Lugasi Menangkap Perampok Beras

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #67 )


Sementara tugas sulit memindahkan kincir raksasa itu baru berjalan delapan belas hari, santri petugas logistik melaporkan kalau bahan pangan yang dikirim oleh pedagang beras selama ini telah dirampok oleh segerombolan orang.

“Dimanakah mereka dirampok?” tanya Andragi.

“Di tengah jalan di hutan kecil antara Poruteng dan Kenteng,” jawab santri itu.

Andragi lalu meminta Brewok dan beberapa orang santri pergi ke Poruteng memberitahu pedagang beras itu agar untuk sementara waktu menghentikan dulu pengirimannya sambil menunggu hasil penyelidikan mereka tentang para perampok itu. Setelah mengetahui kekuatannya, barulah mereka akan merencanakan menangkap para pengacau itu.

Dari pengantar beras yang dirampok, mereka mendapat penjelasan jumlah perampok sebanyak tujuh orang sementara mereka hanya berempat dan tidak memiliki ilmu bela diri.

“Kalau begitu, kita akan coba memancing mereka. Kalian membawa beras seperti biasa. Kami akan mengawalnya dari jarak tidak jauh. Jika mereka terlihat menghadang, segera tinggalkan beras itu dan kabur. Jangan melawan. Biar kami mencoba mengukur kemampuan mereka,” kata Brewok.

Meskipun merasa agak takut, mereka didesak untuk melakukannya dengan memberi imbalan khusus. Mereka pun akhirnya mau. Esoknya seperti biasa, pagi-pagi mereka berangkat dari Poruteng. Tetapi hingga mereka tiba di Batutok tidak ada perampok yang menghadang mereka. Hal itu segera mereka laporkan kepada Andragi dan kawan-kawan.

“Mungkin mereka memang tidak melakukannya setiap hari,” duga Paldrino.

“Kalau memang begitu, pengirimannya kita lakukan secara acak, tidak teratur. Setiap kali berubah-ubah,” kata Andragi.

Kepada para pengantar beras ia mengatakan untuk mengantar lagi empat hari dari hari itu. Kalau dihadang, mereka diminta untuk tidak melawan tetapi tetap harus memberi tahu mereka. Para pengantar itu menyanggupinya lalu pamit pulang.

Ternyata pada hari yang telah ditentukan itu mereka dirampok lagi. Setelah lari meninggalkan bawaannya kepada para perampok itu, mereka datang melapor.

“Mungkin kita sedang apes saja. Coba antar lagi enam hari dari sekarang,” kata Andragi.

Ternyata kejadian serupa terulang lagi. Para pengantar itu menjadi tidak enak hati karena bisa dicurigai mereka hanya bersandiwara soal perampokan itu. Tetapi Andragi tetap berpikir positif terhadap mereka.

“Kalau begitu, setiap pengiriman memang harus dikawal.  Sobat Brewok, Loyo dan beberapa santri akan melakukannya seperti dulu. Kali ini lima hari dari sekarang kita coba lagi,” kata Andragi.

Seperti direncanakan, Brewok, Loyo dan lima orang santri berangkat ke Poruteng siang sebelum hari kelima itu. Esoknya mereka berencana mengawal para pengantar beras. Dengan jumlah orang yang sama, mereka memperkirakan bisa mengalahkan para perampok yang tampaknya tidak terlalu berbahaya. Buktinya, saat mengawal dulu para perampok itu tidak berani menampakkan batang hidung mereka. Kenyataan ini membuat hati para pengantar menjadi lebih tenang.

Pagi hari yang kelima itu mereka segera bersiap dan berangkat setelah sarapan. Jauh setelah meninggalkan Poruteng, mendekati hutan kecil itu para pengantar terlihat tegang. Mereka mengatakan di tempat itulah mereka biasanya dirampok. Brewok dan kawan-kawan meningkatkan kewaspadaan mereka saat memasuki hutan kecil itu. Semuanya tampak sunyi. Hanya bunyi langkah kaki mereka yang terdengar.

Tetapi, tiba-tiba...

Dari balik semak dan pepohonan di kiri kanan jalan di depan mereka, berlompatan segerombolan orang sambil menghunus parang dan senjata tajam lainnya. Jumlah mereka bukan tujuh orang melainkan lima belas orang.

“Brenti!!!... Tinggalkan barang kalian kalau mau selamat!” bentak pemimpin perampok itu.

Para pengantar segera melepaskan bawaan mereka dan lari menyelamatkan diri, sementara Brewok dan kawan-kawannya tetap bertahan. Mereka hendak mencoba mengetahui kekuatan lawannya, tetapi jika tidak mampu mereka harus menyelamatkan diri. Memang dianjurkan untuk tidak perlu membuang nyawa untuk membela satu atau dua karung beras.

“Heh perampok busuk! Tidak tahukah siapa yang kalian hadapi ini?!!” gertak Brewok sambil melotot seram.

Sebagai seorang pengembara dan bekas kepala tukang pukul, nyali Brewok memang sangat tinggi. Ia tidak kenal takut.

“Peduli setan!! Ayo kawan-kawan Serbuuu! Cincang mereka!! perintah pemimpin perampok.

Tak ada pilihan lain. Brewok, Loyo dan para santri segera meladeni serbuan itu. Mereka membentuk formasi berbaris agar bisa menghadapi secara bersama jumlah lawan mereka yang dua kali lebih banyak itu. Suara dentingan senjata tajam beradu segera terdengar nyaring di tempat yang sunyi itu. Meski lawan mereka tidak memiliki ilmu bela diri yang istimewa, tetapi jumlah mereka yang lebih banyak serta cara menyerang yang sangat brutal membuat Brewok dan kawan-kawan tidak mudah melumpuhkan mereka. Cara mereka menyerang seperti orang kesetanan memperebutkan harta karun yang tak ternilai harganya. Dilain pihak, Brewok dan kawan-kawan tidak bermaksud memaksakan diri mengalahkan dengan membunuh mereka. Mereka tahu Andragi tidak suka korban jiwa berjatuhan. Sedapat mungkin mereka bisa dilumpuhkan tanpa membunuh. Oleh karena itu mereka hanya mencoba  mendesak para perampok itu mundur. Tetapi ternyata tidak mudah. Karena itu mereka mulai menggencarkan serangan mereka. Pertempuran itu pun menjadi semakin seru.

“Ayo kawan-kawan! Sikat mereka!! Jangan kasih ampun!!” teriak pemimpin perampok.

Sementara itu....

Beberapa puluh meter dari sana, seseorang sedang berjalan sendiri sambil pikirannya melamun membayangkan pertemuan dengan sobat-sobat lamanya yang sangat ia rindukan. Ternyata tidak lain tidak bukan seorang anak muda belia gemuk pendek yang bernama... Lugasi yang lebih dikenal dengan sebutan si Anak Setan.

“Heh, suara senjata beradu! Sialan benar, siapa pula yang mengganggu lamunan indahku ini?! Coba kulihat,” katanya kepada diri sendiri.

Ia lalu menggelinding cepat dan melenting ke sebuah dahan pohon yang tinggi. Beberapa belas meter di depannya ia melihat pertempuran yang seru dan brutal itu.

“Hei, bukankah itu sobat Loyo dan Brewok? Mereka bertempur dengan siapa? Oh..., sepertinya mereka dikeroyok oleh orang-orang yang menghadap kemari,” katanya sendiri.

Diam-diam ia melenting turun dan mengambil jalan berputar lalu tiba-tiba muncul di belakang para perampok itu. Dengan tenang ia berjongkok mencangklong di tengah jalan sambil seakan-akan tangannya bermain-main dengan tanah.

“Hehehe!! Asyik juga menonton pertempuran ini!” katanya keras-keras untuk menarik perhatian.

Pemimpin perampok itu menoleh dan melihat seorang anak muda yang dianggapnya tidak berbahaya.

 “Sobat Loyo dan Brewok!! Apa kalian perlu bantuan, atau sebaiknya saya menonton saja?! Asyik nih!! teriaknya.

“Heii, sobat Lugasi rupaya! Selamat datang! Silakan bantu biar cepat selesai urusan ini!” jawab Loyo senang.

“Ah, sepertinya kalian tidak memerlukan bantuan. Kecoak-kecoak ini sudah mulai terdesak, kok!?” jawab Lugasi memancing kemarahan para perampok.

Pemimpin perampok itu geram bukan main melihat ulah anak muda ingusan itu menghinanya. Dengan beringas ia melompat menyerang Lugasi yang tampak santai jongkok mencangklong. Pedangnya lurus kedepan siap membabat kepala anak muda yang berlagu itu. Tanpa disadari oleh kepala perampok itu, Lugasi dengan cepat melenting ke udara sambil melontarkan kapaknya yang bisa bergerak bak bumerang itu. Tiba-tiba, terdengar lengkingan keras dari pemimpin perampok itu sambil memegang sisa lengan kanannya yang sekarang sudah terputus, mengucurkan darah. Sementara potongan tangan sebatas siku tergeletak di tanah sambil masih memegang erat pedang.

“Ahhhhch!!” teriak pemimpin perampok itu sempoyongan.

Ia terhuyung sejenak dan akhirnya jatuh mendeprok di tanah. Perampok yang lain, demi melihat pemimpin mereka rubuh  begitu cepat, terkejut setengah mati dan segera memutar badan hendak melarikan diri.

“Berhenti!! Atau kalian akan bernasib sama!” bentak Lugasi sambil melontarkan kapak bumerangnya.

Benda itu melayang persis di depan hidung dua perampok yang paling dahulu melarikan diri. Kedua orang itu berdiri kaku ketakutan. Yang lain pun secara mudah segera dilumpuhkan oleh Brewok dan kawan-kawannya. Dua orang santri bergegas mencari tanaman rambat yang liat guna mengikat para perampok yang sekarang diperintahkan tidur tertelungkup sambil tangan mereka melipat ke belakang. Setelah diikat mereka disuruh duduk, sementara pemimpin mereka dirawat oleh dua orang santri.

“Selamat berjumpa kembali sobat Brewok dan Loyo. Juga kepada teman-teman anda itu. Apa khabar semuanya?” tanya Lugasi mendahului.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA