Komitmen Seorang Sobat

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #37 )


“Ya, tentu. Kelihatannya ini soal komitmen dan prioritas yang sering terlihat saling bertentangan. Padahal sebenarnya tidak demikian. Komitmen kami jelas yaitu membantu sesama yang membutuhkan pertolongan, yang sedang berjuang melawan ketidak-adilan. Siapapun mereka. Dan itu bisa terjadi dimana saja. Poruteng hanyalah sebuah nama yang bisa diberikan oleh kakek Bulesak, tetapi pada prinsipnya yang beliau harapkan adalah dimana saja jika diperlukan,” jelas Paldrino.

“Lalu, yang menjadi prioritas itu apa, pak Wedana?” tanya Brewok bingung.

“Begini, prioritas itu adalah bagian dari komitmen seseorang terhadap sebuah tujuan. Jadi, acuannya adalah tujuan. Jika seseorang menyatakan komitmennya terhadap sebuah tujuan, maka ia akan melibatkan diri dan terutama hatinnya, sepenuhnya, agar tujuan itu tercapai. Karena itu ada lima ukuran untuk bisa melihat apakah seseorang memiliki komitmen atau tidak,” jelas Paldrino.

“Apa saja itu, pak Wedana?” tanya Loyo, sangat tertarik.

“Ya, yang pertama ya Prioritas itu. Jika seseorang memiliki komitmen tertentu maka ia akan memprioritaskan atau mendahulukan lebih dari yang lain akan hal itu. Tidak ada istilah tunggu dulu, atau kalau ada waktu, atau tidak ada biaya, dan berbagai alasan lain,” ia berhenti sejenak.

“Yang kedua adalah kukuh pendapat atau biasa kita sebut ‘ngotot’. Orang yang punya komitmen tinggi ditandai dengan pendiriannya yang kuat, tidak mudah goyah oleh tentangan dan tantangan meskipun datang dari pihak yang lebih kuat. Kalau kita melihat seorang anak tampak menentang terhadap orang tuanya yang melarangnya main bola misalnya, janganlah menilainya begitu saja sebagai anak yang kurang ajar. Demikian juga terhadap anak buah kita. Justru itu tandanya mereka memiliki komitmen yang kuat. Yang penting, sepanjang esensinya sejalan dengan tujuan utama yang lebih besar kita hanya perlu mengarahkan dan mendorongnya. Dalam kasus kita sekarang ini, esensinya adalah menolong orang yang berjuang menegakkan keadilan, bukannya Poruteng.”

 Ia menelan ludah dan menghirup tuak lontar untuk membasahi tenggorokannya, sambil memperhatikan reaksi yang lain.

“Ah, rupanya saya terlalu panjang menyita waktu anda. Mungkin lain kali kita teruskan pembicaraan ini,” kata Paldrino.

“Tidak, pak Wedana,” kata Jotiwo. “Ini sungguh menarik dan perlu kami hayati dengan baik. Lagi pula kita masih punya waktu cukup banyak. Bukankah Setiaka masih harus mengumpulkan prajurit dari berbagai tempat dan Adipati Rajapurwa harus pula bersusah payah mengumpulkan perbekalan karena lumbung dan harta benda kadipaten telah kita bawa kesini..hehehe..” katanya sambil tertawa, diikuti oleh yang lain.

“Hehehe... mereka perlu waktu berhari-hari untuk itu. Apalagi kalau harus meminta bantuan dari pusat atau kadipaten lain,” sambut Gadamuk.

“Karena itu, silakan diteruskan pak Wedana,” pinta Jotiwo.

“Baiklah,” jawab Paldrino. “Yang ketiga adalah kesediaan menyediakan sumberdaya. Orang yang punya komitmen terhadap sesuatu akan bersedia menyediakan sumberdaya yang dimilikinya atau dibawah kendalinya demi berhasilnya tujuan yang telah menjadi komitmennya itu. Bila seorang pimpinan yang katanya punya komitmen tetapi ketika diminta menyediakan dana oleh anak buahnya dan menyatakan tidak ada atau harus cari sendiri, misalnya, maka pemimpin itu sebenarnya tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap yang hal itu.”

“Apakah sumberdaya itu hanya dana, pak Wedana?’ tanya Loyo.

“Itu hanya salah satunya. Selain dana, sumberdaya yang lain yaitu manusia. Misalnya orang tadi minta disediakan anak buah yang mumpuni dari pimpinannya dan sang pimpinan hanya memberikan orang-orang ‘sisa’ sementara yang pintar dipakai untuk dirinya sendiri, maka sebenarnya dia itu tidak punya komitmen. Sumberdaya yang lain tentu saja waktu, pikiran dan jangan lupa soal hati. Orang yang punya komitmen meyediakan waktunya untuk itu, juga pikirannya. Tetapi yang paling penting dia menyediakan hatinya untuk itu,” jelas Paldrino.

“Terimakasih, pak. Maaf, silakan meneruskan soal komitmen tadi,” kata Loyo.

“Ya, ukuran kuatnya komitmen yang ke empat adalah inisiatif dan kreatifitas. Pada dasarnya dalam melakukan sesuatu kita menghadapi macam-macam kendala, tidak semulus seperti yang direncanakan. Nah, seorang yang memiliki komitmen kuat akan selalu berinisiatif dan mencari berbagai cara kreatif untuk mengatasi kendala itu. Dia tidak mudah menyerah dan memang tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menyerah.”

Paldrino berhenti untuk membasahi tenggorokannya.

“Inilah yang sering menjadikan seorang pemimpin sangat dihargai meski usahanya gagal sekalipun. Karena dia telah menunjukkan usahanya yang luar biasa. Perdana Menteri Kudabringas tetap dipuja walaupun pada awalnya begitu banyak kegagalan yang didapatnya saat berusaha menyatukan negeri Klapa Getir ini. Orang bisa melihat inisiatif dan kreativitasnya begitu banyak, dan karena itu mereka menghargainya dan terus mendukungnya. Akhirnya ia berhasil mewujudkan komitmennya itu.”

“Benar pak Wedana,” sambung Jotiwo. “Saya dulu sempat menjadi prajurit beliau dan merasakan hal itu. Kami memang berkali-kali menderita kalah dalam pertempuran, tetapi beliau tetap berusaha mencari jalan dengan berbagai cara. Kami jadi tetap bersemangat,” kenangnya.

“Lalau yang terakhir apa pak Wedana?” tanya Jotiwo.

“Yang kelima yaitu rencana tindak lanjut. Orang yang memiliki komitmen kuat akan terjun sampai membahas rencana tindak lanjut secara rinci. Dia tidak akan hanya sampai sebatas mengatakan ‘ini lho garis besarnya dan selanjutnya terserah anda’. Dia akan rela membahas detil-detil yang rinci, termasuk memberikan perhatian kepada setiap orang-orang kecil, yang bagi banyak pimpinan merasa bukan urusan yang pantas dipikirkannya.”

“Nah, karena kami sudah memiliki komitmen membantu Gunung Kembar menegakkan keadilan, mari sekarang kita bicarakan rencana tindak lanjutnya secara rinci,” Paldrino mengakhiri kotbahnya.

“Hehe.he..pak Wedana bisa aja,” kata Gadamuk. “Tapi memang semuanya benar. Terimakasih pak.”

Mereka lalu membahas rencana menghadapi serangan yang diduga akan segera dilakukan oleh Setiaka. Seorang mata-mata melaporkan bahwa Adipati dan Setiaka melarikan diri ke Karangnyara. Kabarnya, Adipati juga meminta bantuan pasukan dari Kadipaten Munggur.

Karena itu mereka dengan serius merecanakan membangun pertahanan berlapis dan penuh dengan jebakan-jebakan.

Sebagai ahli strategi perang berpengalaman dan sudah malang melintang dalam berbagai pertempuran sejak jaman Perdana Menteri Kudabringas, Jotiwo memahami betul seluk beluk formasi perang maupun taktik dan tipu daya pertempuran. Sebenarnya dengan itu mudah baginya membuat jebakan-jebakan yang mematikan, tetapi Andragi minta agar bisa mengalahkan mereka dengan korban sekecil mungkin. Bagaimanapun juga para prajurit itu hanyalah menjalankan tugasnya. demikian juga halnya dengan Setiaka sendiri. Andragi berharap dia bisa dikalahkan tanpa harus membunuhnya.

Karena itu mereka kemudian membuat rencana yang lebih rumit dan memerlukan koordinasi yang kuat dalam menjalankannya nanti. Mereka membuat tiga buah menara pengawas tambahan. Yang tertinggi dan berada di tengah akan digunakan Andragi sebagai pusat pemantau situasi. Dari menara itu ia akan memberikan  aba-aba berupa kode-kode dengan bendera warna-warni utnuk melakukan tindakan tertentu. selain itu, jebakan-jebakan diperbanyak tetapi tidak mematikan, hanya melumpuhkan kemampuan serang lawan.

Persiapan itu selesai hanya dalam lima hari. Setelah itu mereka berlatih melakukan simulasi rencana mereka. Para prajurit berlatih perang dan bela diri dengan sungguh-sungguh. Perbekalan dipersiapkan dengan seksama dan ramuan obat juga dibuat lebih banyak. Tidak ada hal kecil yang tidak diperhatikan. Sungguh suatu praktik yang benar-benar mereka terapkan dari pembelajaran yang disampaikan oleh Paldrino. Persiapan yang sungguh bagus itu membuat semua orang merasa nyaman. Tidak tampak kecemasan dan rasa tegang yang berlebihan seperti biasanya menghadapi perang hidup mati.

Hingga suatu pagi pada hari ke empat belas setelah penyerangan mereka ke Rajapurwa itu, Andragi turun dari menara pengawas dan mengatakan akan datang dua orang mata-mata sekitar satu atau dua jam ke depan.

Benar seperti yang dikatakan, pada siang itu tibalah dua orang mata-mata yang mengabarkan pasukan Setiaka telah berkumpul di Rajapurwa. Juga pasukan bantuan yang datang dari Munggur. Perbekalannyapun juga sudah terkumpul dari semua kawedanan di wilayah Rajapurwa. Tampaknya mereka akan menyerang dalam dua hari ke depan.

“Wah sobat Mata Setan memang memiliki kekuatan mata yang luar biasa. Orang yang masih begitu jauh dan tidak terlihat oleh kita bisa dilihat dengan jelas olehnya,” puji Jotiwo.

“Baiklah sobat Jotiwo dan Gadamuk. Saya akan membuka rahasia saya,” kata Andragi. “Saya adalah manusia biasa seperti sobat-sobat semua. Saya tidak hebat, bahkan tidak memiliki ilmu bela diri. Saya hanya menggunakan peralatan yang saya bawa dari dunia saya, dunia masa depan. Barang-barang itu adalah benda sehari-hari di dunia kami, dan dibuat dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Misalnya mata ajaib ini,” jelas Andragi sambil mengeluarkan sebuah teropong.

Bergantian para sobatnya mencoba menggunakan alat itu dengan reaksi yang menggelikan. Ada yang ketakutan melihat jempol kakinya yang tiba-tiba membengkak besar sekali. Loyo yang iseng memegang seekor kucing dan mengunjukkannya di depan teropong saat Brewok menggunakan benda itu.

“Ah, ada macan!” serunya sambil melompat mundur.

Semua akhirnya memahami fungsi benda itu meski tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi.

“Bagaimanapun, bagi saya sobat Mata Setan datang dari masyarakat yang sangat tinggi kepandaiannya. Tentu pikiran mereka sudah sangat maju, dan yang seperti itu adalah hebat untuk ukuran kami,” kata Jotiwo.

Jotiwo dan kawan-kawan semakin optimis mereka bisa mengatasi serangan Setiaka dengan adanya sobat Mata Setan dan kawan-kawannya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA