Kerinduan Yang Terobati

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #65 )


Mereka lalu pergi ke markas Pamong Negeri. Di pintu gerbang, Loyo, Brewok dan para santri diminta tunggu diluar sementara petugas itu melapor ke atasannya. Atasannya itu yang kemudian menyampaikan surat yang sengaja ditulis oleh Paldrino untuk iparnya. Diguldo segera membuka dan membacanya. Matanya tidak berkedip memeriksa baris demi baris kalimat yang rapi terjalin.

“Hmm, ada berapa orang yang mengantar surat ini?” tanyanya.

“Kata petugas yang mengantar, mereka berempat,” jawab anak buahnya.

“Kalau begitu suruh mereka masuk dan antar langsung kemari,” perintahnya.

Petugas itu segera menuju ke gerbang diikuti petugas pengantar tadi dan mempersilakan Loyo dan kawan-kawannya masuk. Petugas pengantar itu segera kembali ke posnya.

“Silakan, silakan saudara-saudaraku!” sapa Diguldo ramah.

Kepada bawahannya ia berkata, “Kau boleh kembali ke tempatmu, mereka familiku dari Kotaraja,” kata Diguldo kepada anak buahnya itu

Petugas itu segera keluar dari ruang kerja komandannya.

“Kalian tentu Loyo, Brewok dan para santri kakek Blakitem seperti ditulis dalam surat ini,” kata Diguldo.

“Betul, pak. Saya dan sobat Brewok ini mendampingi pak Wedana sejak dari Buntung. Sekarang pak Wedana ada bersama para santri ini di Batutok. Istri beliau sudah sangat rindu dengan istri pak Diguldo,” jawab Loyo.

“Ya, tentu! Istri saya juga sudah sangat rindu dengan saudara kembarnya. Jadi benar yang dikatakan oleh Lugasi, si Anak Setan itu,” kata Diguldo.

“Lugasi, si Anak Setan?! Dimana Pak Diguldo bertemu dengannya?” tanya Brewok yang sedari tadi diam saja.

“Kami sekeluarga ditolongnya saat dikeroyok para perampok di Dogean. Karena mengira istri saya adalah istri wedana Paldrino dia langsung menolong kami dan menghajar para perampok itu hingga banyak yang buntung tangannya. Dia juga bilang kalau baru saja berpisah dengan rombongan kalian yang sedang menuju Poruteng. Istri saya menjadi sangat gembira. Tetapi mengingat peristiwa yang menimpa wedana Paldrino, saya harus hati-hati untuk mencari tahu keberadaannya. Untung akhirnya hari ini kalian datang. Saya akan segera memberi tahu istri saya. Kalian harus ikut masuk ke ruang belakang rumah kami agar bisa bercerita panjang lebar tentang saudara kembarnya. Mau, kan?” pintanya.

Mereka mengangguk. Diguldo lalu memanggil kepala keamanannya dan mengatakan agar ia tidak boleh digannggu dulu berhubung mau menemani familinya yang telah datang dari jauh. Ia lalu mengajak ke empat orang itu ke rumah pribadinya dan langsung menuju bagian belakang. Dilihatnya istrinya sedang bermain bersama anak-anaknya. Wanita itu terperanjat melihat kedatangan suaminya diiringi empat orang yang tak dikenalnya.

“Jangan terkejut istriku. Ada kabar gembira buatmu, buat kita semua!” kata Diguldo.

“Mari silakan duduk. Kau istriku, harus juga duduk bersama kami,” katanya.

Setelah semuanya duduk, ia lalu mengulurkan surat itu kepada istrinya.

“Bacalah surat ini,” katanya lagi sambil mengulurkan surat itu.

Dengan gemetar istrinya menerima surat itu dan membaca. Beberapa saat kemudian ia pun terisak-isak sambil memeluk kedua anaknya yang tiba-tiba ikut menangis tanpa tahu sebabnya. Diguldp dan yang lain terharu melihat peristiwa itu. Ia segera memeluk istrinya dan menepuk-nepuk bahunya. Istrinya tersenyum memandangi para tamu itu. Kedua anaknya pun segera menghentikan tangisnya. Mereka bingung dengan kelakuan ibunya.

“Benarkah,?! Benarkah dia ada disini?!” tanya si istri gembira.

“Benar, nyonya. Kami tinggal bersama pak wedana dan keluarganya,” jawab Loyo.

“Duh, Dewa Yang Maha Tunggal. Terimakasih, terimakasih!” katanya sambil mendekapkan kedua tangannya ke dadanya, lalu memeluk kedua anaknya lagi.

“Bagaimana keadaannya? Kuruskah dia? Bagaimana keponakan-keponakanku? Baik-baikkah mereka? Tidak susahkah hidupnya? Kenapa dia tidak kesini? Aduh, bagaimana ya rupanya sekarang....?”

Begitu banyak pertanyaan yang mencerocos keluar dari mulutnya. Betapa tidak! Peristiwa pembakaran rumah adiknya itu sampai ke telinganya tanpa tahu apakah saudaranya itu selamat atau tidak. Berita yang beredar mengatakan wedana Paldrino dan seluruh keluarganya turut hangus terbakar.

Dengan sabar Loyo menjelaskan satu persatu peristiwa yang terjadi, mulai dari pembakaran rumah itu hingga perjalanan menuju Batutok. Cerita itu cocok dengan yang dikatakan Lugasi, si Anak Setan.

“Oh, syukurlah. Kita semua ditolong oleh orang-orang hebat. Saya yakin dia pasti baik-baik saja sekarang,” katanya gembira.

Tak henti-hentinya ia tersenyum.

“Oh, oh maaf! Saya sampai lupa menyambut tamu-tamu terhormat kita dengan sepantasnya.”

Wanita itu lalu berlari ke dalam memanggil para pelayannya dan meminta mereka segera menyajikan makanan dan minuman yang terbaik. Setelah itu ia segera kembali menemui mereka.

“Kapan ya saya bisa bertemu dengan mereka?” tanyanya.

“Ya, saya akan pikirkan caranya. Bagaimanapun, wedana Paldrino tidak boleh diketahui oleh umum masih hidup,” kata Diguldo. “Adakah usul dari para sobat?” tanyanya.

“Menurut pak Paldrino, sekembali kami ke Batutok melaporkan keadaan pak Diguldo dan keluarga, kami akan mengantar saudara kembar nyonya  lima belas atau dua puluh hari dari sekarang, berpura-pura seakan mengantar famili nyonya dari Kotaraja. Menurut beliau, Pak wedana dan pak Diguldo sebaiknya jangan saling bertemu dulu,” jawab Loyo.

“Saya kira itu ide yang baik. Kalau begitu kalian bisa menginap dulu di rumah kami ini,” kata Diguldo.

“Terimakasih, tetapi kami sebaiknya segera kembali ke Batutok. Banyak pekerjaan yang menunggu kami disana. Kami akan bilang kepada para petugas disini kalau akan mengurusi dagangan kami,” jawab Loyo.

Istri Diguldo segera menulis surat untuk saudara kembarnya dan dititipkan kepada empat orang utusan itu. Mereka segera pamit dan langsung pulang ke Batutok melalui arah pasar kawedanan itu agar dikira sedang mengurusi barang dagangan mereka.

Setiba di Batutok, mereka langsung menyampaikan surat itu kepada istri Paldrino yang gembira dan terharu membaca kabar dari saudara kembarnya. Seperti saudaranya itu, wanita ini juga melancarkan pertanyaan yang bertubi-tubi tentang keadaan saudara kembar dan keluarganya. Setelah puas barulah ia meminta mereka mengabarkan kepada suaminya di seberang danau. Merekapun segera menyeberang danau dan bergegas menemui pak wedana Paldrino, meski hari telah larut malam. Pak Paldrino gembira mendengar kabar itu dan meminta mereka segera beristirahat setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan.

Esoknya mereka kembali melakukan pekerjaan besar mereka. Pak Paldrino tampak lebih bersemangat. Yang lain pun tertular virus semangat itu.

Pada hari ke lima puluh lima pipa-pipa tembikar itu telah berhasil dibuat dan telah dibakar, sementara segala bahan bangunan pun telah siap pula. Sumur yang digali juga sudah mengeluarkan air yang bagus pada kedalaman 8 meter. Andragi meminta maaf karena berniat mengganti pipa bambu dengan pipa tembikar yang lebih tahan lama. Tetapi para santri itu justru lebih bernafsu menggantinya, mengingat itu hal baru yang menarik minat mereka. Terutama ketika melihatnya memasang pipa leher angsa untuk wc jongkok. Mereka kini tahu, itulah caranya untuk menahan bau tidak sedap dari lubang yang nantinya akan berisi kotoran manusia.

Pada hari ke enam puluh lima mereka telah memiliki sebuah rumah contoh yang apik, berlantai kayu dengan enam buah kamar serta ruang tamu. Setiap kamar telah pula dilengkapi dengan tempat tidur dan lemari yang rancangannya dibuat oleh Andragi. Bahkan gantungan baju pun sudah pula tersedia. Rumah itu telah dilengkapi pula dengan sebuah dapur dan kamar mandi cuci di bangunan yang terpisah, sebuah sumur serta kolong luas yang multi fungsi. Kolong ini juga bisa dipakai sebagai ruang makan terbuka, atau tambahan kamar bila diperlukan. Tetapi Paldrino mengusulkan agar boleh di buat lebih dari dua kamar disana, karena fungsi utamanya adalah tempat bersosialisasi.

Kini Andragi, Paldrino, Brewok, Loyo dan sebagian santri telah dapat menempati rumah itu. Mereka bisa berunding lebih nyaman di ruang tamu ataupun di kolong rumah yang alasnya sengaja dilapisi papan dan sebagian ditutupi dinding papan setinggi dada orang dewasa.

Ketika menatap ke ladang, tampak pohon singkong mereka telah semakin rimbun dan seluruh kapling pertama ladang itu subur ditumbuhi tanaman singkong baru mereka. Para santri memutuskan untuk membuka kapling ladang baru sambil menunggu langkah berikutnya yang sedang disusun oleh Andragi dan Paldrino. Dalam lima hari mereka telah memiliki ladang kedua yang siap ditanami. Kedua santri perawat kebun itu mengajari yang lain cara menyambung batang singkong yang berlainan jenis itu. Hanya dalam tiga hari ladang kedua itu telah penuh ditanami batang-batang singkong gabungan. Kini dua orang lagi ditugaskan merawatnya sementara dua perawat sebelumnya akan mulai membuka ladang ke tiga bersama rekan-rekan yang lain. Ladang yang pertama sudah tidak memerlukan perawatan khusus lagi, hanya sesekali perlu disiram atau disiangi jika rumput telah terlalu tinggi.

Sebenarnya saat menunggu itu, Paldrino dan kawan-kawannya sedang mempersiapkan perjalanan istri beserta kedua anaknya menuju Poruteng guna menemui saudara kembarnya. Loyo, Brewok dan beberapa orang santri utama akan menemani wanita itu berjalan dimuka, sedangkan enam orang santri yang lain akan mengiringi dengan jarak tertentu di belakang mereka. Bagaimanapun juga mereka tidak ingin mengambil resiko terjadi sesuatu sehingga penantian panjang kedua saudara kembar itu menjadi berantakan. Mereka bisa membayangkan kerinduan yang begitu mendalam diatara keduanya mengingat peristiwa-peristiwa yang telah menimpa mereka.

Perjalanan mereka ternyata aman-aman saja. Tidak perlu diceritakan panjang lebar tentang pertemuan yang penuh haru itu. Isak tangis dan sukacita menjadi satu. Rasa terimakasih yang bertubi-tubi diterima oleh Loyo dan kawan-kawannya. Sementara itu rombongan kedua segera pulang setelah melihat mereka tiba dengan selamat. Tiga hari kemudian Loyo dan rombongannya telah pula kembali ke Batutok. Pak Paldrino dan yang lain lega dan gembira mendengar berita sukacita itu. Kini mereka bisa lebih berkonsentrasi pada pekerjaan besar mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA