Menyimpan Harta Rampasan di Gua Harimau

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #83 )

“Dan untuk meyakinkan, kalian harus membuat 5 gundukan tanah seperti kuburan sebagai kuburan kalian masing-masing,..paham??” tanya Andragi.

“Ya, kami mengerti,..” jawab mereka hampir bersamaan.

Kelima orang itu pun langsung membuat gundukan kuburan palsu mereka masing-masing di tempat yang ditunjuk. Mereka mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan membuat sebaik mungkin seakan sedang menguburkan dirinya sendiri.

Di bagian lain Rampoli bangun dan memeriksa para prajurit yang pulas tertidur. Diantara mereka ada juga yang tidak sepenuhnya tertidur dan ketika mereka coba bangun segera pula dilumpuhkan oleh Rampoli. Ia lalu mengambil setiap senjata para prajurit yang tertidur pulas itu dan mengumpulkannya di tempat terpisah.

 Setelah itu dia segera mendatangi Andragi dan teman-temannya dan berpura-pura sebagai tawanan yang ditangkap oleh Balmis dan Brewok. Rampoli juga berpura-pura minta dibunuh karena tidak bisa kembali jika gagal dalam tugas pengantaran ini. Ia juga lalu “disuruh” membuat kuburannya sendiri. Kelima pimpinan prajurit dalam hati merasa senang dapat tambahan teman senasib.

Selesai dengan pembuatan kuburan palsu, Andragi mengajak semuanya berkumpul dan menjelaskan apa yang selanjutnya mereka kerjakan.

Kini dengan bebas para “perampok” itu mengosongkan gerobag yang berisi berbagai benda berharga dan uang emas sebagai hadiah bagi kepala negeri Sudoba. Mereka memasukkan ke dalam karung-karung yang sudah disiapkan sebelumnya agar mudah dibawa oleh orang. Terkumpul sebanyak dua puluh karung berisi penuh benda-benda berharga itu.

Mereka lalu melepaskan dua ekor sapi penarik gerobag dan memuatkan sebagian karung di punggungnya. Sisanya dipikul oleh beberapa orang. Mereka lalu membawa karung-karung itu agak jauh ke dalam hutan dan menunggu disana sementara Lugasi, Andragi dan Balmis tetap ditempat itu karena yang harus mereka lakukan.

Andragi, Lugasi dan Balmis segera membakar semua rumah penduduk untuk mengesankan terjadinya perampokan besar-besaran dan ganas sehingga membuat warga desa itu melarikan diri entah kemana. Sementara api berkobar menyala di tengah malam dan menghanguskan rumah-rumah sederhana itu, ketiganya lalu  memeriksa para prajurit yang ternyata masih pulas tertidur. Demikian juga Laja.

Mereka naik keatas gerobag untuk beristirahat dan mengawasi para prajurit yang tertidur itu. Menjelang fajar satu persatu sudah ada yang mulai sadar dan mencoba bangun, tetapi tubuh mereka terasa lunglai seakan tak bertulang. Ketika matahari mulai muncul di balik bukit semuanya telah terbangun dan sebagian besar sudah bisa duduk tapi belum bisa bangun berdiri. Mereka juga segera menyadari senjata mereka sudah tidak ada di pinggang masing-masing.

Lugasi berdiri diatas gerobag sedangkan Andragi dan Balmis menjaga di sekitar para prajurit yang terduduk itu.

“He,... kalian semua,..!! Dengarkan,..!!” teriak Lugasi.

“Kalian telah kami lumpuhkan dan para pemimpin kalian teha mati terbunuh. Barang hantaran kalian telah kami rampas untuk kami kembalikan kepada rakyat Megalung..!!” kata Lugasi dengan lantang.

“Kalau kami ingin membunuh kalian, sejak tadi malam kalian sudah jadi bangkai,..!! Kami bukan perampok dan penjahat, karena itu kami membiarkan kalian hidup dan sekarang menunjukkan muka kepada kalian, karena kami tahu kalian hanya prajurit biasa dan punya anak dan istri yang harus dihidupi,..” pidato Lugasi.

“Nah, sekarang kalian bebas dan boleh pulang kalau sudah pulih,..!!” katanya mengakhiri.

“Tapi,... tuan,..??” tanya Laja tiba-tiba dan dia sudah bisa berlutut.

“Kemana teman saya disini,.. apa dia ...terbunuh,..??” tanya Laja.

“Uh, yang ada didekatmu,..hmmm.. sudah kami tawan karena dia tidak sepulas kalian tidurnya,..” jawab Lugasi.

Bagi Laja, Rampoli bukan hanya sekedar seorang sahabat saja tetapi lebih dari itu dia adalah dewa penolong yang menyelamatkan nyawanya dan sandaran dirinya yang bisa mengobati kalau sakitnya kambuh. Karena itu dia ingin juga ditawan saja, lagipula dia tidak akan bisa dibiarkan hidup kalau melaporkan bahwa tugas pengantaran itu telah gagal.

“Kalau begitu,... saya minta ditawan juga, tuan,..” Laja memohon.

“Lho,.. kenapa begitu,..??  Orang sudah dibebaskan kok malah minta ditawan,..hihihi,..” tanya Lugasi.

“Dia itu tabib saya,.. Saya akan mati kalau kambuh ...dan tidak diobatinya... Lagipula saya tidak bisa pulang kalau tugas ini gagal.. Saya akan dihukum mati,,!!” jawab Laja.

“Hmmm,... alasan yang baik,... baiklah,.. kau akan jadi tawanan kami menemaini kawanmu itu,..” kata Lugasi.

Tiba-tiba mulai terdengar suara-suara berbisik-bisik  diantara para prajurit yang semakin lama makin berdengung seperti suara orang-orang di keramaian.

“Heiii,.. DIAM..!!” Bentak Lugasi dan secepat kilat ia melenting tinggi dan berkelebat diantara pepohonan yang mengelilingi para prajurit itu lalu melenting kembali ke tempat semula diikuti dengan rontoknya banyak dahan sebesar lengan berjatuhan disekitar para prajurit. Merekapun langsung terdiam, membisu.

“Apa yang kaian ributkan,..he?? Apa leher kalian ingin putus seperti dahan-dahan itu,..he..??” bentak Lugasi.

“Ampun,.. tuan...” kata seorang prajurit sambil berlutut memberanikan diri menjawab.

“Kami ..juga... tidak bisa ...kembali, karena akan.. dihukum.. mati..” katanya.

“Hmmm,... bagaimana mungkin,..??” kata Lugasi sambil menggaruk-garuk kepalanya meski tidak gatal.

Andragi lalu naik keatas gerobag menggantikan Lugasi.

“Begini saudara-saudara.. Saat ini kami sedang berusaha mengembalikan barang rampasan itu kepada rakyat Megalung yang berhak menerimanya. Tugas ini tidak mudah. Dan kalian wajib membantunya, karena sebagai prajurit kalian pula yang telah ikut merampasnya dari rakyat Megalung.,,,” kata Andragi.

Para prajurit itu terdiam dan mata mereka bertanya-tanya.

“Baiklah, .... Dengarkan baik-baik,..” kata Andragi.

“Kalian tidak usah kembali ke markas kalian, tetapi pulang ke rumah masing-masing secara diam-diam lalu bawa anak istri kalian pergi menyeberang sungai Pragi menuju desa-desa di sekitar  Selonto di kaki gunung Kalas. Kalian akan kami bekali dengan uang yang cukup untuk hidup 6 bulan bersama keluarga. Tiga puluh hari dari sekarang kami akan ada di kaki gunung Kalas dan disana kalian bisa bergabung dengan kami...”

“Apa kalian mengerti,..?? tanya Andragi.

Terdengar gerendengan suara para prajurit itu berbicara satu dengan lainnya membahas kata-kata Andragi itu. Rupanya tidak ada pilihan lain yang lebih baik buat mereka selain menerima usulan itu.

“Baik, ... kami mengerti,..” kata prajurit yang dituakan.

“Nah,.. Selama menunggu 30 hari itu kalian sebaiknya menyebar di beberapa desa di sekitar Selonto  dan setiap satu atau dua pekan saling ketemu di pasar Selonto untuk mengetahui perkembangan keadaan,..” jelas Andragi.

Mereka pun mengangguk-angguk paham, dan melihat ada jalan untuk bisa tetap hidup. Lugasi dan Balmis lalu membagi-bagikan sejumlah keping uang kepada setiap prajurit untuk bekal mereka.

“Nah sekarang kami akan tinggalkan tempat ini. Sebelum kalian pergi kuburkan dulu komandan kalian yang terbunuh itu. Ganti pakaian kalian dan pergi satu-satu atau berdua. Jangan berombongan,.. Simpan pedang kalian baik-baik, jangan sampai kelihatan. Mungkin suatu saat diperlukan,” kata Andragi lagi.

“Oh, ya... Kalian boleh menangkap kambing atau ayam yang tertinggal di desa ini untuk sarapan, tetapi cepat pergi sebelum ada orang yang lewat disini,..” kata Lugasi.

Para prajurit segera bangun dan berganti pakaian. Ada yang segera menggali kubur dan ada yang menyiapkan sarapan. Setelah itu berdua-dua mereka pergi meninggalkan tempat itu secara sembunyi-sembunyi.

Andragi, Lugasi dan Balmis lalu mengajak Laja  menyingkir dari tempat itu masuk hutan menyusul teman-teman mereka yang sudah pergi lebih dulu. Setelah bertemu Andragi menceritakan apa yang baru mereka kerjakan terhadap para prajurit.

“Kenalkan ini sobat Laja yang mita dirinya jadi tawanan kita. Apakah bisa diterima,..??” tanya Andragi bersandiwara.

“Dia sahabat saya,.. dan sedang sakit. Dia butuh obat dari saya,..” kata Rampoli.

Yang lain mengangguk-angguk mencoba memaklumi apa yang dikatakan Rampoli. Laja merasa bersyukur atas kata-kata Rampoli yang baginya sangat membantu meyakinkan agar bisa bergabung dalam kelompok itu.

“Saya tidak bisa kembali karena akan dihukum mati atas kegagalan menghantarkan hadiah bagi Kepala Negeri,... Mohon bisa diterima,..” pinta Laja.

“Baiklah sobat Laja. Kami harap sobat bisa membantu kami,..” kata Andragi.

“Saya bisa berlari cepat dalam jarak jauh Semoga bisa berguna,..” jawab Laja.

Andragi lalu memperkenalkan semua teman-temannya kepada Laja, Rampoli dan kelima pimpinan prajurit.

 Setelah sarapan, mereka pun berangkat dengan membawa harta rampasan menuju ke Batu Tiga untuk beristirahat. Dari sana mereka melanjutkan ke tempat di dalam hutan yang ditunjuk oleh Huntari dan Huntaro. Tempat itu berupa gua batu diatas tebing yang biasa mereka gunakan sebagai pos intai mereka di dalam hutan kalau mereka berburu harimau. Gua itu hanya bisa dicapai dengan memanjat sebatang pohon di dekatnya atau dengan memasang tangga tali.

“Saya kira tempat ini bagus untuk menyimpan harta ini sebelum dibagikan kepada rakyat Megalung,.” kata Huntari.

“Saya setuju. Tempat ini cukup tersamar dan cukup luas,..” kata Andragi.

Mereka lalu menaikkan semua harta rampasan itu dan memasukkan ke dalam gua batu itu. Setelah itu mereka berunding untuk langkah selanjutnya.

Mereka memutuskan untuk sementara akan tinggal di tempat pak Hobijo sekalian mengantar pulang Angkuso, Huntari dan Huntaro. Dari sana mereka akan memantau perkembangan situasi akibat dari perampasan hadiah perkawinan Kepala Negeri Sudoba.

Malam itu mereka bermalam di depan gua batu itu. Saat matahari mulai merekah mereka menuju tempat pak Hobijo dituntun oleh Huntari dan Huntaro yang sangat mengenal wilayah hutan itu. Tetapi mereka memilih jalan melingkar yang sebenarnya lebih sulit dan agak jauh.

 Siang hari mereka tiba disana dan disambut langsung oleh pak Hobijo di rumahnya yang besar dan luas.

“Selamat datang sobat Andragi, sobat Sehut dan kawan-kawan. Semoga semuanya baik-baik saja,..” sambut Hobijo.

Andragi lalu memperkenalkan orang-orang yang ikut menjadi ‘tawanan’ nya. Setelah dijamu makan siang mereka lalu ditempatkan dalam rumah tersendiri yang agak terpisah dari bangunan induk. Hanya Andragi dan Lugasi yang mendapat kamar sendiri di bangunan induk. Sedangkan Angkuso kembali menempati kamarnya sendiri.

Malam harinya Andragi, Lugasi, Angkuso dan pak Hobijo membicarakan rencana mereka selanjutnya.

“Kami bermaksud membangun sebuah daerah baru di kaki gunung Kalas sebagai tempat hidup yang baru buat para bekas prajurit yang tidak bisa kembali lagi ke markas mereka di Megalung karena gagal menjalankan tugas. Dari situ kami akan mengembalikan harta rampasan itu untuk kebaikan rakyat Megalung,..” Andragi menjelaskan.

“Pikiran yang bagus. Semoga usaha itu lancar,..” kata Hobijo.

“Karena itu besok kami akan segera pergi menuju kaki gunung Kalas. Tapi malam ini saya minta sobat Lugasi, Angkuso, Huntari, Huntaro, Loyo dan Brewok pergi mengamankan harta rampasan itu sesuai rencana,..” kata Andragi.

Malam itu diam-diam Lugasi, Huntari dan Huntaro mengajak Loyo dan Brewok pergi ke gua di dinding karang tempat mereka menyimpan harta rampasan melalui jalan pintas yang biasa dipakai oleh Huntari dan Huntaro.

Sesampai disana mereka menurunkan hampir semua harta rampasan itu dan memindahkannya ke gua sarang harimau tempat Lugasi menyelamatkan anak harimau. Karena jumlahnya yang banyak mereka beberapa kali bolak balik memindahkan karung-karung harta itu dengan disaksikan oleh beberapa pasang mata harimau. Binatang-binatang buas itu hanya diam mengawasi setelah diajak bicara oleh Lugasi, juga Huntari dan Huntaro. Mereka masih mengenal ketiga orang ini dan tidak ingin ditotok lagi rupanya.

“Apakah semuanya kita pindahkan ke sarang harimau,..??” tanya Brewok.

“Tidak,.. sisakan 2 karung di gua ini. Dan bawa setengah karung uang perak dan emas untuk bekal kita di kaki gunung Kalas,..” jawab Lugasi.

Setelah selesai memindahkan harta rampasan itu, meninggalkan dua karung di gua dinding karang dan membungkus setengah karung uang perak dan emas ke dalam tiga kantong lebih kecil, mereka segera kembali ke rumah Hobijo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA