Anak Langit Ditangkap

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #31 )


Istri Adipati itu menoleh kepada suaminya, menyentuh tangannya lalu menyorongkan mukanya untuk berbisik.

“Pangeran lihat orang muda yang tertawanya aneh di ujung sebelah kanan itu?” bisik wanita itu.

“Ya..ya. Dari tadi saya sudah melihatnya. Tampaknya ia orang dari daerah jauh. Gerak-geriknya tidak seperti orang sini. Memangnya kenapa?” tanya suaminya.

“Pangeran jangan kaget dan jangan bergerak yang mencurigakan. Dia itu salah satu kepala perampok Gunung Kembar yang menangkap saya. Untung saya bisa mengelabui mereka dan membebaskan diri. Cepat pangeran suruh tangkap dan hukum dia, lalu minta penghargaan dan hadiah dari pemerintah pusat. Mumpung ada utusan dari pusat datang kesini,” gosok wanita itu.

“Hmm, kau istri yang pintar. Bagus, kalau begitu!” kata Adipati.

Dengan tidak mencolok, ia lalu menoleh ke belakang dimana Kepala Pasukan Kadipaten berdiri mengawalnya. Ia memerintahkan Kepala Pasukan itu, Tumenggung Setiaka namanya, untuk menangkap pemuda yang tertawanya aneh itu. Setiaka segera mundur dan mengumpulkan pasukannya.

Sejurus kemudian,...

Tiba-tiba saja dalam kerumunan orang banyak di sekitar Andragi telah bermunculan para prajurit yang merangsek maju. Loyo dan Brewok yang sejak semula diam-diam ditugasi oleh Paldrino mengamati keadaan, melihat ancaman yang akan terjadi pada Anak Langit. Mereka berupaya merintangi gerak para prajurit itu dengan berpura-pura terjatuh atau tertabrak sambil berteriak kesakitan atau mengumpat agar menarik perhatian Andragi dan Paldrino.

Keributan yang terjadi di belakangnya membuat Paldrino segera sadar akan adanya bahaya dan menggamit Andragi yang segera menoleh ke belakang. Namun, belum sempat mereka menyelinap dikerumunan massa untuk melarikan diri, tiba-tiba istri Adipati bangkit dari kursinya dan berteriak sambil menunjuk ke arah Andragi.

“Tangkap orang itu! Dia kepala perampok Gunung Kembar!” teriaknya lantang.

Orang-orangpun langsung menoleh ke arah yang ditunjuk wanita itu. Para prajurit pun segera merangsek mengepungnya. Merasa tidak bisa melarikan diri lagi Andragi melepaskan tas pinggangnya dan memberikan kepada Paldrino.

“Selamatkan tas saya ini pak Paldrino, dan selamatkan diri anda,” bisiknya.

Paldrino segera beranjak pergi. Belum sempat Paldrino bergerak jauh ia melihat para prajurit telah mencekal tangan Andragi dan menelikungnya. Mereka menyeretnya pergi dari keramaian itu. Paldrino, Loyo dan Brewok hanya bisa mengikuti dari jauh. Mereka tahu Anak Langit dibawa ke markas pasukan Setiaka dan tentu akan disiksa untuk mengakui apa yang dituduhkan oleh perempuan itu yaitu sebagai kepala perampok Gunung Kembar. Mereka memutuskan untuk segera kembali ke penginapan dan menyingkir dari sana sebelum terlambat. Setelah itu baru mencari jalan membebaskan Anak Langit.

Baru saja mereka sampai di penginapan itu, si pelayan mengatakan ada orang yang telah datang mencari mereka.

“Celaka, pikir Paldrino. Rupanya mereka telah tahu kita menginap disini,” katanya kepada Loyo dan Brewok.

“Pak Wedana selamatkan anak istri Bapak, dikawal sobat Loyo. Biar saya yang menghadapi mereka,” kata Brewok.

Ia segera menghunus pedangnya dan masuk ke rumah makan itu, diikuti oleh Paldrino dan Loyo yang akan langsung menuju kamar mereka untuk membawa pergi anak istrinya. Sementara itu si pelayan sudah lari masuk ke dapur dan menyembunyikan diri ketakutan.

Dengan mata yang nyalang Brewok melompat dan menyapu isi ruangan itu. Di dalam ada dua orang yang duduk berhadapan menghadapi meja berisi makanan. Melihat kedatangan Brewok yang mengancam itu, mereka segera berdiri dan memberi hormat.

“Pak Brewok, kami anak buah pak Jotiwo dan pak Gadamuk. Mereka menyuruh kami segera menemui pak Paldrino dan kawan-kawan disini, jika sesuatu terjadi dengan tuan Mata Setan,” kata salah seorang.

Paldrino segera menghentikan langkahnya dan menghampiri kedua orang itu. Ia tahu kedua orang itu berkata jujur.

“Mari kita bicara di dalam kamar,” ajaknya.

Kedua orang itu mengikutinya dan dibelakang mereka mengiring Loyo dan Brewok. Di dalam kamar itu mereka segera memberitahu bahwa mereka memang ditugaskan mengikuti rombongan tuan Mata Setan sampai meninggalkan Kadipaten Rajapurwa karena Jotiwo tidak percaya kepada wanita istri Adipati itu. Ia khawatir kalau tuan Mata Setan terlihat oleh wanita itu saat pesta bunga dan menyuruh menangkapnya, bukannya berterimakasih karena telah membebaskan dirinya. Dan sekarang itulah yang terjadi.

“Jadi, pak Wedana dan kawan-kawan diminta segera menyingkir dari kota ini sebelum terlambat,” kata anak buah Jotiwo dan Gadamuk.

“Kemana kami harus pergi?” tanya Paldrino.

“Di luar kota ini kami memiliki pos untuk memata-matai. Disana telah menunggu pak Jotiwo dan Gadamuk. Mereka akan berunding bagaimana membebaskan tuan Mata Setan,” jawab seorang dari mereka.

“Baiklah kita segera kesana,” kata Paldrino.

Mereka bergegas mengumpulkan bawaan mereka, membayar ongkos penginapan dan segera pergi dari sana. Pesta bunga yang meriah itu membuat kepergian mereka tidak menarik perhatian karena banyak orang yang berlalu lalang di jalan. Mereka pun dengan cepat bisa ke luar dari dalam kota tanpa menarik perhatian.

Setiba di luar tembok kota, kedua orang itu menuju sebuah tempat tersembunyi, dan dari sana membawa enam ekor kuda. Dengan naik kuda-kuda itu, sendiri atau berboncengan, mereka melaju cepat menuju tepi hutan tempat pos mata-mata berada. Benarlah, setiba disana mereka telah ditunggu oleh Jotiwo dan Gadamuk.

“Silakan Pak Paldrino dan kawan-kawan. Kita langsung saja bicara. Pertama-tama saya usulkan agar anak istri pak Wedana kita ungsikan ke markas Gunung Kembar biar mereka bisa beristirahat dengan nyaman, lalu kita akan berunding disini. Bagaimana, pak?” tanya Jotiwo.

“Oh, terimakasih Pak Jotiwo. Saya berterimakasih sekali kalau begitu,” jawab Paldrino.

Gadamuk lalu memerintahkan beberapa orang anak buahnya mengantar istri dan anak-anak, beserta pembantu Paldrino menuju markas Gunung Kembar dan menyuruh mereka membawa seratus lima puluh orang anak buahnya kesini. Yang disuruh segera berangkat dengan menunggang kuda. Selepas itu mereka lalu berunding mencari jalan membebaskan tuan Mata Setan.

Sementara mereka berunding, kita lihat apa yang terjadi dengan Andragi.

Para prajurit menggiringnya ke hadapan Setiaka dan dari sana membawanya ke markas pasukan keamanan, dengan tangan terikat ke belakang.

“Siapa namamu heh!” tanya Setiaka.

“Orang memanggil saya dengan julukan Mata Setan, karena saya bisa melihat dengan jelas di malam hari,” jawab Andragi.

“Benarkah kamu kepala perampok Gunung Kembar, yang telah menculik istri Adipati?”

“Saya akan mengakuinya di hadapan istri Adipati itu. Temukan dia dengan saya,” jawab Andragi.

“Hahahaha.. kau sungguh beruntung aku menangkapmu hari ini, hari pesta bunga, sehingga kau berani berkata seperi itu!” kata Setiaka.

Di negeri Kelapa Getir, menurut aturan yang ditetapkan oleh Bapak Bangsa Kudabringas, pada hari-hari raya tidak boleh dilakukan penyiksaan kepada para tahanan. Pada hari-hari seperti itu semua orang memperoleh haknya untuk menghormati penciptanya tanpa boleh diganggu, tak terkecuali para tahanan.

“Karena aku tidak boleh menyiksamu di hari yang suci ini, aku mencoba menahan diri. Tetapi besok, aku berjanji kepada tanganku ini untuk menyiksamu dua kali lipat dari keputusan yang berlaku jika kau tidak mengaku sebagai kepala perampok Gunung Kembar. Ingat-ingat itu!” bentak Setiaka.

Andragi tidak menjawab. Dia hanya menatap lelaki itu.

“Prajurit! Masukkan orang ini ke penjara dan kunci dengan kuat. Pastikan dia tidak bisa kabur. Kalau sampai terjadi, leher kalian taruhannya!” perintah Setiaka kepada dua orang prajuritnya.

“Siap, komandan. Laksanakan!’ jawab prajurit serentak.

Andragi lalu diseret ke penjara markas itu. Mereka mendorongnya dengan kasar dan mengunci selnya yang gelap dan pengap. Tak ada apa-apa disana kecuali dipan kayu. Ia lalu merebahkan dirinya mencoba memikirkan apa yang akan menimpanya nanti.

Sementara itu, Setiaka segera kembali ke alun-alun untuk melaporkan gasil penangkapannya itu.

“Bagus,” jawab Adipati. “Besok pagi kita akan buka sidangnya dan segera memutuskan hukuman untuknya. Istriku akan bersaksi disana.”

“Terimakasih, pangeran. Dan setelah itu jangan lupa meminta hadiah dari pemerintah pusat atas jasamu menangkap perusuh negeri. Aku mau menambah koleksi perhiasanku,” kata istrinya.

Mereka tetap melanjutkan hari pesta bunga seperti biasanya. Hanya, ketika hari sudah menjelang sore, barulah diumumkan bahwa seorang kepala perampok Gunung Kembar telah berhasil ditangkap dan akan diadili esok pagi. Pengunjung lalu bubar dan pulang sambil ramai membicarakan penangkapan itu. Mereka berniat untuk melihat perampok itu di pengadilan esok hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA