Melihat perkembangan yang baik itu mereka pun lalu mita diri untuk melanjutkan perjalanan mereka. Tole berkali-kali mengucapkan terimakasih dan memandang kepergian mereka seperti memandang malaikat penolong yang sengaja dikirim Dewa Maha Tunggal datang ke rumahnya.
“Sakit apakah perempuan
itu sobat Andragi,..” tanya Brewok yang selalu ingin tahu ilmu apa saja yang
dimiliki Andragi.
“Saya kira dia menderita
masuk angin yang parah atau sejenisnya karena terlalu lama berendam dalam air
yang di bagian bawahnya, atau dikakinya, suhunya lebih dingin,..” jelas
Andragi.
Ia lalu menceritakan
tentang kerang kijing yang hidup di lumpur di dasar sungai atau danau yang
suhunya lebih dingin dibandingkan air diatasnya.
Balmis dan Codet
mendengarkan dengan seksama karena mulai terlihat berbagai keajaiban dan ilmu yang
dimiliki Andragi. Buat mereka Lugasi sendiri sudah sangat hebat apalagi Andragi
yang kata Lugasi adalah gurunya.
Rombongan itu berjalan
dengan cepat dan berhenti hanya sekedar mengisi perut. Menjelang tengah malam mereka mulai memasuki
hutan di wilayah Guhari dan Lugasi bersikeras agar mereka beristirahat di
tempat yang dia kenali.
Akhirnya mereka tiba di
dekat sebuah gua dan segera disambut dengan auman keras harimau. Bukan cuma
seekor, tetapi dua ekor harimau.
“GRRRR.....GGRRR,..” geram
ke dua harimau.
Rombongan itu terkejut,
dan secara reflek berhenti mengelilingi Andragi dengan maksud melindungi. Namun
Lugasi dengan tenang malah maju mendekati kedua binatang itu.
“Ahh, sudah kuduga kalian
disini... Kami akan menginap di rumahmu ini ya..??” katanya.
Tiba-tiba kedua binatang
buas itu merunduk.... tapi tidak untuk menyerang, alih-alih, mereka malah lalu
merebahkan diri dengan santai seakan temannya sendiri yang datang.
“Bagus temanku,..
terimakasih ..” kata Lugasi sambil mengelus kepala kedua hewan buas itu.
Dia lalu melangkah masuk
ke dalam gua sarang harimau itu dan dari sana memanggil kawan-kawannya
mendekat. Dengan hati-hati Andragi dan kawan-kawan melangkah menuju mulut gua
itu, melewati kedua harimau itu yang serpertinya cuek membiarkan mereka lewat.
“Silakan masuk,...Kita
akan menginap disini...Kedua sahabat saya itu akan menjaga di depan gua,..”
kata Lugasi ramah seakan tuan rumah.
Balmis dan Codet
terheran-heran dengan kejadian ini,
“Bagaimana sobat Lugasi
bisa berkawan dengan harimau-harimau itu,..” tanya Codet sambil merebahkan
diri.
“Hihihii... Saya dulu
sering bermain-main dengan mereka disini,.. Hihihi...!!” jawab Lugasi jenaka.
Malam itu mereka tidur
dengan nyaman, terbebas dari terpaan angin dingin pegunungan dan aman dijaga
oleh dua ekor harimau. Pagi harinya mereka melanjutkan perjalanan menuju tempat kediaman Hobijo.
Menjelang sore hari
mereka tiba di sana dan disambut oleh Hobijo dan Angkuso dengan ramah.
“Ah, selamat datang sobat
Sehut,..” sambut Hobijo.
“Selamat datang Guru,..”
sapa Angkuso dengan hormat.
“Selamat jumpa lagi pak
Hobijo dan sobat Angkuso,.. “ jawab Lugasi.
“Kenalkan ini Guru saya
Andragi, ...” kata Lugasi sambil menunjuk Andragi. Ia juga mengenalkan
tema-teman yang lain Loyo, Brewok, Balmis dan Codet.
“Hormat saya kakek
guru,..” segera Angkuso berlutut memberi hormat kepada Andragi. Begitu pula pak
Hobijo.
Andragi segera meraih
tangan Angkuso untuk berdiri.
“Jangan panggil saya
kakek guru, cukop sobat saja,..” katanya.
“Hihihi..., disini mereka
menyebut saya dengan nama Sehut alias Setan Hutan,...hihihi..” kata Lugasi
menjelaskan.
Andragi, Loyo, Brewok,
Balmis dan Codet menganggu-angguk paham. Merekapu lalu di jamu makan malam oleh
pak Hobijo.
“Kemana sobat Huntaro dan
Huntari, ..??” tanya Andragi.
“Mereka sedang mencari
harimau untuk pertunjukan besok. Mungkin sebentar lagi akan kembali,..” jawab
pak Hobijo.
Benar saja, tidak berapa
lama Huntaro dan Huntari muncul dan melaporkan kalau mereka telah menangkap dua
ekor harimau besar dan sudah dimasukkan ke kandang yang tersedia. Dengan
gembira keduanya menyambut guru mereka, Lugasi.
Setelah basa-basi dan
saling memperkenalkan antara Andragi, Brewok, Loyo, Balmis dan Codet dengan
tuan rumah, Lugasi lalu menceritakan maksud tujuan mereka mampir di tempat ini.
Andragi dan rombongannya memutuskan untuk menginap disini dan akan melihat
pertunjukan harimau esok hari.
Keesokan harinya sejak
pagi-pagi telah berdatangan orang-orang yang hendak menonton pertunjukan
harimau. Semakin siang semakin banyak yang berdatangan. Ternyata mereka tidak
hanya dari sekitar Guhari saja tetapi ada pula yang datang dari tempat yang
lebih jauh. Rupanya pertunjukan ini sudah semakin terkenal.
Dan hebatnya, para
petugas jaga atau keamanan, petugas karcis, penjual makanan dan lain-lain
semuanya adalah warga desa di sekitar Guhari, tidak lagi pegawai Hobijo. Mereka
melakukan semua itu dengan sukarela karena mereka selalu mendapatkan hasil
penjualan karcis pertunjukan itu, dan juga mendapatkan penghasilan dari menjual
makanan, oleh-oleh, kerajinan tangan dan lain sebagainya. Singkatnya,
pertunjukan ini bukan lagi milik keluarga Hobijo tetapi milik masyarakat
Guhari.
Melihat itu semua Lugasi
tersenyum gembira dan memuji-muji pak Hobijo, Angkuso, Huntari dan Huntaro.
“Ah, bukan kami..! Itu
semua karena guru Sehut yang menyuruhnya. Kami hanya menjalankannya saja,..”
jawab Hobijo.
Andragi mengangguk dan menyalami
Lugasi dengan gembira. Denikian pula kawan-kawannya.
“Sekarang ini bahkan
Angkuso, Huntari dan Huntaro sedang melatih beberapa remaja untuk menggelinding
cepat dan dan menotok harimau,.. Kami bermaksud menjadikan keahlian ini milik
warga disini, persis seperti guru Sehut melatih kami dan memberikan semua ini
kepada kami,.” jelas Angkuso.
“Luar biasa sekali sobat
Lugasi ini,..” Hatinya sungguh sangat mulia,..” puji Andragi.
“Ah, ilmu saya tidak ada
sekuku hitamnya sobat guru Andragi,
hihhi,..” jawab Lugasi yang dipanggil Sehut disini.
Selepas makan siang,
Angkuso, Huntari dan Huntaro lalu mohon ijin untuk bersiap diri melakukan
pertunjukan harimau.
Arena pertunjukan harimau
yang luas dan dikelilingi oleh pagar khusus itu telah penuh dipadati
pengunjung. Di sekeliling pagar terdapat 5 baris bangku untuk harga karcis yang
lebih mahal, di belakangnya dengan harga karcis yang lebih murah orang-orang
menonton sambil berdiri. Di luar arena itu berdiri beberapa warung makan,
kios-kios cendera mata, dan lain-lain.
Tiba saatnya pertunjukan
itu digelar. Enam orang remaja berbaris memasuki arena dengan pakaian berwarna
merah mencolok bermotif loreng harimau. Mereka berjalan menuju ke tengah arena,
tampak gagah dan menarik dipandang, diiringi musik tetabuhan gendang, suling,
kecrek dan gong.
Setiba di tengah arena mereka
lalu melakukan gerakan-gerakan berirama yang cepat dan serasi seperti senam
beladiri. Penonton bertepuk tangan riuh melihat gerakan mereka yang indah.
Mereka lalu menunjukkan gerakan menngelinding cepat dan melenting tinggi secara
serasi dan terlihat luwes indah. Kembali tepukan menggema. Setelah itu ada
beberapa gerakan senam mereka pertontonkan sebagai akhir pertunjukan mereka dan
mendapatkan sambutan meriah dari penonton.
Lugasi tertawa senang
melihat pertunjukan ini.
“Bukan main kalian
membuat pertunjukan ini,..” puji Lugasi kepada tuan rumah.
“Kami manfaatkan hasil
latihan para remaja itu dalam pertunjukan agar lebih meriah dan mereka merasa
bangga terlibat dalam pertunjukan,..” jawab pak Hobijo.
Pada pertunjukan
berikutnya Huntaro memasuki arena dengan pakaian pemburu yang indah. Ia
langsung menuju tengah arena lalu berjongkok santai sambil tangannya seperti
menulis-nulis di tanah seakan tidak mempedulikan bahaya yang mengancam. Para
petugas lalu mengeluarkan seekor macan dewasa yang besar dan kuat serta belum
diberi makan.
Binatang itu segera masuk ke arena itu,
berlari ke kiri dan ke kanan dengan ekor yang menjuntai dan mata waspada.
Begitu melihat calon korbannya yang sedang jongkok dan seakan tidak mengetahui
kehadirannya, harimau itu segera memburu untuk menerkamnya. Para penonton
menahan napas. Mereka berpikir anak muda itu akan dilumat oleh harimau itu
tanpa ampun. Namun, bukan hanya mereka saja yang kecele. Harimau itupun
tertipu. Ia tidak mengira saat cakarnya hampir mengoyak tubuh Huntaro,
tiba-tiba saja mangsanya itu menggelinding menjauhinya. Harimau yang penasaran
itu mengejarnya lagi tapi mangsanya mengelinding sambil berbelok. Harimau itu
mengangkat kedua kaki depannya seperti gerakan menampar namun mangsanya
menggelinding lebih dahulu. Beberapa kali seperti itu, mirip kucing mengejar
bola yang diikat dan ditarik ke kiri dan ke kanan. Akhirnya harimau itu diam,
kelelahan, dan Huntaro kembali jongkok dengan santainya.
Para penonton bertepuk
tangan dengan riuhnya.
Huntaro kemudian menggoda
harimau itu dengan beringsut maju, sambil menirukan geramannya. Binatang itu
menjadi marah mendengar ada yang menirukan geramannya dan menggodanya.
Direndahkan kakinya sedikit dan menerkam dengan lompatan panjang. Tetapi
mangsanya telah melenting keatas dan ketika binatang itu mendarat, Huntaro
telah menemplok di punggungnya dan mendekap lehernya. Binatang buas itu kaget
tetapi tidak sempat memberontak karena diam-diam urat lehernya telah ditotok
oleh Huntaro. Harimau itu menggelosor bersama penunggangnya. Matanya memandang
marah, tetapi tubuhnya tak bisa digerakkannya. Huntaro menepuk-nepuk kepalanya
seakan sedang berbicara kepada binatang itu secara bersahabat.
Para penonton bertepuk
tangan dengan gemuruh. Ada yang bersuit-suit. Para petugas lalu menggotong
hewan itu keluar dan membawanya ke tepi hutan. Disana Huntaro membebaskan
totokannya dan segera binatang itu lari masuk hutan menjauhi desa yang berisi
manusia.
Pertunjukan berikutnya
Huntari dan terakhir Angkuso dengan variasi adegan yang berbeda dan
mendebarkan. Semua itu mendapat tepukan yang meriah dari penonton, tanda mereka
merasa puas ataupun kagum.
Di antara setiap
pertunjukan ada jeda beberapa saat yang diisi dengan berbagai tarian dan
pertunjukan ringan. Pada saat jeda ini para penjaja makanan dan minuman
diijinkan untuk menjaja dagangannya kepada para penonton.
Menjelang sore hari
pertunjukan pun selesai. Hobijo lalu mengumpulkan semua kepala desa di sekitar
Guhari dan membagi-bagikan hasil perolehan pertunjukan hari itu untuk
kepentingan desa mereka masing-masing. Sebagian hasil disisakan untuk perawatan
arena dan upah para petugas pertunjukan. Semua orang merasa senang dan pulang dengan
riang.
Tak habis-habisnya Lugasi
memuji kemajuan yang dicapai ketiga orang muridnya dan pak Hobijo dalam
mengelola pertunjukan, melatih para remaja desa, membagi hasil pertunjukan dan
terutama menjadikan daerah disitu
memiliki sesuatu yang bermanfaat dari kekayaan hutan yang nereka miliki dengan
tetap menjaga kelestariannya.
“Ah itu semua karena
sobat guru Sehut yang mengajarkan kepada kami,..” jawab pak Hobijo.
“Hmmm, tidak semua... Itu
, macam-macam pertunjukan itu kalian sendiri yang menciptakan. Saya tidak
terpikir sampai kesana, hihihi,..” kata Lugasi.
“Ya,.. Tapi semua gagasan
itu muncul karena arahan dan permintaan sobat guru Sehut untuk memberi manfaat
pada desa-desa di sekitar hutan dan agar tetap melestarikan kekayaan hutan,
termasuk harimau,..” jawab pak Hobijo.
“Memang luar biasa
pertunjukan tadi siang itu. Tidak percuma kami menunda ke Batu Tiga untuk
menontonnya,..” kata Andragi.
“Syukurlah,.. kalau
begitu. Besok kita akan pergi ke Batu Tiga membantu sobat Rampoli,..kata
Lugasi.
“Ah,.. saya pikir kami
juga harus membantu sobat saya Rampoli, dia kenalan baik saya sejak dulu,..”
kata pak Hobijo.
“Biarlah saya dan Huntaro
ikut pergi bersama guru Sehut,..” usul Huntari.
“Saya juga mau ikut
membantu,..” kata Angkuso.
“Tapi, harus ada yang
tinggal untuk melatih para remaja itu biar menguasai cara menaklukkan harimau
tanpa menyakitinya,..” kata Lugasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.