Tidur Dijaga Dua Harimau

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #80 )

Melihat perkembangan yang baik itu mereka pun lalu mita diri untuk melanjutkan perjalanan mereka. Tole berkali-kali mengucapkan terimakasih dan memandang kepergian mereka seperti memandang malaikat penolong yang sengaja dikirim Dewa Maha Tunggal datang ke rumahnya.

“Sakit apakah perempuan itu sobat Andragi,..” tanya Brewok yang selalu ingin tahu ilmu apa saja yang dimiliki Andragi.

“Saya kira dia menderita masuk angin yang parah atau sejenisnya karena terlalu lama berendam dalam air yang di bagian bawahnya, atau dikakinya, suhunya lebih dingin,..” jelas Andragi.

Ia lalu menceritakan tentang kerang kijing yang hidup di lumpur di dasar sungai atau danau yang suhunya lebih dingin dibandingkan air diatasnya.

Balmis dan Codet mendengarkan dengan seksama karena mulai terlihat berbagai keajaiban dan ilmu yang dimiliki Andragi. Buat mereka Lugasi sendiri sudah sangat hebat apalagi Andragi yang kata Lugasi adalah gurunya.

Rombongan itu berjalan dengan cepat dan berhenti hanya sekedar mengisi perut.  Menjelang tengah malam mereka mulai memasuki hutan di wilayah Guhari dan Lugasi bersikeras agar mereka beristirahat di tempat yang dia kenali.

Akhirnya mereka tiba di dekat sebuah gua dan segera disambut dengan auman keras harimau. Bukan cuma seekor, tetapi dua ekor harimau.

“GRRRR.....GGRRR,..” geram ke dua harimau.

Rombongan itu terkejut, dan secara reflek berhenti mengelilingi Andragi dengan maksud melindungi. Namun Lugasi dengan tenang malah maju mendekati kedua binatang itu.

“Ahh, sudah kuduga kalian disini... Kami akan menginap di rumahmu ini ya..??” katanya.

Tiba-tiba kedua binatang buas itu merunduk.... tapi tidak untuk menyerang, alih-alih, mereka malah lalu merebahkan diri dengan santai seakan temannya sendiri yang datang.

“Bagus temanku,.. terimakasih ..” kata Lugasi sambil mengelus kepala kedua hewan buas itu.

Dia lalu melangkah masuk ke dalam gua sarang harimau itu dan dari sana memanggil kawan-kawannya mendekat. Dengan hati-hati Andragi dan kawan-kawan melangkah menuju mulut gua itu, melewati kedua harimau itu yang serpertinya cuek membiarkan mereka lewat.

“Silakan masuk,...Kita akan menginap disini...Kedua sahabat saya itu akan menjaga di depan gua,..” kata Lugasi ramah seakan tuan rumah.

Balmis dan Codet terheran-heran dengan kejadian ini,

“Bagaimana sobat Lugasi bisa berkawan dengan harimau-harimau itu,..” tanya Codet sambil merebahkan diri.

“Hihihii... Saya dulu sering bermain-main dengan mereka disini,.. Hihihi...!!” jawab Lugasi jenaka.

Malam itu mereka tidur dengan nyaman, terbebas dari terpaan angin dingin pegunungan dan aman dijaga oleh dua ekor harimau. Pagi harinya mereka melanjutkan perjalanan menuju  tempat kediaman Hobijo.

Menjelang sore hari mereka tiba di sana dan disambut oleh Hobijo dan Angkuso dengan ramah.

“Ah, selamat datang sobat Sehut,..” sambut Hobijo.

“Selamat datang Guru,..” sapa Angkuso dengan hormat.

“Selamat jumpa lagi pak Hobijo dan sobat Angkuso,.. “ jawab Lugasi.

“Kenalkan ini Guru saya Andragi, ...” kata Lugasi sambil menunjuk Andragi. Ia juga mengenalkan tema-teman yang lain Loyo, Brewok, Balmis dan Codet.

“Hormat saya kakek guru,..” segera Angkuso berlutut memberi hormat kepada Andragi. Begitu pula pak Hobijo.

Andragi segera meraih tangan Angkuso untuk berdiri.

“Jangan panggil saya kakek guru, cukop sobat saja,..” katanya.

“Hihihi..., disini mereka menyebut saya dengan nama Sehut alias Setan Hutan,...hihihi..” kata Lugasi menjelaskan.

Andragi, Loyo, Brewok, Balmis dan Codet menganggu-angguk paham. Merekapu lalu di jamu makan malam oleh pak Hobijo.

“Kemana sobat Huntaro dan Huntari, ..??” tanya Andragi.

“Mereka sedang mencari harimau untuk pertunjukan besok. Mungkin sebentar lagi akan kembali,..” jawab pak Hobijo.

Benar saja, tidak berapa lama Huntaro dan Huntari muncul dan melaporkan kalau mereka telah menangkap dua ekor harimau besar dan sudah dimasukkan ke kandang yang tersedia. Dengan gembira keduanya menyambut guru mereka, Lugasi.

Setelah basa-basi dan saling memperkenalkan antara Andragi, Brewok, Loyo, Balmis dan Codet dengan tuan rumah, Lugasi lalu menceritakan maksud tujuan mereka mampir di tempat ini. Andragi dan rombongannya memutuskan untuk menginap disini dan akan melihat pertunjukan harimau esok hari.

Keesokan harinya sejak pagi-pagi telah berdatangan orang-orang yang hendak menonton pertunjukan harimau. Semakin siang semakin banyak yang berdatangan. Ternyata mereka tidak hanya dari sekitar Guhari saja tetapi ada pula yang datang dari tempat yang lebih jauh. Rupanya pertunjukan ini sudah semakin terkenal.

Dan hebatnya, para petugas jaga atau keamanan, petugas karcis, penjual makanan dan lain-lain semuanya adalah warga desa di sekitar Guhari, tidak lagi pegawai Hobijo. Mereka melakukan semua itu dengan sukarela karena mereka selalu mendapatkan hasil penjualan karcis pertunjukan itu, dan juga mendapatkan penghasilan dari menjual makanan, oleh-oleh, kerajinan tangan dan lain sebagainya. Singkatnya, pertunjukan ini bukan lagi milik keluarga Hobijo tetapi milik masyarakat Guhari.

Melihat itu semua Lugasi tersenyum gembira dan memuji-muji pak Hobijo, Angkuso, Huntari dan Huntaro.

“Ah, bukan kami..! Itu semua karena guru Sehut yang menyuruhnya. Kami hanya menjalankannya saja,..” jawab Hobijo.

Andragi mengangguk dan menyalami Lugasi dengan gembira. Denikian pula kawan-kawannya.

“Sekarang ini bahkan Angkuso, Huntari dan Huntaro sedang melatih beberapa remaja untuk menggelinding cepat dan dan menotok harimau,.. Kami bermaksud menjadikan keahlian ini milik warga disini, persis seperti guru Sehut melatih kami dan memberikan semua ini kepada kami,.” jelas Angkuso.

“Luar biasa sekali sobat Lugasi ini,..” Hatinya sungguh sangat mulia,..” puji Andragi.

“Ah, ilmu saya tidak ada sekuku hitamnya sobat guru Andragi,  hihhi,..” jawab Lugasi yang dipanggil Sehut disini.

Selepas makan siang, Angkuso, Huntari dan Huntaro lalu mohon ijin untuk bersiap diri melakukan pertunjukan harimau.

Arena pertunjukan harimau yang luas dan dikelilingi oleh pagar khusus itu telah penuh dipadati pengunjung. Di sekeliling pagar terdapat 5 baris bangku untuk harga karcis yang lebih mahal, di belakangnya dengan harga karcis yang lebih murah orang-orang menonton sambil berdiri. Di luar arena itu berdiri beberapa warung makan, kios-kios cendera mata, dan lain-lain.

Tiba saatnya pertunjukan itu digelar. Enam orang remaja berbaris memasuki arena dengan pakaian berwarna merah mencolok bermotif loreng harimau. Mereka berjalan menuju ke tengah arena, tampak gagah dan menarik dipandang, diiringi musik tetabuhan gendang, suling, kecrek dan gong.

Setiba di tengah arena mereka lalu melakukan gerakan-gerakan berirama yang cepat dan serasi seperti senam beladiri. Penonton bertepuk tangan riuh melihat gerakan mereka yang indah. Mereka lalu menunjukkan gerakan menngelinding cepat dan melenting tinggi secara serasi dan terlihat luwes indah. Kembali tepukan menggema. Setelah itu ada beberapa gerakan senam mereka pertontonkan sebagai akhir pertunjukan mereka dan mendapatkan sambutan meriah dari penonton.

Lugasi tertawa senang melihat pertunjukan ini.

“Bukan main kalian membuat pertunjukan ini,..” puji Lugasi kepada tuan rumah.

“Kami manfaatkan hasil latihan para remaja itu dalam pertunjukan agar lebih meriah dan mereka merasa bangga terlibat dalam pertunjukan,..” jawab pak Hobijo.

Pada pertunjukan berikutnya Huntaro memasuki arena dengan pakaian pemburu yang indah. Ia langsung menuju tengah arena lalu berjongkok santai sambil tangannya seperti menulis-nulis di tanah seakan tidak mempedulikan bahaya yang mengancam. Para petugas lalu mengeluarkan seekor macan dewasa yang besar dan kuat serta belum diberi makan.

 Binatang itu segera masuk ke arena itu, berlari ke kiri dan ke kanan dengan ekor yang menjuntai dan mata waspada. Begitu melihat calon korbannya yang sedang jongkok dan seakan tidak mengetahui kehadirannya, harimau itu segera memburu untuk menerkamnya. Para penonton menahan napas. Mereka berpikir anak muda itu akan dilumat oleh harimau itu tanpa ampun. Namun, bukan hanya mereka saja yang kecele. Harimau itupun tertipu. Ia tidak mengira saat cakarnya hampir mengoyak tubuh Huntaro, tiba-tiba saja mangsanya itu menggelinding menjauhinya. Harimau yang penasaran itu mengejarnya lagi tapi mangsanya mengelinding sambil berbelok. Harimau itu mengangkat kedua kaki depannya seperti gerakan menampar namun mangsanya menggelinding lebih dahulu. Beberapa kali seperti itu, mirip kucing mengejar bola yang diikat dan ditarik ke kiri dan ke kanan. Akhirnya harimau itu diam, kelelahan, dan Huntaro kembali jongkok dengan santainya.

Para penonton bertepuk tangan dengan riuhnya.

Huntaro kemudian menggoda harimau itu dengan beringsut maju, sambil menirukan geramannya. Binatang itu menjadi marah mendengar ada yang menirukan geramannya dan menggodanya. Direndahkan kakinya sedikit dan menerkam dengan lompatan panjang. Tetapi mangsanya telah melenting keatas dan ketika binatang itu mendarat, Huntaro telah menemplok di punggungnya dan mendekap lehernya. Binatang buas itu kaget tetapi tidak sempat memberontak karena diam-diam urat lehernya telah ditotok oleh Huntaro. Harimau itu menggelosor bersama penunggangnya. Matanya memandang marah, tetapi tubuhnya tak bisa digerakkannya. Huntaro menepuk-nepuk kepalanya seakan sedang berbicara kepada binatang itu secara bersahabat.

Para penonton bertepuk tangan dengan gemuruh. Ada yang bersuit-suit. Para petugas lalu menggotong hewan itu keluar dan membawanya ke tepi hutan. Disana Huntaro membebaskan totokannya dan segera binatang itu lari masuk hutan menjauhi desa yang berisi manusia.

Pertunjukan berikutnya Huntari dan terakhir Angkuso dengan variasi adegan yang berbeda dan mendebarkan. Semua itu mendapat tepukan yang meriah dari penonton, tanda mereka merasa puas ataupun kagum.

Di antara setiap pertunjukan ada jeda beberapa saat yang diisi dengan berbagai tarian dan pertunjukan ringan. Pada saat jeda ini para penjaja makanan dan minuman diijinkan untuk menjaja dagangannya kepada para penonton.

Menjelang sore hari pertunjukan pun selesai. Hobijo lalu mengumpulkan semua kepala desa di sekitar Guhari dan membagi-bagikan hasil perolehan pertunjukan hari itu untuk kepentingan desa mereka masing-masing. Sebagian hasil disisakan untuk perawatan arena dan upah para petugas pertunjukan.  Semua orang merasa senang dan pulang dengan riang.

Tak habis-habisnya Lugasi memuji kemajuan yang dicapai ketiga orang muridnya dan pak Hobijo dalam mengelola pertunjukan, melatih para remaja desa, membagi hasil pertunjukan dan terutama menjadikan daerah  disitu memiliki sesuatu yang bermanfaat dari kekayaan hutan yang nereka miliki dengan tetap menjaga kelestariannya.

“Ah itu semua karena sobat guru Sehut yang mengajarkan kepada kami,..” jawab pak Hobijo.

“Hmmm, tidak semua... Itu , macam-macam pertunjukan itu kalian sendiri yang menciptakan. Saya tidak terpikir sampai kesana, hihihi,..” kata Lugasi.

“Ya,.. Tapi semua gagasan itu muncul karena arahan dan permintaan sobat guru Sehut untuk memberi manfaat pada desa-desa di sekitar hutan dan agar tetap melestarikan kekayaan hutan, termasuk harimau,..” jawab pak Hobijo.

“Memang luar biasa pertunjukan tadi siang itu. Tidak percuma kami menunda ke Batu Tiga untuk menontonnya,..” kata Andragi.

“Syukurlah,.. kalau begitu. Besok kita akan pergi ke Batu Tiga membantu sobat Rampoli,..kata Lugasi.

“Ah,.. saya pikir kami juga harus membantu sobat saya Rampoli, dia kenalan baik saya sejak dulu,..” kata pak Hobijo.

“Biarlah saya dan Huntaro ikut pergi bersama guru Sehut,..” usul Huntari.

“Saya juga mau ikut membantu,..” kata Angkuso.

“Tapi, harus ada yang tinggal untuk melatih para remaja itu biar menguasai cara menaklukkan harimau tanpa menyakitinya,..” kata Lugasi.

“Biarlah saya yang tinggal, sedikit banyak diam-diam saya sudah belajar dan menguasai cara menotok harimau. Saya akan mengawasi latihan anak-anak itu,..” kata pak Hobijo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA