Kemanakah perginya Anak
Setan?
Sesuai tujuannya, maka Lugasi berjalan ke barat. Ia berharap hari itu bisa
sampai di dekat Rajapurwa, tetapi medan yang sulit membuat langkahnya tidak
secepat yang diinginkannya. Ia baru
melewati beberapa bukit ketika dari jauh terdengar auman harimau. Buat Lugasi
binatang itu tentu tidak membuatnya takut sehingga dia malah berjalan menuju
asal suara itu.
Beberapa puluh meter di depannya ia melihat seekor
anak harimau yang terjebak dalam lubang perangkap dan induknya menunggui sambil
mengaum.
“Ah, ini pasti pekerjaan para pemburu. Kalau
mereka menangkap yang dewasa, maka anak-anaknya akan mati kelaparan. Kalau
menangkap yang kecil, binatang itu akan punah nantinya. Kata kakek guru, banyak orang kaya
yang senang memelihara harimau dalan kerangkeng sebagai tanda ia kaya.
Sebaiknya kulepaskan saja binatang itu,” ia membatin.
Ia lalu mencoba memancing perhatian sang induk. Binatang itu segera
menunjukkan kemarahannya. Ia langsung berlari sambil melompat menerkam tetapi
mangsanya mengelinding menjauh dengan cepat. Binatang itu penasaran dan
mengejarnya lagi, tetapi kali ini lawannya melenting keatas dan hinggap di
dahan pohon. Si induk mendongak keatas
namun kemudian teringat akan anaknya dan berniat kembali. Saat ia berbalik
pergi, Lugasi melayang turun dan menggodanya. Si induk kembali mengejarnya
tetapi lawannya kini menghilang entah kemana. Ia kebingungan mecari, sementara
Lugasi dengan cepat memutari gundukan
itu dan berbalik ke lubang tempat anak harimau itu terjebak. Ketika
menciumi bau Lugasi memutari gundukan itu, sang induk mengikutinya sambil mengendus
hingga tiba kembali di lubang itu. Didapatinya anaknya telah terbebas dan
berada di tempat yang aman, sementara penolongnya duduk dengan santai diatas
sebuah cadas. Binatang itu memandanginya dengan tatapan yang sayu, seakan tahu
Lugasi bukan musuhnya, melainkan dewa penolong anaknya.
“Nah, kau bebas sekarang. Hati-hati dengan makhluk
berkaki dua yang disebut manusia ya? Mereka itu kelihatannya lemah, tetapi
makhluk paling berbahaya dan paling kejam sedunia. Kalian tidak akan pernah
saling membunuh sesama kecuali jika harus mempertahankan diri, tetapi manusia
sering membunuh sesamanya demi kesenangan. Hati-hati ya dengan makhluk seperti
saya ini. Hihi..hi!” pesannya dengan jenaka.
Seakan mengerti, binatang itu lalu mencengkeram
tengkuk anaknya dengan mulutnya dan membawanya berlalu dari sana dengan santai.
Beberapa saat kemudian..
“He, lihat! Sepertinya lubang kita sudah
terbongkar tetapi binatangnya tidak ada di dalam. Bagaimana bisa dia melepaskan diri?” kata
salah seorang pemburu kepada kawannya.
“Aneh! Apakah ada pemburu lain yang mendahului
kita?” timpal temannya.
Diatas batu cadas itu Lugasi bersiul-siul santai.
“He! Siapa kau! Apa kau yang mencuri buruan kami?”
“Aku adalah setan pemilik hutan dan isinya disini.
Kalianlah yang telah mencuri hartaku selama ini demi kesenangan!” jawab Lugasi.
“Kami ini pemburu, dan mencari makan dari berburu.
Kau jangan mengganggu pekerjaan kami,” kata seorang dari mereka.
“Kalian tidak sedang mencari makan, tetapi kalian
sedang mengejar kesenangan. Kalau sekedar untuk hidup kalian cukup berburu
kijang atau celeng yang lebih banyak
jumlahnya dan lebih mudah ditangkap. Tetapi kalian berburu harimau yang
harganya jauh lebih mahal,” kata Lugasi.
Tiba-tiba, dari balik cadas terdengar auman yang
keras. Kedua orang pemburu itu terperanjat dan langsung memanjat sebatang pohon
yang cukup besar hingga mencapai dahan yang tinggi. Harimau itu keluar dan
berjalan di bawah cadas tempat Lugasi duduk sambil menatap kedua pemburu itu.
Mereka segera menyiapkan panah.
“Kalian jangan coba-coba memanahnya, atau harus
berurusan dengan kapakku ini,” ancam Lugasi sambil melontarkan senjatanya.
Kapak itu melayang dan membabat sebuah ranting persis diatas kepala
kedua pemburu itu, lalu kembali ke pemiliknya.
“Kembali ke tempatmu, gogor!” katanya kepada induk
harimau itu. “Biar kuurus kedua makhluk
berkaki dua ini,” kata
Lugasi.
Seakan mengerti, binatang itu berbalik dan kembali
ke balik cadas.
“Nah, sekarang akan saya buat kalian merasakan
menjadi buruan. Macan-macan itu akan menjadi pemburunya!” kata Lugasi sambil
melontarkankan kapaknya dan dua ranting di dekat mereka terbabat putus.
“Tunggu, jangan lakukan itu. Kami, Huntaro dan
Huntari, terpaksa memburu harimau karena terlibat hutang dengan tuan tanah Hobijo
akibat kalah judi. Kalau kami berhasil menangkap hidup-hidup anak macan, Hobijo
akan menganggap lunas hutang kami,” kata seorang pemburu.
“Untuk apa anak macan itu?” tanya Lugasi.
“Untuk mainan tuan muda Angkuso anak tuan Hobijo,”
jawab mereka.
“Siapa itu Hobijo dan mainan apa yang mereka
lakukan terhadap macan-macanku?” selidik Lugasi.
“Tuan Hobijo itu menyukai kesenangan yang
aneh-aneh dan itu menurun kepada anaknya. Dia memiliki beberapa anak macan dan
macan dewasa. Yang sudah agak besar akan digunakan sebagai latihan tuan muda
Angkuso berburu macan di sebuah lahan yang telah dipagari. Biasanya para
pengawalnya diam-diam telah melukai macan itu atau membuatnya lemah agar tuan
muda itu berhasil membunuh buruannya. Mereka lalu berpesta merayakan keberhasilannya,”
jelas Huntaro.
“Sudah berapa lama ia melakukan itu?” tanya Lugasi
mulai geram.
“Sudah sejak kecil. Saat itu yang dipakai ya anak
macan yang baru 3 atau 4 bulan umurnya. Sekarang sudah meningkat ke macan
remaja atau yang uzur,” jawab Huntaro.
Lugasi mengerutkan keningnya, Ia berpikir sejenak
lalu berkata,
“Baik. Aku punya ide untuk melunasi hutang kalian.
Lekas kalian turun!” katanya sambil melompat turun dari batu cadas itu.
Melihat lawan bicara mereka turun dengan santai,
pelan-pelan Huntaro dan Huntari pun ikut turun. Apalagi dijanjikan akan bisa
mencari jalan keluar melunasi hutang mereka.
“Bagaimana saudara bisa melunasi hutang kami?”
tanya Huntari.
“Tunjukkan dimana tuanmu Hobijo itu tinggal!”
jawab Lugasi.
“Dia tinggal di bawah lereng bukit di seberang
bukit yang satunya itu, dekat perbatasan propinsi Gurada. Tetapi apa yang akan
saudara lakukan?” desak Huntari.
Lugasi menceritakan rencananya. Kedua pemburu itu mengangguk-angguk
setuju.
“Kalian tidak perlu melakukan apa-apa, dan hutang
kalian lunas. Tetapi jangan bermain judi lagi. Itu akan membuat hidup kalian
sengsara, seperti sekarang. Ingat itu!” tegas Lugasi.
Kedua pemburu itu mengangguk lagi.
Mereka lalu berangkat menuju tuan tanah Hobijo.
Tuan tanah itu memiliki pertanian dan
rumah yang bagus dan luas. Komplek rumahnya dikelilingi pagar tembok yang tinggi, dengan
bangunan induk yang menghadap sebuah taman dan lapangan yang luas. Pada salah
satu sudutnya terdapat sepetak lahan yang dibatasi kerangkeng kokoh. Di
dalamnya terdapat beberapa ekor harimau dari yang muda hingga tua.
Setiba disana kedua pemburu itu menyapa penjaga
pintu gerbangnya dan mengatakan akan bertemu dengan tuan Hobijo dan tuan muda
Angkuso.
“Tolong sampaikan ada hal aneh yang akan
dipetunjukkan kepada tuan Hobijo dan tuan muda,” kata Huntaro.
Penjaga itu masuk ke dalam dan beberapa saat
kemudian ia keluar lagi mempersilakan mereka masuk. Mereka berjalan melewati
beberapa bangunan kecil lalu lapangan yang luas, menyusuri jalur di tengah
taman yang indah hingga sampai di bangunan utama yang besar. Disana telah menunggu
tuan Hobijo.
“Kalian Huntaro dan Huntari, kakak beradik
pemburu. Apa yang kalian bawa sekarang?” tanya tuan rumah.
“Saat kami berburu, kami melihat anak muda ini
menangkap harimau dengan tangan kosong dan menungganginya,” jawab Huntaro.
“Dimana harimau itu sekarang?” tanya Hobijo.
“Dia melepaskannya kembali dengan menendang
pantatnya dan harimau itu lari terbirit-birit. Kami lalu membawanya kemari,”
jawab Huntaro.
“Siapakah kau anak muda? Betulkah yang mereka
bilang?” tanya Hobijo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.