Menyiasati Penyerbuan Pasukan Megalung ke Gunung Kembar

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #90 )


Sesampai disana Rampoli mengantarkan Minur dan emaknya menempati barak tersendiri, sama seperti para istri bekas pimpinan prajurit yang dibawa oleh Loyo dan Brewok. Setelah itu dia melapor kepada Andragi dan para sobat tentang bantuan pasukan dari Gurada.

“Wah rupanya sobat Jotiwo dan Gadamuk serta teman-teman kita akan mendapat tekanan yang berat,..” kata Andragi.

“Mereka harus segera diberi tahu agar bisa mempersiapkan diri, ..” kata Brewok.

“Saya bisa melakukannya. Saya bisa berlari cepat tanpa lelah untuk jarak jauh,..” kata Laja.

“Tapi saya butuh obat dari sobat Rampoli kalau-kalau penyakit saya kambuh,..” lanjut Laja.

“Baiklah, besok pagi sobat Laja segera berangkat ke markas Gunung Kembar,..” kata Andragi.

Andragi lalu menyiapkan surat untuk Jotiwo atau Gadamuk, sedangkan Rampoli menyiapkan obat khusus untuk Laja. Adapun Laja sendiri menyiapkan ramuan serta ritual khas untuk berlari jawak jauh.

Esoknya setelah menerima surat dari Andragi dan obat dari Rampoli, Laja langsung turun gunung dengan berlari menuju Selonto hingga ke tepi sungai Priga di tempat penyeberangan Satange.

Dengan ramah Satange menyambutnya dan menyeberangkan. Tetapi Satange tidak berhasil menjamunya karena dia sedang terburu-buru katanya. Namun begitu Laja tetap membayar ongkos menyeberang dengan uang lebih dengan alasan sebagai tambahan membangun pondok untuk bermalam.

“Orang-orang itu memang baik semua. Kita doakan mereka selalu berhasil dalam usahanya,..” kata Satange kepada temannya.

Laja pun berlari terus, melewati Guhari dan terus menuju Gunung Kembar tanpa melewati Rajapurwa. Larinya yang cepat seperti kuda dan tak kenal lelah membuatnya hanya dalam dua setengah hari dia sudah mendekati markas Gunung Kembar.

Dari atas menara pengintai Lugasi dan Gadamuk sedang mengamati situasi. Tiba-tiba Lugasi yang memakai mata setan berkata kalau sebentar lagi ada tamu datang. Dia menyorongkan teropong itu kepada Gadamuk.

“Apakah sobat Lugasi mengenali orang itu,..?? Larinya sangat cepat,..” kata Gadamuk bertanya-tanya.

“Saya kenal dia. Namanya Laja. Dia bersama kami di di markas Kasjur di gunung Kalas. Mungkin ada pesan dari sobat Andragi untuk kita,..” jawab Lugasi.

“Kalau begitu akan saya suruh dua orang saya menjemputnya sebelum sampai kesini,..” kata Gadamuk sambil bergegas turun dari menara.

Lugasi masih tetap mengawasi dari menara itu.

Beberapa saat kemudian tampak melalui teropongnya dua orang memacu kuda menuruni lembah ke arah datangnya Laja yang berlari menuju mereka. Jarak yang cukup jauh menjadi cepat ditempuh karena kedua pihak berlari mendekat. Setelah ketemu tampak mereka berhenti dan berbicara sebentar lalu sama-sama menuju markas Gunung Kembar.

Laja langsung diantar ke tempat pertemuan para pimpinan yang sudah berkumpul menantinya.

“Selamat datang sobat Laja, perkenalkan saya Jotiwo, ini sobat Gadamuk dan ini sobat Setiaka penghuni gubuk disini. Sobat-sobat yang lain tentu sobat Laja sudah kenal,..”

“Terimakasih saya diterima disini. Saya datang membawa pesan sobat Andragi,..” kata  Laja.

“Apakah pesan itu,...?” tanya Jotiwo.

“Menurut laporan sobat Rampoli yang mengunjungi Megalung dia mendapat informasi kalau tentara Gurada akan membantu menyerang Gunung Kembar,..”

Terdengar suara menggerendeng dari orang-orang di ruangan itu.

“Saya juga membawa surat dari sobat Andragi untuk pimpinan disini,..” kata Laja.

“Saya secara pribadi juga minta maaf karena nama saya Gunung Kembar akan diserang,..” lanjut Laja.

“Ah, tidak apa-apa. Itu semua bisa terjadi kepada siapa saja. Kita sudah sering difitnah oleh orang-orang pemerintah,..” jawab Jotiwo.

 Laja lalu menyerahkan surat dari Andragi ke Jotiwo yang segera membacanya. Setelah memahaminya surat itu diedarkan ke semua orang di ruangan itu. Mereka pun lalu berunding menyusun strategi.

“Saya harus memastikan apakah tentara Rajapurwa akan juga ikut menyerang kita atau tidak,..” kata Lugasi.

“Bagaimana sobat Lugasi memastikannya,..??” tanya Gadamuk.

“Hihihi... saya akan menemui kakak saya Adipati Rajapurwa,..” kata Lugasi dengan jenaka.

Terdengar suara menggerendeng lagi di ruangan itu.

“Oh iya,.. tentu saja,..” sela Gadamuk baru ingat.

Esok harinya Lugasi berangkat ke Rajapurwa menemui adipati Rajapurwa, Jaira, yang telah menjadikannya adik angkat. Dengan mudah dia bisa menemui adipati Rajapurwa karena semua prajurit mengenalnya. Bahkan adipati langsung membubarkan pertemuannya dengan beberapa petinggi Rajapurwa begitu mendengar kedatangannya.

“Hai adikku, kemana saja selama ini kau pergi,..” sambut Jaira dengan gembira.

“Aku cuma jalan-jalan saja ke Megalung,..” jawab Lugasi ringan.

“Ke Megalung,...??” tanya Jaira.

Dalam pikirannya apa saja yang telah dikerjakan Lugasi disana. Mungkin saja terkait dengan soal perampokan hadiah untuk Kepala Negeri mengingat dia sangat membenci pemerasan kepada rakyat oleh oknum pemerintah.

“Iya, dan saya lihat persiapan tentara untuk menyerang Gunung Kembar,..” jawab Lugasi.

“Benar,.. Utusan saya bilang kalau mereka sudah mulai berangkat besok, berarti dua atau tiga hari lagi akan sampai di kaki Gunung Kembar,.. “ jelas Jaira.

“Hmmm, tapi saya tidak melihat kesibukan prajurit disini untuk persiapan perang,..” kata Lugasi.

“Kau benar,... Utusan saya menbawa pesan dari Gubernur Gurada dan adipati Megalung kalau saya tidak boleh ikut campur penyerangan ini. Ini urusan pribadi mereka. Karena itu baru saja saya mengumpulkan para pimpinan wilayah di Rajapurwa untuk tidak membantu prajurit maupun perbekalan dalam urusan ini,..” jelas Jaira.

“Hmmm, perang kok seperti urusan pribadi saja,..!!” cetus Lugasi tidak senang.

Tetapi hati Lugasi agak lega juga karena pasukan Rajapurwa tidak ikut dalam penyerangan ke markas sobat-sobatnya.

“Dari pertemuan tadi rupanya rakyat Rajapurwa juga senang tidak perlu ikut menyerang Gunung Kembar karena mereka tidak pernah diganggu oleh penghuni Gunung Kembar selama ini. Yang saya dengar Gunung Kembar bisa menghidupi dirinya sendiri karena ada sawah dan ladang di sana. Mereka hanya merampok harta orang-orang pemerintah yang kaya yang mereka anggap hasil dari memeras rakyat,..” jelas Jaira.

“Apakah harta pemerintah di Rajapurwa pernah mereka rampas,..??” tanya Lugasi.

“Oh, tidak pernah,... !! Tidak pernah sama sekali,..!!” jawab Jaira.

“Tentu karena kakak Jaira tidak memeras rakyat dan dekat dengan hati rakyat,..” kata Lugasi.

“Ah, itu juga karena kau Aset, .. Terimakasih adikku Aset,..” kata Jaira.

“Tetapi,...” kata-kata Jaira terhenti.

“Tetapi apa,... kakak Adipati,..” tanya Lugasi dengan gaya jenakanya.

“Hmmm, menurut Perdana Menteri Jukamu penyerangan ini bersifat politis dan membuat dilema bagi saya,..” kata Jaira.

“Wah,.. wah.., urusan politik pemerintah kata kakek guruku pasti rumit dan bikin pusing kepala,..” kata Lugasi.

 “Kakek gurumu itu benar,... ini contohnya,..” kata Jaira.

“Apakah itu,..?? tanya Lugasi.

“Kalau kuceritakan nanti pusing kepalamu,..” jawab Jaira tersenyum.

“Hihihi,.. Iya juga.. Tapi ceritakanlah siapa tahu kita berdua bisa sama-sama pusing,... hihihi,...” kata Lugasi jenaka.

“Baiklah,.. Penyerangan ini seperti menghukum Adipati Megalung, Cadipa, karena gagal mengirimkan hadiah itu. Karena itu dia harus merebutnya sendiri, tidak boleh ada yang membantu. Nah ini masalahnya,.. Kalau dia menang, maka akan mempersulit kedudukanku karena sebagai adipati disini aku dinilai tidak mampu menghancurkan perampok di wilayahku. Itu tentu bisa menghancurkan pamorku atau mempersulit kedudukanku dengan berbagai intrik yang akan dimunculkan kemudian. Aku tidak mempermasalahkan kedudukanku, tetapi kasihan rakyat jika mendapat penguasa baru yang lalim,..” jelas Jaira.

“Kalau dia kalah,..??” tanya Lugasi.

“Kalau dia kalah maka akan datang pasukan yang lebih besar dan mungkin saja akan memeras perbekalan dan harta rakyat untuk membiayai perang. Atau lebih buruk lagi mempersalahkan rakyat disini dengan tuduhan telah membantu para perampok sehingga pasukan pemerintah kalah. Rakyat akan ditindas, dan saya tentu diperintahkan untuk menindas mereka. Itu tentu tidak akan saya lakukan dan akan dihukum karena melawan perintah pemerintah pusat,..” jelas Jaira.

“Hmmm, kelihatannya memang rumit, seperti makan buah simalakama,..” kata Lugasi.

“Tapi menurut saya, pilihan terbaik adalah mebiarkan mereka kalah atau kalau perlu mempercepat kekalahan mereka,..” lanjut Lugasi.

“Tapi bagaimana kalau datang pasukan yang lebih besar sesudah itu dan memeras rakyat,..??” tanya Jaira.

Lama mereka berunding sampai didapat kesepakatan sikap dan langkah yang akan diambil. Setelah itu malamnya Lugasi pergi mengunjungi warung yang biasa untuk bertemu para warga Rajapurwa yang jadi sobatnya.

Kedatangannya yang sudah lama tidak muncul itu disambut gembira oleh warga pemilik warung dan warga yang ada disitu.

“Ah, sobat Aset datang! Silakan masuk. Silakan..silakan!” sapa pemilik warung dengan ramah. “Sebentar lagi kawan-kawan akan datang.”

Yang lain segera keluar memberi tahu teman-temannya kalau sobat Aset ada di warung. Tak berapa lama kemudian para sobat datang menemui Lugasi yang disini dipanggil dengan Aset.

“Bagaimana kehidupan disini,..??” tanya Lugasi.

“Sungguh sangat menyenangkan sejak sobat Jaira menjadi Adipati disini. Terimakasih, ini semua berkat sobat Aset,..” jawab yang dituakan.

“Ahh, syukurlah,..” kata Lugasi.

“Kami dengar akan ada penyerangan ke Gunung Kembar,..Bagaimana menurut Sobat Aset,..??” tanya seorang warga.

“Menurut para warga bagaimana,..??” Lugasi balik bertanya.

“Kami tidak punya permusuhan dengan mereka, karena mereka tidak pernah menggangu kami. Bahkan katanya warga di sekitar gunung Kembar sering mendapat kiriman bahan pangan dari markas Gunung Kembar, ...” kata pemilik warung.

“Ya,... kasihan juga kalau mereka dihancurkan. Kami berharap semoga pasukan adipati Jaira tidak iktu menyerang Gunung Kembar,..” kata yang lain.

“Baiklah,.. harapan para warga akan saya bicarakan dengan adipati Jaira. Tolong pembicaraan kita ini bersifat rahasia, tidak semua orang boleh mengetahuinya,..” kata Lugasi.

Dia lalu menjelaskan situasi rumit yang akan dihadapi rakyat Rajapurwa dari penyerangan yang akan terjadi. Pilihannya serba sulit, tetapi yang terbaik adalah membiarkan pasukan pemerintah dari Megalung kalah. Mereka lalu berunding langkah apa yang harus dilakukan.

Malam itu Lugasi kembali ke kediaman adipati Jaira dan bermalam disana. Banyak hal yang mereka perbincangkan saat sarapan pagi, termasuk kira-kira dimana pasukan dari Megalung dan Gurada itu akan bermarkas.

Setelah itu ia pamit untuk pergi ke markas Gunung Kembar melalui hutan agar tidak diketahui orang. Dengan keahliannya dia melompat dan melenting dari satu pohon ke pohon yang lain atau menggelindung di kerimbunan ilalang dan perdu.

Menjelang sore ia tiba di markas Gunung Kembar. Setelah makan malam mereka membahas hasil pembicaraan Lugasi dengan Jaira dan dengan warha Rajapurwa.

Esoknya mereka mengatur semua perangkap untuk menjebak ataupun memancing lawan. Kali ini lebih banyak anak panah dibuat karena lawan diperkirakan berjumlah besar. Panggung-panggung untuk pemanah pun bertebaran si berbagai tempat.

Di tempat lain warga Rajapurwa sesuai hasil pembicaraan dengan Aset atau Lugasi membentuk kesatuan yang tugas utamanya menyabot perbekalan atau mempersulit pasukan pemerintah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA