Tugas Meredam Gosip

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #74)

Kita tinggalkan dulu Komir dan Kepos.

Begitu suaranya lenyap maka melesatlah makhluk hitam ke balik cadas besar dan menjauh dari sana.  Tidak jauh dari situ telah menunggu 2 orang yang menahan ketawa melihat makhluk hitam itu datang mendekat.

“Permainan Sandiwara yang mengesankan....” kata seorang yang tak lain adalah Loyo.

“Saya sampai tak kuat menahan ketawa melihat mereka ketakutan setengah mati...” timpal Brewok.

“Hihiihi... bagus kan,” kata makhluk hitam itu yang tak lain adalah Lugasi.

“Tapi badan ini serasa gatal, apalagi dengan rambut ijuk berantakan ini,” kata Lugasi sambil berlari menuju telaga. Dia langsung mencebur kesana membersihkan diri dari arang hitam di wajah dan tubuhnya.

Selepas membersihkan diri mereka segera menuju Kenteng untuk memberitahu Andragi apa yang telah mereka lakukan. Andragi pun tersenyum mendengar cerita mereka yang kocak itu.

“Bagaimana bisa sampai ke ide itu?” tanya Andragi.

“Mengetahui yang menguntit cuma dua orang saya pikir cukup sobat Lugasi saja yang bertindak. Saya bertugas menyiapkan jelaga dan sobat brewok membuat rambut ijuk. Lalu kami berdua bersembunyi untuk menonton sandiwara yang bagus itu.” Loyo menjelaskan.

“Hahaha.hahhaha....!!” mereka bertiga tertawa bersama.

“Kerja yang Bagus. Tidak ada korban, tidak ada yang terluka. Saya kira pesannya akan sampai ke pak Diguldo dengan atraksi membuntungi singkong dan ancaman buntung tangan dan kaki itu...” kata Andragi.

“Hihihi... Saya pikir pak Diguldo akan tahu itu ulah saya, hihihi...,”  cetus Lugasi jenaka.

“Artinya beliau tahu singkong ajaib berasal dari kita dan sebaiknya untuk sementara dirahasiakan...” kata Andragi.

Pada saat itu terdengar langkah orang mendekati mereka. Ia memberi salam, dan ternyata Sutar yang datang. Setelah minum seteguk pembicaraan dilanjutkan.

“Tapi, bagaimana nasib kedua orang itu? Bagaimana mereka bisa kembali di tengah malam dalam hutan yang lebat itu?..” tanya Andragi.

“Saya sudah membuat tanda-tanda dengan  menebas dedaunan dan batang pohon saat menghilang tadi agar nudah dikenali sebagai bekas dilalui orang, sesuai rencana yang kita buat. Dengan begitu mereka bisa lebih mudah mencapai jalan menuju Poruteng,” jelas Sutar.

“Rencana yang cerdas, sobat-sobatku. Terimakasih banyak,..” kata Andragi mengakhiri pembicaraan mereka.

Sutar lalu mohon diri untuk pulang ke rumahnya dan beristirahat.

Sebelum membubarkan diri, Lugasi mengajak bicara Andragi, Loyo dan Brewok. Dia menceritakan janji dan rencananya bersama Rampoli untuk merampok kembali harta yang diperas dari rakyat demi hadiah perkawinan Kepala Negeri.

Andragi, Loyo dan Brewok setuju dengan rencana itu dan berjanji akan membantu Rampoli.

“Baiklah sobat Lugasi kita akan pergi setelah kita selesaikan bagian-bagian penting dari pekerjaan membangun Kenteng Baru,” kata Andragi.

“Tidakkah sebaiknya kita selesaikan dulu pekerjaan disini baru pergi?” tanya Loyo.

“Saya pikir ada baiknya juga kita beri kesempatan mereka untuk menyelesaikan sendiri pekerjaan ini agar mereka tidak selalu bergantung kepada kita. Disamping itu agar tumbuh kepercayaan diri kalau mereka mampu menyelesaikan masalah mereka dan karena itu punya rasa memiliki yang tinggi untuk memelihara dan menjaganya dari gangguan....” jelas Andragi.

“Wow, saya dapat pelajaran baru nih..!!” seru Brewok.

“Lagipula, kalau hasil kerja mereka kurang sempurna kita bisa kembali untuk membenahinya atau mengarahkan mereka utk memperbaikinya,..” kata Amdragi.

“Hihihihi.. tadinya saya merasa menyesal sudah membicarakan masalah Rampoli ini sehingga sobat-sobat harus meninggalkan pekerjaan disini....” cetus Lugasi seperti merasa bersalah.

“Tidak sobat Lugasi, justru sebaliknya kita berterimakasih kepada sobat Lugasi karena mendapat manfaat dari masalah sobat Rampoli ini..” jelas Andragi.

“Iya, benar juga ya. Seperti ‘berkah terselubung’ ya?.” tanya Loyo.

“Saya pikir begitu sobat Loyo,” jawab Andragi.

Mereka jadi bersemangat untuk membantu Lugasi mengatasi masalah yang dihadapi Rampoli. Karenanya mereka juga tambah semangat mengerjakan pembangunan Kenteng Baru agar pada saat mereka pergi nanti semua bagian-bagian penting sudah jadi seperti parit, rumah contoh, sumur, WC, Area Lapak, badan jalan dan jembatan. Dengan begitu warga tinggal melanjutkan sesuai contoh yang telah ada.

-----------------------

 Kita tengok dulu apa yang terjadi pada Komir dan Kepos setelah makhluk hitam mengerikan itu pergi.

“Ayo Pos, kita pergi, cepat bangun..!” ajak Komir sambil menarik tangan Kepos keatas mengajaknya bangun berdiri. Ia tak berani bersuara keras karena masih diliputi ketakutan yang sangat.

Dengan susah Komir membangkitkan semangat Kepos sementara dia sendiri masih ketakutan. Tapi dengan ketakutan itu justru ketika sadar Kepos lalu bangkit berdiri dan siap berlari menjauh.

“Eh, mau lari kemana kau..? Kita tak tahu  arah pulang..,” cegah Komir.

Sambil berpegangan mereka mencoba mencari arah untuk pulang. Mereka bahkan tak sempat berpikir kemana dan dimana Sutar menghilang. Beruntung setelah beberapa saat mencari di dalam gelapnya hutan di waktu malam mereka melihat bekas ranting dan dedaunan yang patah seperti bekas dilalui orang.

“Ini ada ranting patah bekas dilalui orang. Pasti dari sini tadi kita datang,” ujar Komir. Kepos hanya bisa mengangguk setuju.

Mereka lalu berjalan mengikuti jejak ranting dan dedaunan yang patah atau tersibak yang memang sengaja dibuat oleh Sutar itu. Meskipun lambat, tetapi akhirnya mereka bisa mencapai jalan yang menuju Poruteng. Dengan perasaan lega terbebas dari angkernya hutan, mereka bergegas menuju Poruteng.

Hari masih terang tanah ketika nereka tiba di Poruteng dalam keadaan lelah lahir batin. Juga rasa lapar dan haus menyengat nereka. Mereka langsung menuju Markas kediaman Diguldo, bermaksud hendak melapor.

 Setiba di depan pintu gerbang markas Pamong Negeri Poruteng mereka dihadang oleh dua orang penjaga.

“Brenti..!! Siapa kamu pagi-pagi begini datang kesini..!!’ bentak seorang penjaga.

“Kami utusan Komandan Diguldo mau melapor, penting..,!!” jawab Komir.

“Tidak bisa..!! Komandan belum bangun sepagi ini..Tunggu setelah matahari naik baru boleh menghadap. Itupun kalau Komandan sudah bangun!” hardik penjaga itu.

Mendengar ada sedikit keributan itu beberapa orang penjaga keluar dan mendekat.

“Ada apa ini..?” tanya mereka bersahutan.

“Orang ini mau melapor ke Komandan sepagi ini..” jawab penjaga yang berhadapan dengan Komir.

“Tolong buka gerbang, ini penting...!” kata Komir.

“Hei.. sebentar..! kata seorang penjaga yang baru datang.

“Sepertinya memang dia utusan Komandan. Saya melihatnya beberapa hari yang lalu menghadap beliau dan keluar beberapa saat kemudian..” lanjutnya.

“Saya akan melapor dulu ke petugas jaga di dalam..,” katanya sambil bergegas masuk ke dalam gerbang.

Beberapa saat kemudian dia kembali,

“Mari masuk, temui komandan jaga kami..,” katanya.

Komir dan Kepos digiring masuk melalui pintu gerbang dan menemui komandan jaga yang bertugas saat itu.

“Menurut laporan anak buah saya kamu utusan Komandan Pamong Negeri, betulkah..?” tanya komandan.

“Betul, nama saya Komir dan ini kawan saya Kepos. Ada hal penting yang harus segera saya laporkan..,” jawab Komir.

“Seberapa pentingkah itu? Haruskah saya membangunkan beliau sepagi ini atau masih bisakah saudara menunggu?” tanya komandan.

“Saya kira kami bisa menunggu sampai beliau bangun. Tetapi tolong berikan kami tempat beristirahat saat menunggu..,” pinta Komir.

“Baik, silakan istirahat di gardu itu. Kalau Komandan sudah bangun saya akan laporkan kedatanganmu...,”

“Terimakasih..,” kata Komir.

Mereka lalu menuju gardu yang ditunjuk.

“Kok penjaganya baik-baik ya? Biasanya kan sangar-sangar..? tanya Kepos keheranan tapi nerasa lega.

“Oh iya.... Komandan Diguldo itu orang yang baik dan lurus, beda dengan yang dulu-dulu. Sejak jadi komandan disini beliau mengubah banyak hal terutama yang menyangkut pelayanan kepada masyarakat..,” jelas Komir.

“Ooo pantesan kamu sebagai Pamong Negeri biasa yang bertugas di pasar kota bisa menghadap dan jadi utusan beliau...” timpal Kepos.

“Iya, kalau tidak mana berani saya menghadap beliau langsung..”

Karena kelelahan dan merasa aman mereka jatuh tertidur. Dalam keadaan lelap tiba-tiba mereka dibangunkan penjaga dan menyadari kalau matahari sudah tinggi.

“Komandan sudah bangun dan bersedia menerima kalian. Tetapi beliau menyuruh kami menyediakan sarapan buat kalian,” kata penjaga sambil menunjuk bungkusan besar berisi makanan dan minum di dekat mereka.

“Silakan sarapan dulu dan bebersih diri disana. Sesudah itu kami akan antar untuk menghadap..,” lanjutnya.

Perut yang keroncongan membuat mereka langsung membongkar bungkusan besar itu dan melahap  seluruh isinya. Setelah itu mereka bebersih diri di tempat yang ditunjuk penjaga tadi.

Kini badan mereka serasa segar karena sudah tidur, sudah sarapan dan sudah bebersih diri. Tinggal menunggu perintah menghadap.

“Komandan Diguldo sungguh orang yang baik. Kita diberinya makanan dan istirahat dan...,” kata Kepos terputus melihat penjaga mendatangi mereka.

“Silakan menghadap Komandan. Mari ikuti saya...,” kata penjaga.

Merekapun langsung berdiri dan berjalan mengikuti penjaga untuk menghadap Komandan Diguldo. Setelah mereka masuk Diguldo meminta penjaga meninggalkan ruangan karena pembicaraan bersifat rahasia.

“Selamat pagi saudara Komir dan ...?” sapa Diguldo.

“Saya Kepos tuan..,” jawab Kepos hormat.

“Baiklah.. Ada hal penting apakah yang mau kalian laporkan sehingga telah datang sejak pagi buta tadi..?” tanya Diguldo.

 Dengan runtut Komir menceritakan bagaimana mereka menguntit penjual singkong ajaib sampai dia setuju mengantar jauh ke dalam hutan dekat desa Kenteng tempat asal singkong ajaib itu.

“Tunggu, katamu dekat desa Kenteng..? tanya Diguldo.

“Maksud saya, sebelum sampai Kenteng kami belok kiri masuk hutan menuju tempat itu..” jelas Komir.

“Lalu, apakah kamu berhasil mendapatkan singkong itu?” desak Diguldo.

“Iya Komandan. Kami sampai ke tempat yang ada cadas besar dan menemukan pohonnya dan menggali singkong itu..” jelas Komir.

“Benarkah begitu..??” tanya Diguldo memotong kata-kata Komir, sambil mengarahkan pandangannya ke Kepos untuk memastikan kebenarannya.

(“Hmmm..., menurut saudara kembar istriku yang jadi istri pak Paldrino singkong itu ditanam di desa baru di seberang danau, apakah orang-orang ini berbohong?” pikir Paldrino.)

“Benar Tuan...!!,” kata Kepos tergagap  karena ditatap oleh Diguldo.

“Kami senggalinya dan mendapatkan singkong besar itu., tapi .....!!” jelas Kepos.

“Tapi apa...??!!” sergah Diguldo.

“Tapi..tapi..., waktu.. singkong....itu ...di...di..angkat...” kata Kepos terputus-putus.

“Ya, kenapa..?? kejar Diguldo tak sabar.

“Waktu singkong raksasa itu saya angkat tinggi-tinggi...,” jelas Komir dengan lebih lancar.

“Tiba-tiba ada bayangan hitam yang menggelinding sangat cepat dan tahu-tahu singkong itu telah terpotong-potong dan makhluk itu melenting naik keatas batu cadas besar itu..” lanjut Komir.

Dia lalu menceritakan bagaimana mereka ketakutan setengah mati setelah diancam akan dipenggal putus kepala mereka kalau tidak memberitahu siapa yang menyuruh mereka.

“Jadi, kamu beritahu..!!” bentak Diguldo.

“Ampun komandan..., Dengan menyebut nama komandan kami diberi hidup untuk menyampaikan pesan dan ancamannya...,” lawab Komir ketakutan.

“Apa pessan dan ancamannya...??” tanya Diguldo dengan dada berdebar.

“Katanya kasih tahu Komandan Diguldo jangan pernah ada lagi yang coba mencari tahu asal singkong ajaib atau akan dibuat buntung kaki dan tangannya....dan...” jelas Komir.

“Dan Apa...!!” kata Diguldo terhenyak.

“Dan ,..is..tri ..nya..,” jawab Komir pelan dan terbata-bata.

Semua diam. Suasana tegang. Komir dan Kepos duduk berdebar-debar, menunggu apa reaksi Diguldo.

Wajah Diguldo terlihat  tegang, dahinya berkerut seperti sedang berpikir keras. Padahal sesungguhnya hatinya lega karena ancaman itu jelas menunjukkan siapa makhluk hitam menyeramkan itu.

“Hmm..., hanya ada satu orang yang biasa menggelinding cepat dan melenting tinggi lalu tahu-tahu lawannya buntung tangan dan kakinya. Apalagi dia menyebut istriku” pikir Diguldo.

“Pasti dia itu Lugasi! Berarti para Sobat saya di tempat kakek Blakitem menghendaki saya merehasiakan tempat mereka menanam singkong ajaib itu. Baiklah kalau begitu” simpul Diguldo dalam hati, lega.

“Komir dan Kepos..!! Dengarkan baik-baik..!!” kata Diguldo dengan nada berat dan tegas.

“Peringatan itu harus kita ikuti sebaik-baiknya, supaya tidak ada yang jadi korban buntung tangan dan kakinya,.....mengerti..!!?? tandas Diguldo.

“Mengerti tuanku,..” jawab keduanya hormat.

Ada sedikit kelegaan di hati Komir dan Kepos karena mereka tidak dimarahi dan Komandan Diguldo memilih untuk menuruti permintaan makhluk hitam mengerikan itu. Toh permintaannya ringan, bukan uang atau barang atau sesaji manusia.... cuma tidak mengusik tempat singkong itu berasal.

“Dan kalian sejak saat ini punya tugas meredam kehebohan orang membicarakan asal usul singkong ajaib itu. Sebarkan ancaman itu secara tidak mencolok. Katakan kalau tempat asal singkong itu di dalam hutan yang jauh dan angker karena ada makhluk penguasa hutan yang akan membuat buntung tangan dan kaki siapa saja yang mencoba mencari tahu tempatnya. Kalian mengerti,...!!??’

“Mengerti, tuanku,” jawab mereka serempak.

“Coba ulangi apa yang harus kalian katakan.!” pinta Diguldo.

Satu persatu mereka mengulangi kata-kata yang yang harus mereka sebarkan, berulang kali sampai benar. Mereka tidak boleh menyebut nama Diguldo dan istrinya dalam ancaman yang mereka sebarkan.

“Jangan pernah cerita kalau kalian pernah pergi ke hutan itu dan bertemu dengan makhluk seram itu. Itu akan membuat dirimu terancam karena pasti ada orang-orang jagoan yang ingin kesama dan mengancam kalian menunjukkan tempat itu. Kalian pun mungkin akan dibunuh, ditebas lehermu oleh makhluk itu, tidak hanya buntung kaki dan tanganmu saja,.. mengerti!!”

“Mengerti, tuanku..” jawab keduanya merinding membayangkan leher mereka ditebas makhluk itu. Mereka sudah pernah merasakan hampir di tebas lehernya oleh makhluk penguasa hutan itu.

“Baik, pergilah ke pasar atau warung dan jangan pernah mulai bercerita lebih dulu. Kalian hanya menanggapi orang yang ngomong asal usul soal singkong itu. Mengerti..??”

“Kami mengerti,tuanku..tapi ...” jawab Komir.

“Tapi apa...” tanya Diguldo.

“Bagimana menjelaskan pedagang singkong itu bisa mendapatkannya..?” tanya Komir.

“Katakan bahwa mereka itu anak buah atau orang yang menghormati dan melayani penguasa hutan itu serta yang menjaga kelestarian hutan itu. Selain mereka, akan dibuat buntung atau ditebas lehernya..” kata Diguldo.

“Pada dasarnya tugas kalian adalah meredam kehebohan atau keonaran yang timbul karena berita singkong ajaib itu. Minta mereka sebaiknya diam supaya makhluk itu tidak marah dan mencelakakan mereka..,” jelas Diguldo.

“Ini bekal untuk menjalankan tugas kalian selama sebulan,..Lakukan dengan sebaik-baiknya..” kata Diguldo sambil mengulungkan sekantung uang.

“Terimakasih, Komandan..” Jawab keduanya.

Komir dan Kepos segera kembali ke pasar dan bertugas seperti biasa sebagai pamong negeri di pasar kota Poruteng.  Mereka berkeliling melihat situasi pasar.

Sementara itu Diguldo segera menghadap Adipati Opowae untuk melapor.

“Bagaimana saudara Diguldo, sudah ada berita,..??” tanya Opowae.

“Sudah tuan Adipati,...Orang kepercayaan saya sudah sampai ke tempat asal singkong ajaib itu berada tetapi belum berhasil mendapatkannya karena dijaga oleh makhluk penguasa hutan itu yang sangat ganas..” jelas Diguldo.

“Tapi kenapa ada orang yang bisa mendapatkannya,..?? Apa perlu kita mengirim pasukan tentara kesana,..??” tanya Adipati.

“Mereka itu penduduk setempat dan rakyat dari penguasa hutan itu.  Mereka hanya datang untuk menjual singkong dan tidak mengganggu atau merugikan rakyat kita,..” jelas Diguldo.

“Jadi, saya pikir belum perlu mengirim pasukan ke sana karena mereka tidak memusuhi atau menggangu kita. Kita hanya perlu meredam kehebohan berita itu dan mencegah terjadinya keonaran,..” lanjut Diguldo.

“Baiklah,... Lakukan itu. Saya percayakan saudara Komandan Pamong Negeri Diguldo untuk menanganinya sebaik-baiknya,.!!” perintah Adipati.

“Siap, tuan Adipati,..” jawab Diguldo.

Kita kembali ke Komir dan Kepos,

Di bagian pasar hewan Komir dan Kepos melihat kerumunan orang sepertinya seru membicarakan sesuatu. Mereka saling celoteh dengan penuh rasa ingin tahu tentang singkong ajaib itu.

“Daripada menjual hewan yang lama memeliharanya lebih baik pergi mencari singkong besar itu. Lebih cepat dapat uang...” kata seseorang.

“Iya betul juga, tapi kemana mencarinya..” timpal yang lain.

“Yang saya dengar tempatnya jauh dari sini didalam hutan yang angker dan berbahaya...” kata Komir mulai beraksi.

“Memang, bahayanya apa pak Pamong..??” tanya seseorang.

“Ada makhluk penunggunya yang seram dan akan membuat buntung kaki dan tangan siapapun yang datang kesana..” jawab Komir.

Sebagian yang mendengar menjadi ngeri dan pelan-pelan pergi dari kerumunan itu. Mereka memilih tidak cari perkara dengan makhluk seram itu sehingga tinggal sedikit saja yang masih disitu.

“Ah itu berita belum tentu benar......., apa pak Pamong pernah lihat sendiri kesana...!!?” tanya seseorang yang bertampang lucu.

“Ah.., tentu tidak!!. Kalau saya pernah kesana tentu tangan atau kaki saya sudah buntung sekarang...he..!” jawab Komir sambil tertawa.

Yang mendengarpun ikut tertawa dan mengangguk-angguk menyetujui pendapat Komir. Merekapun mulai bubar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA