Mengusir Warga Desa Kalisunggi

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #81 )

Merekapun sepakat.

Esok harinya rombongan yang sekarang bertambah tiga orang menjadi sembilan orang itu berangkat menuju Batu Tiga. Satu setengah hari perjalanan mereka karena harus bermalam di hutan. Keesokan tengah harinya mereka tiba di Batu Tiga, dan ternyata Rampoli sudah menunggu mereka disana. Rampoli terkejut melihat Lugasi bersama rombongannya yang bersamanya berjumlah 9 orang.

“Selamat jumpa sobat Sehut dan kawan-kawan. Kenalkan, saya Rampoli,..” sapa Rampoli memperkenalkan diri.

Lugasi atau yang dipanggil Sehut oleh Rampoli lalu memperkenalkan ke delapan temannya satu persatu. Rampoli merasa gembira dan bersemangat. Ternyata dia sudah dua hari berada di Batu Tiga setelah pergi ke Gurada mencari informasi.

“Bagaimana hasil perjalanan sobat Rampoli? Berita apa yang didapat,..?” tanya Lugasi.

Rampoli lalu menceritakan pertemuannya dengan Laja yang tidak mudah didekati. Sebagai orang kepercayaan gubernur Gurada, Marsidu, dia sangat membatasi diri berkenalan dengan orang lain. Dengan cerdik Rampoli mencari tahu kebiasaan Laja yaitu ke rumah makan kesukaannya untuk makan dan minum tuak. Ternyata belakangan diketahui kalau dia gemar minum tuak di waktu tidak bertugas pergi jauh karena pada saat lari dalam bepergian jauh dia berpantang minum-minuman keras.

“Setelah tahu kebiasaannya itu saya lalu berusaha menjalin hubungan seorang pelayan wanita namanya Minur dan berjanji menikahinya. Dari Minur saya tahu kebiasaan Laja datang ke rumah makan itu, bahwa dia tidak beristri dan apa makanan kesukaannya,..” kata Rampoli.

“Singkatnya, hubungan saya yang dekat dengan Minur itu membuat dia begitu percaya pada saya, sehingga dia mau membubuhkan obat kedalam tuak yang akan disuguhkan ke Laja. Saya bilang obat itu tidak akan mematikan tetapi akan membuat saya punya kesempatan mengobatinya dan berteman dengannya. Dari situ mungkin saya punya kesempatan menjadi pegawai gubernur Gurada, dan kita akan hidup berkecukupan,..” lanjut Rampoli.

“Wow, akal yang cerdik..! Apakah wanita itu bersedia,.??” tanya Lugasi.

“Ya,.. dia bersedia. Pada hari yang ditentukan Minur memasukkan bubuk obat yang sudah saya siapkan ke dalam tuak yang kemudian diminum oleh Laja. Obat itu tidak langsung bereaksi tetapi setelah Laja pulang menjelang tengah malam dan saat memasuki halaman rumahnya dia limbung dan terjatuh. Saya yang mengikutinya dari jauh segera datang dan mengangkat tubuhnya, membawanya masuk ke rumahnya. Dia tidak sadarkan diri dan badannya panas tinggi. Saya merawatnya hingga dia siuman setelah lebih dari satu hari tidak sadar,.. lanjut Rampoli.

“Hihihi,.. seru sekali,..! Lantas,..” tanya Lugasi penasaran.

“Setelah dia sadar, dia terkejut melihat saya di kamarnya. Saya bilang saya yang menolongnya ketika melihat ada orang tergeletak di halaman rumah itu. Dia hanya bisa berterima kasih dan saya merawatnya sampai satu minggu.

 “Pada hari ke enam tiba-tiba datang seorang utusan dari Gubernur Marsidu menyuruhnya menghadap. Saya kenalkan diri saya sebagai saudara dekat Laja dan sedang merawat Laja yang sakit dan menunjukkan kondisi laja yang masih lemah.”

“Laja minta agar saya bisa secepat mungkin menyembuhkannya karena ada tugas penting yang harus dia lakukan. Dua hari kemudian dia memaksakan diri menghadap Gubernur Marsidu. Saya mengantarnya hingga memasuki halaman dalam rumah gubernur itu dengan alasan dia masih dalam perawatan.

“Begitulah saya bersahabat dengan Laja dan dia mulai cerita tugas yang akan dia lakukan karena saya harus menyediakan obat agar bisa sembuh sepenuhnya saat tugas itu dijalankan. Saya bisa lama tinggal bersama Laja karena sepekan sekali saya memasukkan obat yang menyebabkan dia sakit tapi tidak parah karena takarannya sedikit seperti penyakitnya kambuh lagi. Dengan begitu saya punya alasan tanpa diminta untuk tetap menjaga dia sampai benar-benar sembuh,..” lanjut Rampoli.

Semua yang mendengar cerita itu berdecak kagum dan tersenyum-senyum membayangkan usaha Rampoli mendekati Laja.

“Sekarang ini saya sudah jadi sahabat terdekatnya dan dia selalu cerita apa yang akan ditugaskan kepadanya, karena saya harus membekalinya dengan obat kalau penyakitnya kambuh lagi,..” kata Rampoli.

“Nah, tentang rencana  membawa hadiah bagi Kepala Negeri itu akan dilakukan 12 hari lagi dan jalur yang akan di tempuh adalah langsung dari Megalung menjuju Kotaraja melewati sebelah utara gunung, jadi dekat dari sini. Laja akan berangkat ke Megalung satu dua hari ini dan saya diajak ikut dalam rombongan itu sekalian menyediakan obat kalau-kalau penyakitnya kambuh,..” jelas Rampoli.

“Karena itu untuk kemari saya berpura-pura mau mengunjungi kampung saya karena sudah lama saya tinggalkan. Saya diwanti-wanti oleh Laja agar segera bergabung dalam satu dua hari ini di Megalung,.. Saya juga pamit kepada Minur, memberinya sedikit uang dan mewanti-wanti agar tidak menceritakan ke siapapun rahasia kami berdua,.. Begitu kisah saya,..” jelas Rampoli mengakhiri ceritanya.

Mereka lalu berunding menyusun siasat bagaimana merampok kembali harta rakyat Megalung yang dijadikan hadiah bagi kepala negeri itu. Hari nya ditentukan yakni malam ke dua perjalanan sejak rombongan pembawa hadiah itu berangkat dari Megalung atau siang harinya jika malam itu tidak memungkinkan. Tempatnya di sekitar sebuah desa kecil Kalisunggi yang dihuni hanya beberapa orang penduduk saja. Desa kecil ini terletak di sebelah utara dekat dengan gunung Bala yang menjadi perbatasan antara propinsi Gurada dan Ariga, dimana terletak Kotaraja.

Setelah memutuskan setiap langkah yang diperlukan, keesokan harinya Rampoli berangkat menuju Megalung untuk bergabung dengan rombongan pembawa hadiah, mendampingi Laja. Tidak ada tugas khusus baginya selain mendampingi Laja dan mengenali siapa-siapa pemimpin rombongan itu.

Tetapi siang itu Andragi mengajak mereka berunding lagi.

“Tugas merampok kembali itu hanya satu dari tiga pekerjaan yang harus dipikirkan dan dilakukan,..” kata Andragi.

“Oh,.. apa saja kedua tugas yang lain itu,..??” tanya Lugasi.

“Yang kedua adalah bagaimana menyimpannya sementara sebelum dibagikan ke rakyat Megalung, dan yang ketiga bagaimana cara membagikan harta itu kepada rakyat Megalung,..” jawab Andragi.

“Wah,.. betul juga,... tak terpikirkan oleh otak bodoh ini,..” kata Lugasi sambil mengetuk-ngetukkan kepalanya dengan jari telunjuknya.

Mereka lalu merundingkan  cara menyimpannya sementara yang aman. Lugasi mengusulkan disimpan saja di gua harimau tempat mereka pernah menginap dan dijaga oleh dua harimau penghuninya. Mereka pun sepakat. Sementara cara membagikannya akan dirundingkan lebih lanjut kemudian setelah berhasil menyembunyikan harta itu dengan baik.

Hari-hari selanjutnya mereka mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dan lima hari menjelang hari H, hari yang telah ditetapkan untuk merampas kembali harta rakyat Megalung itu, mereka berangkat menuju Kalisunggi. Menjelang malam mereka tiba di dekat desa Kalisunggi dan langsung menuju rumah kepala desa setelah menanyakannya ke seorang penduduk.

Dengan terkejut Kepala desa menerima kedatangan rombongan itu di pendopo sederhana di rumahnya.

“Selamat malam pak Kepala Desa, ..” Kata Brewok yang bertindak seakan sebagai kepala rombongan itu. Ia didampingi oleh Balmis dan Codet.

Ketiganya tampak seram dengan penampilan mereka. Di belakang ketiga orang itu duduk Andragi dengan tampilan berbeda dan Loyo. Di baris belakang duduk Huntari, Huntaro dan Angkuso. Lugasi tidak tampak diantara rombongan itu. Di sisi lain satu dua orang penduduk datang mendampingi Kepala Desa mereka.

“Sela...mat ma..lam..,” jawab Kepala desa terbata-bata, hatinya kecut melihat rombongan bertampang seram itu.

“Kami adalah penghuni dan perampok dari gunung Bala. Tapi jangan khawatir, kami tidak datang untuk merampok desa ini..! Pernahkah kami merampok desa ini,..?!” tanya Brewok.

“Tidak...pernah,..pak..” jawab Kepala Desa, mencoba tegar.

“Nah,... kali ini pun tidak.! Kami hanya ingin memberitahu saja kalau dalam dua atau tiga hari ke depan kami akan merampok rombongan Adipati Megalung yang akan lewat desa ini. Kami berhasil atau tidak, maka desa kalian akan jadi sasaran prajurit pemerintah karena dikira berkomplot dengan kami atau akan dipaksa mengaku, dan disiksa untuk mengaku..! Mengerti, pak Lepala desa,.??” tanya Brewok dengan kasar.

“I..iya... saya paham,.. Lalu...apa yang...harus ..kami lakukan,..??” tanya Kepala desa.

“Sebaiknya kalian pergi meninggalkan desa ini demi kebaikan kalian sendiri. Bisa saja kami tidak perlu memberitahukan ini, tapi kami memikirkan nasib kalian semua yang tinggal disini. Kalau ada yang tidak mau pergi ,... kami akan mengambil tindakan,..!! tegas Brewok sambil mengacungkan tengannya dengan jari terkepal.

Rupanya itu sebuah kode, karena tiba-tiba terdengar suara kikikan keras dari atas sebatang pohon, dan berkelebat cepat bayangan dari satu pohon ke pohon yang lain menyusul berguguran cabang-cabang pohon sebesar lengan, berjatuhan di sekitar pendopo sederhana itu.

“Hihihhii,,,,hihihi,..!!”

“Nah dengar dan lihat cabang-cabang pohon yang berjatuhan itu,.. Kalau ada yang keras kepala tidak mau pergi dari desa ini lehernya akan tertebas seperti batang-batang pohon itu,.. Mengerti,..!!??” kata Brewok.

“Me...nger...ti...pak,...” jawab Kepala Desa ketakutan.

“Nah,... besok pagi kumpulkan semua penduduk desa ini dan beritahukan untuk menyingkir demi keselamayan kaian sendiri,..!!” kata Brewok.

“Tapi,.. kami harus,,,menyingkir ...kemana,..??” tanya Kepala Desa.

“Pergilah ke dekat Gunung Guhari karena tempat itu akan jadi tempat yang ramai karena ada pertunjukan harimau disana. Carilah pekerjaan disana, karena kami dengar banyak pekerjaan diperlukan disana. Atau kalian bisa bertani atau menjadi apa saja disana, .. Mengerti,..??” tanya Brewok.

“Ya,,,saya ..paham...” jawab Kepala Desa.

“Dan jangan pernah bercerita tentang kejadian disini karena kalian bisa mendapat kesulitan dengan orang-orang kerajaan atau para telik sandi yang akan mencari para perampok atau orang-orang yang mengenal mereka. .. Mengerti,..!!??” tegas Brewok.

“Saya...mengerti...pak,..” jawab Kepala Desa.

“Kalian tidak punya waktu banyak. Kalian harus pergi dalam dua hari ini sebelum terjadi pertempuran yang membahayakan diri kalian. Dan jangan pergi ke arah Megalung atau Kotaraja, karena kalian bisa bertemu dengan prajurit kerajaan dan akan memaksa kalian memberitahu mereka meski kalian tidak tahu,...!!” kata Brewok.

“Baik,,pak,.. saya ...mengerti...” kata Kepala Desa.

Esok harinya, kepala desa mengumpulkan penduduknya yang tidak lebih dari 40 orang semuanya, laki perempuan dan anak-anak. Dengan bijak Kepala Desa memberitahukan warganya bahwa akan ada pertempuran besar di desa ini dan sangat membahayakan keselamatan mereka. Karena itu lenih baik mereka mengungsi dari pada menjadi korban keganasan perang.

Para penduduk tampak cemas, apalagi melihat dahan-dahan pohon yang tertebas berserakan di sekitar pendopo. Juga karena banyak diantara mereka mendengar kikikan mengerikan tadi malam. Mereka memilih pergi menyingkir dari pada menjadi korban disini.

Hari itu juga mereka berkemas membawa barang seadanya yang memang tidak banyak mereka miliki. Bahkan hewan piaraan pun hanya satu dua ekor saja yang ada. Itupun harus ditinggalkan agar tidak menghambat perjalanan mereka. Esok harinya mereka sebelum berangkat Angkuso membagikan kepada setiap kepala keluarga uang secukupnya untuk bekal satu bulan. Sebagai anak orang kaya, dia membawa bekal uang yang cukup banyak. Meski dibalut rasa sedih, mereka bisa bersyukur menerima uang itu dan pergi menyingkir dari desa Kalisunggi.

Sepeninggal warga Kalisanggi, desa yang menjadi kosong itu lalu dihuni oleh Brewok dan kawan-kawan. Setiap orang menempati sebuah rumah agar terlihat hidup dan kali ini Loyo ditetapkan sebagai Kepala Desanya. Mereka mempersiapkan segala yang diperlukan untuk usaha perampasan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA