebuah
desa kecil Kalisunggi yang dihuni hanya beberapa orang penduduk saja. Desa
kecil ini terletak di sebelah utara dekat dengan gunung Bala yang menjadi
perbatasan antara propinsi Gurada dan Ariga, dimana terletak Kotaraja.
Setelah memutuskan setiap
langkah yang diperlukan, keesokan harinya Rampoli berangkat menuju Megalung
untuk bergabung dengan rombongan pembawa hadiah, mendampingi Laja. Tidak ada
tugas khusus baginya selain mendampingi Laja dan mengenali siapa-siapa pemimpin
rombongan itu.
Tetapi siang itu Andragi
mengajak mereka berunding lagi.
“Tugas merampok kembali
itu hanya satu dari tiga pekerjaan yang harus dipikirkan dan dilakukan,..” kata
Andragi.
“Oh,.. apa saja kedua
tugas yang lain itu,..??” tanya Lugasi.
“Yang kedua adalah
bagaimana menyimpannya sementara sebelum dibagikan ke rakyat Megalung, dan yang
ketiga bagaimana cara membagikan harta itu kepada rakyat Megalung,..” jawab
Andragi.
“Wah,.. betul juga,...
tak terpikirkan oleh otak bodoh ini,..” kata Lugasi sambil mengetuk-ngetukkan
kepalanya dengan jari telunjuknya.
Mereka lalu
merundingkan cara menyimpannya sementara
yang aman. Lugasi mengusulkan disimpan saja di gua harimau tempat mereka pernah
menginap dan dijaga oleh dua harimau penghuninya. Mereka pun sepakat. Sementara
cara membagikannya akan dirundingkan lebih lanjut kemudian setelah berhasil
menyembunyikan harta itu dengan baik.
Hari-hari selanjutnya
mereka mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dan lima hari menjelang
hari H, hari yang telah ditetapkan untuk merampas kembali harta rakyat Megalung
itu, mereka berangkat menuju Kalisunggi. Menjelang malam mereka tiba di dekat
desa Kalisunggi dan langsung menuju rumah kepala desa setelah menanyakannya ke
seorang penduduk.
Dengan terkejut Kepala
desa menerima kedatangan rombongan itu di pendopo sederhana di rumahnya.
“Selamat malam pak Kepala
Desa, ..” Kata Brewok yang bertindak seakan sebagai kepala rombongan itu. Ia
didampingi oleh Balmis dan Codet.
Ketiganya tampak seram dengan penampilan
mereka. Di belakang ketiga orang itu duduk Andragi dengan tampilan berbeda dan
Loyo. Di baris belakang duduk Huntari, Huntaro dan Angkuso. Lugasi tidak tampak
diantara rombongan itu. Di sisi lain satu dua orang penduduk datang mendampingi
Kepala Desa mereka.
“Sela...mat ma..lam..,”
jawab Kepala desa terbata-bata, hatinya kecut melihat rombongan bertampang
seram itu.
“Kami adalah penghuni dan
perampok dari gunung Bala. Tapi jangan khawatir, kami tidak datang untuk
merampok desa ini..! Pernahkah kami merampok desa ini,..?!” tanya Brewok.
“Tidak...pernah,..pak..”
jawab Kepala Desa, mencoba tegar.
“Nah,... kali ini pun
tidak.! Kami hanya ingin memberitahu saja kalau dalam dua atau tiga hari ke
depan kami akan merampok rombongan Adipati Megalung yang akan lewat desa ini.
Kami berhasil atau tidak, maka desa kalian akan jadi sasaran prajurit
pemerintah karena dikira berkomplot dengan kami atau akan dipaksa mengaku, dan
disiksa untuk mengaku..! Mengerti, pak Lepala desa,.??” tanya Brewok dengan
kasar.
“I..iya... saya paham,..
Lalu...apa yang...harus ..kami lakukan,..??” tanya Kepala desa.
“Sebaiknya kalian pergi
meninggalkan desa ini demi kebaikan kalian sendiri. Bisa saja kami tidak perlu
memberitahukan ini, tapi kami memikirkan nasib kalian semua yang tinggal
disini. Kalau ada yang tidak mau pergi ,... kami akan mengambil tindakan,..!!
tegas Brewok sambil mengacungkan tengannya dengan jari terkepal.
Rupanya itu sebuah kode,
karena tiba-tiba terdengar suara kikikan keras dari atas sebatang pohon, dan
berkelebat cepat bayangan dari satu pohon ke pohon yang lain menyusul
berguguran cabang-cabang pohon sebesar lengan, berjatuhan di sekitar pendopo
sederhana itu.
“Hihihhii,,,,hihihi,..!!”
“Nah dengar dan lihat
cabang-cabang pohon yang berjatuhan itu,.. Kalau ada yang keras kepala tidak
mau pergi dari desa ini lehernya akan tertebas seperti batang-batang pohon
itu,.. Mengerti,..!!??” kata Brewok.
“Me...nger...ti...pak,...”
jawab Kepala Desa ketakutan.
“Nah,... besok pagi
kumpulkan semua penduduk desa ini dan beritahukan untuk menyingkir demi
keselamayan kaian sendiri,..!!” kata Brewok.
“Tapi,.. kami
harus,,,menyingkir ...kemana,..??” tanya Kepala Desa.
“Pergilah ke dekat Gunung
Guhari karena tempat itu akan jadi tempat yang ramai karena ada pertunjukan
harimau disana. Carilah pekerjaan disana, karena kami dengar banyak pekerjaan
diperlukan disana. Atau kalian bisa bertani atau menjadi apa saja disana, ..
Mengerti,..??” tanya Brewok.
“Ya,,,saya ..paham...”
jawab Kepala Desa.
“Dan jangan pernah
bercerita tentang kejadian disini karena kalian bisa mendapat kesulitan dengan
orang-orang kerajaan atau para telik sandi yang akan mencari para perampok atau
orang-orang yang mengenal mereka. .. Mengerti,..!!??” tegas Brewok.
“Saya...mengerti...pak,..”
jawab Kepala Desa.
“Kalian tidak punya waktu
banyak. Kalian harus pergi dalam dua hari ini sebelum terjadi pertempuran yang
membahayakan diri kalian. Dan jangan pergi ke arah Megalung atau Kotaraja,
karena kalian bisa bertemu dengan prajurit kerajaan dan akan memaksa kalian
memberitahu mereka meski kalian tidak tahu,...!!” kata Brewok.
“Baik,,pak,.. saya
...mengerti...” kata Kepala Desa.
Esok harinya, kepala desa
mengumpulkan penduduknya yang tidak lebih dari 40 orang semuanya, laki
perempuan dan anak-anak. Dengan bijak Kepala Desa memberitahukan warganya bahwa
akan ada pertempuran besar di desa ini dan sangat membahayakan keselamatan mereka.
Karena itu lenih baik mereka mengungsi dari pada menjadi korban keganasan
perang.
Para penduduk tampak
cemas, apalagi melihat dahan-dahan pohon yang tertebas berserakan di sekitar
pendopo. Juga karena banyak diantara mereka mendengar kikikan mengerikan tadi
malam. Mereka memilih pergi menyingkir dari pada menjadi korban disini.
Hari itu juga mereka
berkemas membawa barang seadanya yang memang tidak banyak mereka miliki. Bahkan
hewan piaraan pun hanya satu dua ekor saja yang ada. Itupun harus ditinggalkan
agar tidak menghambat perjalanan mereka. Esok harinya mereka sebelum berangkat
Angkuso membagikan kepada setiap kepala keluarga uang secukupnya untuk bekal
satu bulan. Sebagai anak orang kaya, dia membawa bekal uang yang cukup banyak. Meski
dibalut rasa sedih, mereka bisa bersyukur menerima uang itu dan pergi
menyingkir dari desa Kalisunggi.
Sepeninggal warga
Kalisanggi, desa yang menjadi kosong itu lalu dihuni oleh Brewok dan
kawan-kawan. Setiap orang menempati sebuah rumah agar terlihat hidup dan kali
ini Loyo ditetapkan sebagai Kepala Desanya. Mereka mempersiapkan segala yang
diperlukan untuk usaha perampasan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.