Pasekale Diangkat Jadi Wedana Nunggalan

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #77 )


Sementara itu Komir dan Kepos pun telah tiba di Kenteng hari itu. Dengan terheran-heran mereka melihat desa ini tidak seperti desa-desa yang lain pada umumnya. Juga mereka masih bisa melihat bekas-bekas reruntuhan rumah warga yang sudah rata dengan tanah.

Ketika sedang terheran-heran itu mereka terlihat oleh Sutar yang langsung membawa mereka ke Area Lapak Besar. Disana mereka dipersilakan memilih dan membeli singkong dengan bebas.

“Hmm,.. kalau tau begini tak perlu kita susah-susah masuk ke hutan dan hampir terbunuh disana,..?? pikir Kepos.

Setelah membeli beberapa umbi singkong besar itu, nereka langsung pulang ke Poruteng dan melaporkannya kepada Komandan Diguldo.

“Bagus..! Sekarang kalian bisa dengan mudah meredam kehebohan itu dengan menyiarkan kalau singkong bisa di dapat dengan membeli di Kenteng. Kalau perlu kalian bisa tunjukkan buktinya,..” perintah Diguldo.

Setelah mendapat laporan itu Diguldo lalu pergi menghadap Adipati Poruteng.

“Bagaimana saudara Diguldo, apa yang akan saudara laporkan,..??
 tanya Adipati Opowae.

“Kita sudah berhasil membuka hubungan dengan pemilik singkong ajaib itu. Sekarang, siapapun boleh mendapatkan singkong itu dengan membelinya di Kenteng. Jadi kehebohan itu akan segera reda karena orang tidak penasaran lagi,..” jelas Diguldo.

“Bagus saudara Diguldo. Rupanya singkong itu berasal dari wilayah perdikan milik kakek Blakitem. Mungkin beliau memang bermaksud mengangkat kesejahteraan warga Kenteng dengan singkong ajaib itu. Selama ini kakek Blakitem memang banyak membantu rakyat miskin,..” lanjut Adipati.

“Saya juga berpikiran begitu, tuan Adipati,..” kata Diguldo.

“Karena itu saya percayakan urusan ini kepada saudara Komandan Pamong Negeri Diguldo dengan tetap menjaga hubungan baik dengan kakek Blakitem.,..” perintah Adipati.

“Siap tuan Adipati,..!!”  Jawab Diguldo dengan wajah cerah.

Dalam hati Diguldo merasa gembira karena dengan perintah itu dia bisa berhubungan langsung dengan kakek Blakitem dan iparnya Paldrino.

 

--------------------

Kita kembali ke Kenteng,

Pada hari yang ditentukan berangkatlah Andragi, Lugasi, Balmis dan Codet menuju desa Harjagi dengan memakai perahu. Balmis dan Codet terlihat bersemangat dan senang karena mereka akan benar-benar melihat asal singkong ajaib itu.

Setiba disana mereka diperkenalkan dengan beberapa warga yang kebetulan ada di pinggir danau. Andragi meminta Lugasi dan dua orang warga mengajak Balmis dan Codet melihat ladang singkong dan sekitar desa itu, sementara dirinya akan menemui kepala desa. Balmis dan Codet senang mendengar permintaan Andragi itu.

“Tampaknya sobat Andragi sangat memahami perasaan hati sobat Balmis dan Codet,..” kata Lugasi.

“Iya, benar...” kata Codet tanpa basa basi.

Mereka pun segera berjalan menuju ladang singkong yang tumbuh subur dan rapi. Di tengah jalan Balmis dan Codet tak henti-hentinya mengagumi kerapihan desa itu, rumah yang tertata apik, parit dan jalan, serta taman hijau.

“Ini belum semua sobat,..” kata Lugasi. “Nanti akan sobat lihat sendiri. Sekarang kita ke Ladang singkong ajaib itu lebih dahulu,..” lanjut Lugasi.

   Pertama-tama mereka menuju ladang yang sedang ditanami. Tampak beberapa orang yang sedang menyambungkan dua batang singkong yang berbeda dengan potongan miring dan menyatukannya lalu dibebat dengan pembungkus seperti pelepah pisang yang kering. Seorang warga menjelaskan kepada Balmis dan Codet tentang proses itu.

“Wah bukan main..!! Dari mana ilmu itu didapat,..??” tanya Balmis.

“Itu salah satu ilmu yang dimiliki oleh sobat Andragi. Ada segudang ilmu dan kesaktian yang dimiliki sobat Andragi yang bisa dilihat di desa ini,..” jelas Lugasi.

“Sobat Lugasi juga mempunyai kesaktian yang luar biasa,..” puji Codet mengingat betapa hebatnya lugasi pada peristiwa pertarungan di hutan itu.

“Hihihi... Ilmu saya tak ada sekuku hitamnya sobat Andragi..” kata Lugasi.

Berturut-turut mereka lalu melihat ladang singkong yang baru bertunas, yang lebih besar, yang berumur 3 bulan, yang siap panen dan terakhir yang sedang dipanen. Di ladang ini Balmis dan Codet diijinkan turut membantu menggali singkong raksasa itu. Betapa sukacitanya mereka seperti anak kecil mendapat mainan idamannya.

Puas memanen singkong mereka diajak ke salah satu klaster perumahan  di desa itu. Tak henti-hentunya mereka memuji kerapihan, kebersihan dan keindahan penataan segala sesuatunya. setelah itu baru mereka diajak ke balai desa.

Sementara itu, Andragi langsung menemui kepala desa Harjagi sobat Primasa. Bersama Primasa mereka ke rumah Pak Paldrino untuk membicarakan sesuatu.

Pertama-tama Andragi menceritakan tentang saran pak Diguldo untuk menggganti namanya dan merencakan pertemuan keduanya.

“Baiklah, akan saya pikirkan nama baru saya. Beri waktu saya satu malam, besok akan saya beritahu,..” kata pak Paldrino.

Lalu Andragi menceritakan rencana mereka pergi membantu Rampoli bersama Lugasi, Loyo, Brewok, Balmis dan Codet.

“Karena itu besok sebaiknya kita menghadap kakek Blakitem di Batutok membicarakan ini semua dan minta restu dari beliau,..” kata Andragi.

“Kalau begitu saya akan mengutus seorang santri hari ini juga untuk menemui beliau di sanggarnya memberitahu rencana kita menemui beliau,..” kata Primasa, kepala desa  Harjagi.

Pertemuan mereka pun selesai.

Andragi dan kepala desa Harjagi pergi menuju ke balai desa, sedangkan pak Paldrino tetap dirumah untuk mencari nama barunya. Mulai sekarang dia harus membatasi diri untuk berkenalan dengan orang baru sebelum namanya diganti.

Setiba di balai desa Andragi memperkenalkan Balmis dan Codet dengan Primasa  sebagai kepala desa Harjagi. Kedua orang itu tak habis-habis mengagumi apa yang mereka lihat dan berterimakasih diberi kesempatan ikut merasakan panen singkong ajaib.

Primasa lalu menjelaskan secara keseluruhan desa Harjagi kepada kedua orang itu termasuk Area Industri Pengolahan Singkong serta air yang bisa mengangkat dirinya sendiri.

“Air yang bisa mengangkat dirinya sendiri,..!!??” seru Balmis dan Codet nyaris serempak.

“Ya betuull,..!” kata Lugasi. “Besok saya antar kita ke sana dan lihat bagaimana orang bikin macam-macam makanan dari singkong...”

“Termakasih...terimakasih ...” kata keduanya berulang-ulang.

Keesokan harinya Andragi, Primasa dan Pak Paldrino berangkat menuju Pesanggrahan Batutok dengan perahu. Menurut utusan yang dikirim,  Kakek Blakitem bisa ditemuihari ini. Beliau telah menanti di sana.

Setelah saling memberi salam, Andragi mulai menceritakan sebagaimana dia ceritakan kemarin kepada pak Paldrino.

“Syukurlah semuanya berkembang seperti yang para sobat rencanakan. Dan, saran pak Diguldo itu tepat. Kita memang harus mengubur nama itu agar tidak menjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Juga agar tidak mengganggu kedudukan pak Diguldo. Kita tidak tahu sikap Kotaraja terhadap “pembunuhan Wedana Aldrino” atau kedudukan para pembunuhnya. Pada saatnya mungkin kita bisa mengetahuinya nanti. Apakah pak Paldrino sudah mendapatkan nama gantinya,..??” tanya kakek Blakitem.

“Sudah saya pikir semalaman, nama baru saya Pasekale. Bagaimana menurut kakek Blakitem dan sobat semua..?” tanya Paldrino.

Mereka semua mengangguk-angguk setuju.

“Nama yang bagus dan terdengar jauh berbeda dari sebelumnya. Nah, mulai sekarang mari kita biasakan memanggil nama itu,.. Pasekale. Dan setelah pembicaraan kita selesai kita akan berdoa untuk nama yang baru ini,..” kata kakek Blakitem.

“Terimakasih banyak,..” kata Paldrino, eh Pasekale.

Yang hadir disitu lalu mengucapkan selamat kepada pak Pasekale dan berjanji tidak akan menyebut-nyebut atau mengaitkan dengan nama Paldrino. Pasekale adalah orang yang berbeda, bukan Paldrino.

Kakek Blakitem lalu memberi aba-aba memanggil seorang santri mendekat dan membisikkan sesuatu untuk menyiapkan sesaji dan penganan untuk merayakan nama Pasekale.

“Nah, karena itu pak Pasekale untuk sementara akan tinggal di Batutok sini dan tidak kembali ke Harjagi. Saya pikir pak Pasekale akan memiliki tugas baru sebagai Wedana di Nunggalan. Selama ini sebagai tanah perdikan Nunggalan tidak memiliki wedana karena tidak terkait dengan urusan pemerintahan. Tapi dengan semakin berkembangnya Harjagi dan Poruteng sebaiknya ada pemimpin wilayah yang mengaturnya. Terutama yang berhubungan dengan tata pemerintahan. Karena itu saya menginginkan ada orang yang bisa menjadi wedana dan mengatur seluruh wilayah tanah perdikan Nunggalan ini yang meliputi daerah-daerah sekitar danau Nunggala termasuk Kenteng Batutok ini dan Harjagi. Karena ini tanah perdikan, pimpinan wilayah tidak mengikuti sistim pemilu seperti wilayah lain di negeri Klapa Getir ini. Karena itu jika pak Pasekale tidak keberatan, saya menunjuk pak Pasekale menjadi Wedana Nunggalan,..” jelas kakek Blakitem.

“Wah, ide yang bagus sekali,...!! seru Andragi bersemangat.

“Bagaimana pak Pal, eh maaf pak Pasekale,..??” tanya Andragi.

“Kalau menurut kakek Blakitem dan para sobat hal ini baik, saya kerjakan sebaik-baiknya..” jawab Pasekale sambil memberi hormat dengan mendekapkan kedua telapak tangannya di dada.

“Dan setelah menjadi wedana baru bisa kita pertemukan pak Pasekale dengan pak Diguldo sebagai bentuk perkenalan wedana baru,..” lanjut kakek Blakitem.

“Terimakasih banyak. Kakek Blakitem berpandangan jauh ke depan, terimakasih,..” kata Pasekale teringat anak istrinya yang tinggal bersama Komandan Diguldo.

“Nah,sekarang persoalan kedua tentang niat membantu Rampoli itu. kalau sobat Andragi itu tugas yang mulia yaitu mengembalikan kepada rakyat hak mereka dan menghapis kezaliman saya pikir itu baik dan saya merestui dengan catatan hindari sebanyak mungkin korban. Dengan segala imu yang dimiliki sobat Andragi bisa menghindarkan jatuhnya korban yang tidak perlu” jelas kakek Blakitem.

“Terimakasih kakek Blakitem,... tetapi kami mohon kakek Blakitem sekali-sekali berkenan mengawasi kelanjutan pembangunan Kenteng Baru yang terpaksa kami tinggalkan dulu,..” pinta Andragi.

“Oh, tentu... tentu saja saya akan sering menengoknya. Saya tentu ingin agar mereka maju lagipula segala pondasi untuk itu sudah diletakkan oleh sobat Andragi dan tinggal melanjutkannya saja. Sayang kalau terbengkalai..” jawab kakek Blakitem.

“Karena itu saya akan meminta Dwisa dan beberapa santri melanjutkan tugas pembangunan itu. Mereka telah belajar banyak selama ini dari sobat Andragi baik ilmu fisik maupun kepemimpinan saat membangun Harjagi. Kini saatnya giliran mereka mempraktekannya.,,” lanjut kakek Blakitem.

“Terimakasih banyak, kakek Blakitem,...” kata Andrahi lega.

“Ouww, justru saya yang berterimakasih dengan adanya kesempatan ini sehingga para santri bisa lebih berkembang,..... termasuk nanti bersama pak Pasekale para santri bisa membangun Nunggalan...”jelas kakek Blakitem.

“Baiklah kakek Blakitem,.. saya merasa lega,..” kata Andragi menarik napas panjang, lega.

“Pergilah dengan ringan hati,.. negeri Klapa Getir sangat memerlukan sobat Andragi, tidak hanya Nunggalan. Banyak wilayah yang berharap ada yang bisa membantu mereka keluar dari keterpurukan atau kezaliman pihak lain,..” kata kakek Blakitem merestui.

Mereka semua puas dengan hasil pembicaraan itu. Setelah itu mereka melakukan doa untuk keselamatan nama Pasekale yang dipimpin khidmat oleh kakek Blakitem. Setelah itu dilanjutkan dengan makan-makan.

Sore itu juga Andragi dan Primasa kembali ke Harjagi sedangkan pak Pasekale tetap tinggal di Batutok. Mereka memberi alasan kalau pak Paldrino jatuh sakit dan harus tinggal di Batutok untuk dirawat.

Sementara itu kita melihat apa yang dialami Balmis dan Codet.

Pagi-pagi sekali mereka telah bersiap dengan antusias. Lugasi segera mengajak mereka sarapan pagi, dan sesudah itu segera menuju tempat air yang bisa mengangkat dirinya sendiri.

Balmis dan Codet bertanya-tanya dalam hati bagaimana mungkin air bisa mengangkat dirinya sendiri itu. Sepanjang jalan setapak menuju tempat itu mereka berdua ramai bertanya kepada Lugasi. Dan Lugasi dengan jenaka menjawab nanti lihat saja sendiri.

Sampai pada suatu tempat tiba-tiba Codet berseru,

“Lihat tuh,..!! Ada sesuatu yang berputar jauh disana.. Apa itu,..!??”

“Mana, mana,..?? seru Balmis sambil matanya mengikuti arah telunjuk tangan Codet.

Lugasi hanya terawa kecil.

Mereka semakin mempercepat langkahnya agar segera sampai disana. Semakin dekat semakin terheran-heranlah mereka dengan roda raksasa yang berputar dan menumpahkan air di talang yang menyambung ke parit besar. Setiba disana mereka disambut dua orang warga yang menunggui alat besar itu.

“Selamat pagi sobat Lugasi,..” sapa mereka.

“Selamat pagi sobat berdua, kenalkan kedua sobat saya ini Balmis dam Codet...” jawab Lugasi

Merekapun bersalaman.

“Apakah sobat berdua tiap hari tugas disini,..??” tanya Lugasi.

“Oh, tidak.. Ada giliran tugas bagi setiap warga. Kebetulan hari ini kami berdua,..” jawab seorang.

Andragi lalu memberi kesempatan Balmis dan Codet melihat lebih dekat dan bertanya segala macam tentang alat raksasa itu.

Mereka berdua sungguh menikmati pemandangan gerak kerja kincir raksasa itu. Puas dengan menikmati dan bertanya mereka lalu menceburkan diri di parit tempat air mengucur deras dari talang. Setelah puas mereka lalu diajak kembali ke desa menikmati derasnya air di parit yang masuk ke desa dengan membelah area sawah, lalu mengalir ke parit yang mengelilingi klaster perumahan terus ke area ladang sebagai saluran irigasi.

“Luar biasa perencanaannya dan pengerjaannya,..!!??” puji Balmis.

“Itu semua hasil pemikiran dan kepemimpinan sobat Andragi,..” jelas Lugasi.

 Dari sana mereka lalu menuju Area Industri.

Disinipun kedua orang itu kembali dibuat terheran-heran dengan kepandaian yang dimiliki Andralgi. Berbagai makanan olahan singkong di buat di sana, termasuk bagaimana menghasilkan alkohol yang bisa mendinginkan suhu tubuh.

“Sobat Andragi ini bukan sembarang orang. Apakah dia makhluk dari dunia lain,..??” pikir Balmis.

“Luar biasanya dia itu hebat sekali ilmunya tapi tidak sombong, dan kehebatannya itu digunakan untuk menolong orang lain... Bukan main!! Saya bertekad untuk mengikutinya dalam membantu orang lain,..!!” tekadnya.

Setelah puas melihat-lihat di Area Industri mereka lalu kembali ke Balai Desa. Ternyata disana mereka bertemu dengan Andragi dan kepala desa Harjagi, Primasa. Mereka memberi kesan tentang kehebatan desa Harjagi dan berniat belajar dari sobat Andragi.

Malam itu mereka menginap di Harjagi dan keesokan paginya Andragi, Balmis dan Codet menumpang sebuah perahu yang mengangkut singkong dan olahannya ke Kenteng untuk beberapa pedagang di Kenteng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA