Desa Baru HARJAGI dan Kenteng Baru

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #71 )

“Untuk panen yang pertama ini, kepada sepuluh orang penduduk desa Kenteng yang bekerja disini sejak awal, besok boleh membawa seluruh anggota keluarganya dan mengangkut singkong sekuat mereka mampu. Sedangkan mereka yang baru bergabung belakangan hanya boleh membawa dua orang anggota keluarganya. Hari ini kalian semua boleh membawa sekuat yang kalian mampu sebagai bukti hasil kerja kalian selama ini,” kata Andragi.

“Horee!” Hidup Andragi dan kawan-kawan!” seru mereka.

“Sisanya akan dijual atau diolah lebih lanjut dan hasilnya akan dikumpulkan di kas desa baru kita. Pak Paldrino, saya dan kakek Blakitem akan mengatur lebih lanjut soal kekayaan kas desa ini. Selain itu kami juga akan menyusun pengaturan lebih lanjut jika ada warga desa Kenteng yang berminat pindah kesini,” lanjut Andragi.

Orang-orang Kenteng itu, mengangguk-angguk penuh kepuasan. Dalam hati mereka bertekad untuk pindah ke desa baru ini.

Meskipun orang-orang desa Kenteng itu beserta keluarganya, telah mengangkut sebanyak mungkin singkong sekuat mereka bisa, sisanya masih menggunung. Tak perlu dikatakan, setiap orang mencoba memasak singkong dengan berbagai cara mulai dari membakarnya hingga merebus ataupun menggorengnya. Mereka akhirnya ‘mblenger’ makan singkong. Oleh karena itu Andragi lalu meminta dibuatkan gudang penyimpanan sementara agar singkong-singkong itu tidak cepat busuk. Sementara itu ia mempersiapkan rencana pemanfaatan selanjutnya singkong-singkong itu.

Apa yang terjadi dengan singkong raksasa mereka ketika warga desa Kenteng kemudian membawa ke Poruteng untuk dijual, sungguh merupakan kehebohan tersendiri. Begitu banyak orang takjub dan mengerumuni para penjual dari Kenteng itu. Dalam sekejap barang dagangan mereka habis dibeli orang, dan merekapun pulang dengan senyum mengambang. Seluruh pasar heboh membicarakannya dan tentu saja segera beredar ke seluruh pelosok kota kadipaten itu. Ketika ditanya dimana mereka dapatkan singkong ajaib itu, dengan cerdik para penjual itu mengatakan mendapatkannya jauh di dalam hutan, setelah berbulan-bulan keluar masuk hutan. Mereka tak ingin peluang besar ini ikut dinikmati orang lain dan menyaingi keberuntungan yang baru saja didapat.

Mendengar hasil yang menggembirakan itu Andragi segera berpikir panjang. Di benaknya ia akan menjadikan desa ini sebagai penghasil berbagai produk dari bahan singkong mulai dari tape, brem, tuak singkong, kueh dan penganan hingga membuat alkohol dari bahan itu. Tidak hanya sekedar menjual singkong apa adanya. Dengan begitu semua usaha dan kegiatan para warganya difokuskan untuk mendukung ‘industri’ persingkongan itu, mulai dari menanam hingga produk akhir. Biarlah desa ini menjadi sentra persingkongan.

Ternyata rakyat Klapa Getir sudah mengenal penganan seperti tape, tempe dan berbagai makanan yang dibuat melalui proses peragian, tetapi selama ini hanya dibuat untuk keperluan rumah tangga sendiri atau jika ada perhelatan tertentu. Karena itu Andragi bermaksud mendirikan sentra industri persingkongan di Area Industri yang persis berdampingan dengan Area Ladang Singkong.

Melihat keberhasilan desa baru itu, banyak warga Kenteng memilih pindah ke sana dan diijinkan oleh kakek Blakitem dengan syarat mereka harus saling bergotong royong membangun rumah mereka sesuai arahan dari Andragi dan Pak Paldrino. Selama mereka mendirikan rumah-rumah mereka, mereka mendapatkan pembagian singkong dan beras dari gudang.

Setelah selesai mendirikan rumah sesuai rencangan yang dibuat Andragi lengkap dengan WC dan parit-parit, barulah mereka diijinkan untuk membuka ladang, sawah atau bekerja di Area Industri. Disini Andragi dan  para sobatnya disertai para santri kakek Blakitem mengajarkan proses pengolahan singkong mulai dari tape, brem, tuak singkong, kueh dan penganan hingga membuat alkohol dari bahan itu. Alkohol dipakai untuk obat-obatan terutama untuk menurunkan demam dengan cara mengompres tubuh si sakit.

Tibalah suatu hari kakek Blakitem meminta semua warga berkumpul dan menyiapkan upacara peresmian nama desa baru itu.

“Saudara-saudara sekalian yang saya cintai. Lihatlah di sekitar kalian tempat desa baru ini berdiri. Kita punya ladang singkong yang subur dan siap panen setiap 2 minggu.  Kita punya kampung dengan rumah-rumah yang tertata apik berikut sumur,WC, parit dan taman-taman. Kita juga punya sawah-sawah dan ladang yang mulai berkembang. Kita juga punya area industri dimana saudara-saudara bisa menghasilkan berbagai barang yang bisa dijual,” pidato kakek Blakitem.

“Plok..plok..plok...,” tepukan meriah warga.

“Hidup kakek Blakitem..!!!.,” sorak mereka.

“Jangan berterimakasih pada saya,” katanya. “Berterimakasihlah pada saudara Andragi, Pak Paldrino dan kawan-kawannya serta para santri yang telah sukarela membangun desa baru ini untuk saudara-saudara semua..”

“Horeeee, Hidup Andragi, Hidup pak Paldrino...!!”

“Hidup Brewok, hidup Loyo..Hidup santri...!!,” seru warga.

“Ya...ya..ya.., terimakasih juga buat warga..,” jawab kakek Blakitem mewakili menjawab.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang kencang, “Hidup Lugasi..!!”

“Hmmm ya..... , kau juga Anak Setan..!!, kata kakek Blakitem sambil menunjuk Lugasi yang hanya cengar-cengir dan bersiap menggelinding kalau-kalau kakek Blakitem akan menendangnya.

Rupanya teriakan itu datang dari pemuda yang dulu ikut merampok beras dan yang pertama bertobat. Dia sangat mengagumi kehebatan Lugasi dan sikapnya yang jenaka. Seharang pemuda itu menjadi ketua dari anak-anak muda disana.

“Ya,... karena itu kita patut bersyukur kepa Dewa Maha Tunggal atas rejeki yang diberikannya. Mari kita menundukkan kepala berdoa....,”

“Dan dengan mengucapkan syukur kepada Dewa Yang Maha Tunggal saya namakan desa baru kita ini HARJAGI, singkatan dari Harapan Berjaya Lagi, sekaligus sebagai pengingat saudara Andragi sebagai orang pertama yang mencetuskan ide desa baru ini dan turut membangunnya...” jelas kakek Blakitem.

“Horeeee...!! Hidup Harjagi! Hidup Harjagi..!” seru warga dengan gembira.

“Satu pesan saya, jagalah keasrian desa Harjagi ini, pelihara kebersihannya, gunakan setiap jengkal tanah sesuai peuntukannya biar kalian biasa hidup sehat dan nyaman...” Kakek Blakitem mengakhiri pidatonya.

Mereka lalu merayakannya dengan meriah dan berpesta segala makanan hasil industri mereka. Tentu makanan besar pun disediakan dengan memotong beberapa ekor binatang hasil buruan satu dua hari sebelumnya.

Warga semakin giat membangun desa baru mereka, desa Harjagi. Desa ini semakin hidup dari hari ke hari.

Tidak heran karena itu sebagian besar warga Kenteng sangat bergairah pindah ke tempat baru mereka. Hanya tersisa sekitar 10 keluarga yang memilih tetap tinggal di Kenteng karena mereka ingin menjadi pedagang hasil produksi desa yang baru untuk dijual ke tempat lain. Ini cara cerdik mereka supaya konsumen tidak perlu langsung ke Desa Baru Harjagi. Kenteng mereka jadikan semacam pasar grosir jika ada pedagang dari tempat lain datang ke sana.

Ini sesuai dengan dugaan Andragi. Ia telah menduga tidak semua warga Kenteng akan tertarik bekerja di desa baru mereka karena bermacam alasan, terutama yang sebelumnya mempunyai latar belakang pedagang. Mereka-mereka ini dapat menjadi pedagang yang akan membawa hasil industri dari desa baru ini untuk dijual ke tempat lain, terutama ke kota Poruteng.

Karena itu ia berpikir untuk menjadikan desa Kenteng sebagai pasar utama hasil produksi desa baru mereka. Ini sangat sesuai dengan keinginan mereka yang ingin jadi pedagang dan tetap tinggal di Kenteng. Mereka justru minta bantuan Andragi untuk membuat rancangan desa Kenteng sebagai pusat grosir.

Andragi lalu membuat peta desa Kenteng yang baru yang lebih tertata rapi.

Ada 10 bangunan rumah yang mirip dengan desa baru Harjagi bedanya bagian kolong dibuat untuk gudang barang dagangan mereka. Ke sepuluh rumah itu mengelilingi area lapak besar yang dibagi-bagi menjadi 10 lapak. Komplek itu dilengkapi dengan  6 buah sumur,  2 WC umum dan 2 bangunan untuk warung makan. Juga ada 2 penginapan yang bisa digunakan para pedagang dari jauh untuk menginap.

(Gambar Denah ada di draft blogger)

Lapak yang luas memungkinkan para pemilik lapak menggelar dagangannya dengan leluasa dan beragam banyaknya.

Pertama-tama yang harus mereka lakukan adalah merobohkan semua runah dan bangunan yang ada dan membersihkan lahannya kecuali 10 rumah yang masih mereka tinggali. Rumah-rumah imi juga akan diratakan satu persatu setelah berdiri rumah baru untuk mereka tinggali.

Andragi membawa Loyo, Brewok dan Lugasi untuk membantu warga Kenteng meratakan bangunan lama dan membangun Kenteng Baru. Ya, Brewok tentu selalu minta ikut kemanapun Andragi pergi, karena ia senang selalu mendapat pengetahuan baru bila bersama Andragi.

Setelah bangunan diratakan dan dibersihkan mereka segera membuat area lapak yang luas karena pembeli dan pedagang dari kota sudah mulai berdatangan untuk membeli singkong raksasa. Tentu juga dibuatkan jalan akses yang menyambung ke jalan menuju Poruteng.

Dengan cerdik mereka bersepakat untuk selalu mendatangkan singkong raksasa maupun hasil olahannya dari desa baru Harjagi pada malam hari agar tidak diketahui oleh para pedagang dari tempat lain. Hal ini disetujui oleh Andragi untuk sementara waktu supaya tidak mengganggu pembangunan yang sedang dilakukan oleh warga desa baru Harjagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA