Membuat Ladang dan Parit

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #63 )


Setelah mendapat penjelasan dari Andragi dan Paldrino, mereka segera berangkat. Para santri membagi diri untuk tugas-tugas pematokan  karena mereka lebih mengenali daerah itu. Primasa memimpin para santri, sedangkan Dwisa membawa Andragi, Paldrino, Brewok dan Loyo serta tiga empat orang santri ke tempat yang diperkirakan menjadi kluster pertama yang akan dibuat, yang berdekatan dengan area ladang. Disana mereka mendirikan gubuk sebagai tempat berteduh, memasak dan menyimpan peralatan kerja.

Karena medan yang sulit dan sangat luas, Andragi meminta agar pekerjaan pematokan dikonsentrasikan dulu pada area desa dan ladang. Ternyata pekerjaan itu dapat mereka selesaikan hingga sore hari. Mereka lalu memutuskan untuk kembali dulu ke Batutok guna mempersiapkan berbagai peralatan yang masih perlu dibawa. Juga berbagai perlengkapan lain, karena mulai besok sebagian besar akan menginap di gubug atau bedeng di lokasi itu.

Hari kedua pekerjaan dikonsentrasikan pada pembuatan alur jalan dan parit yang mengelilingi kluster pemukiman dengan cara membabat pohon dan tetumbuhan. Pekerjaan itu tidak mudah karena banyak pepohonan besar yang harus ditebang. 

Sementara yang lain sibuk menebang...

Tampak dua orang santri mengendap-endap memasuki hutan yang lebih dalam. Gerakan mereka sangat mencurigakan seakan sedang bersiap akan melakukan penyerangan. Melihat hal itu para santri yang lain segera menghentikan pekerjaan mereka, menunggu apa yang akan terjadi. Semuanya diam dan tegang...!.

Tiba-tiba terdengar suara lengkingan keras dari dalam hutan.

“Uiiiik! Uiiiik!” diikuti langkah-langkah kaki orang berlari.

“Horee!!” teriak para santri yang tadi diam menunggu, ketika melihat kedua rekannya keluar dari hutan sambil menggotong seekor celeng berukuran besar.

Rupanya kedua santri itu memang bertugas menjadi penyedia makanan bagi rekan-rekannya yang bekerja, termasuk berburu binatang, menangkap ikan serta mencari sayuran dan buah-buahan hutan yang bisa dimakan untuk seluruh pekerja. Adapun beras mereka bawa dari pesanggrahan Batutok. Dengan begitu semuanya bisa berjalan dengan lancar.

Meski pekerjaan membabat alas itu cukup berat, tetapi dengan semangat yang tinggi, dalam sembilan belas hari sudah terbentuk alur selebar 4 meter mengelilingi dan membagi area itu menjadi delapan kluster, walaupun disana-sini masih banyak pohon-pohon besar yang belum ditebang. Mereka memang berkonsentrasi pada kluster pertama yang dekat dengan area ladang.

Pada hari ke dua puluh Andragi meminta pak Paldrino memimpin merapikan kluster pertama sedangkan ia dan sebagian santri mulai membuka petak ladang yang pertama. Luas petak itu sekitar setengah lapangan sepak bola. Dengan demikian, seluruh area ladang itu dapat dibuat sekitar 400 petak, lebih banyak dari jumlah kapling rumah seluruh desa baru itu nantinya.  Mereka mulai membabat pepohonan dan semak tetapi  disana-sini tetap menyisakan beberapa pohon besar sebagai peneduh.

Pada hari ke dua puluh delapan, mereka telah memiliki sepetak ladang yang lumayan rapi, meski akar-akar pohon besar disana sini masih kuat menancap ditanah tetapi telah cukup banyak tanah kosong yang didapat dan subur tertutup humus. Dilain pihak, kluster pertama juga sudah terlihat rapi. Jalur jalan dan bakal parit telah terbentuk lumayan rata, pepohonan dan semak di area bakal kapling telah ditebang habis dan hanya menyisakan pada area taman.

Pada hari ke tiga puluh satu Andragi hanya memerlukan lima orang santri serta Brewok untuk membantunya di ladang, sedangkan sisanya diminta bergabung dengan pak Paldrino untuk meneruskan pembuatan kluster pertama. Brewok dan ke lima santri itu dimintanya membuat lubang berukuran 1x1x1 meter sebanyak mungkin dengan jarak masing-masing 1 meter. Dalam dua hari ke enam orang itu berhasil membuat 20 lubang.

Pada hari ke tiga puluh tiga ia memanggil mereka.

“Sobat Brewok dan para santri, terimakasih. Kalian telah menjalankan tugas dengan baik. Kini saatnya kita mulai menciptakan hasil ladang yang hebat,” katanya.

Mata mereka berbinar-binar, penuh optimisme.

 “Tugas kalian selanjutnya adalah mengisi lubang-lubang itu dengan humus, yaitu dedaunan yang sudah membusuk dan tanah yang subur hingga tiga per empatnya. Setelah itu sebagian dari kalian pergi ke desa mencari batang-batang ubi kayu atau singkong terbaik yang masih segar dan sebagian lagi mencari batang ubi kayu hutan yang banyak terdapat di hutan ini. Ukurannya sebesar ini,” katanya sambil mempertemukan ujung jempol tangannya dengan ujung jari telunjuknya.

“Oh, ya. Jangan lupa membawa contoh umbi singkongnya yang termasuk besar,” lanjutnya.

Pekerjaan itu terbilang ringan. Pada sore hari itu juga mereka berhasil mengumpulkan batang-batang singkong segar dan ubi kayu hutan cukup banyak, setelah sebelumya mengisi lubang-lubang dengan humus dan tanah subur. Juga sekeranjang umbi singkong. Ternyata rata-rata singkong Klapa Getir hanya bergaris tengah 2 hingga 3 cm, sama atau agak lebih kecil dari pada singkong di jaman kini yang biasa kita makan.

 Sementara itu kelompok pak Paldrino tengah memulai membuat parit yang mengelilingi kluster pertama. Parit itu berukuran 1  meter dengan kedalaman 1 meter. Pekerjaan ini tidak mudah karena banyak akar pohon besar yang masih menancap dan juga sering menemui bongkahan batu besar. Tetapi semuanya tampak bersemangat, karena tidak ada paksaan yang mengancam mereka. Semua antusias karena ingin melihat hasil pekerjaan yang baru pertama kali mereka lakukan.

Pada hari ke tiga puluh lima Andragi menjelaskan proyek singkongnya.

“Kita akan menggabungkan tanaman singkong dengan ubi kayu hutan. Caranya dengan memotong bagian atas batang singkong dan bagian bawah batang ubi kayu hutan secara miring, lalu kedua potongan miring itu disatukan dan diikat kuat-kuat. Setelah itu di tanam seperti biasa di dalam lubang yang sudah disediakan. Awas jangan sampai terbalik! Batang singkong yang ditanam, bukan batang ubi kayu hutan!” jelas Andragi.

“Perhatikan umbi singkong kita ini. Ukurannya hanya sebesar ini. Simpanlah ini untuk kita bandingkan nanti. Sisanya yang satu keranjang itu boleh direbus untuk di makan semua orang yang bekerja,” tambah Andragi.

“Berapa panjang kedua batang itu masing-masing?” tanya seorang santri.

“Cukup satu setengah jengkal masing-masing. Jelas ya?” tanyanya.

Mereka mengangguk dan segera mengerjakan permintaan Andragi itu. Hari itu juga pekerjaan itu selesai mereka kerjakan, bahkan sisa waktunya digunakan untuk membuat lubang-lubang baru. Andragi lalu meminta mereka menyiramnya dan sejak hari itu menugaskan dua orang untuk merawat tanaman baru mereka serta memperbanyaknya. Yang lain dimintanya bergabung dengan rekan-rekan mereka membuat parit di kluster pertama.

Pada hari ke empat puluh satu parit itu selesai dikerjakan sepenuhnya mengelilingi kluster pertama.

“Kemana air dari parit ini nantinya di alirkan?” tanya Paldrino.

“Dari kluster ini kita alirkan melalui tengah-tengah area ladang dan untuk sementara dibuang disana pada bagian lembah. Nantinya, saat sudah cukup tenaga kita akan teruskan mengalirkannya ke sungai yang terdekat,” jawab Andragi.

“Baiklah, besok kita mulai membuat parit membelah area ladang. Juga membuat jembatan diatas parit yang memotong jalan. Tentunya parit pembuangan itu harus lebih besar dari parit kluster,” kata Paldrino.

“Benar, pak. Kita buat selebar dua meter dan dalamnya satu setengah meter,” jawab Andragi.

“Kalau begitu, harus ada sebagian yang mengerjakan kayu guna membuat jembatan,” kata Paldrino.

“Ijinkan saya membantu mengerjakan kayu. Saya tahu sedikit soal pengerjaan kayu,” pinta Loyo.

“Bagus, kalau begitu! Karena selain untuk membuat jembatan, kelompok ini harus juga menyiapkan kayu-kayu untuk membuat rumah contoh. Sobat Loyo bisa membantu saya merencanakan jembatan dan bentuk rumah dengan menggunakan kayu yang telah banyak kita tebang itu,” kata Andragi.

Malam itu juga Andragi dibantu Loyo merancang jembatan kayu seperti tampak pada gambar di bawah ini.

(gambar disimpan dalam draft blogger)

 Jembatan itu bisa dirangkai lebih dahulu lalu tinggal dipasang pada tempatnya. Panjangnya 3 meter dan lebarnya 2 meter. Karena lebar jalan sekitar 6 meter, maka akan ada dua jembatan yang dipasang berjejer dan berjarak satu meter. Sederhana dan tampak indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA