Sementara itu Komir dan Kepos pun telah tiba di Kenteng hari itu. Dengan terheran-heran mereka melihat desa ini tidak seperti desa-desa yang lain pada umumnya. Juga mereka masih bisa melihat bekas-bekas reruntuhan rumah warga yang sudah rata dengan tanah.
Ketika sedang terheran-heran
itu mereka terlihat oleh Sutar yang langsung membawa mereka ke Area Lapak
Besar. Disana mereka dipersilakan memilih dan membeli singkong dengan bebas.
“Hmm,.. kalau tau begini
tak perlu kita susah-susah masuk ke hutan dan hampir terbunuh disana,..?? pikir
Kepos.
Setelah membeli beberapa
umbi singkong besar itu, nereka langsung pulang ke Poruteng dan melaporkannya
kepada Komandan Diguldo.
“Bagus..! Sekarang kalian
bisa dengan mudah meredam kehebohan itu dengan menyiarkan kalau singkong bisa
di dapat dengan membeli di Kenteng. Kalau perlu kalian bisa tunjukkan
buktinya,..” perintah Diguldo.
Setelah mendapat laporan
itu Diguldo lalu pergi menghadap Adipati Poruteng.
“Bagaimana saudara Diguldo,
apa yang akan saudara laporkan,..??
tanya Adipati Opowae.
“Kita sudah berhasil
membuka hubungan dengan pemilik singkong ajaib itu. Sekarang, siapapun boleh
mendapatkan singkong itu dengan membelinya di Kenteng. Jadi kehebohan itu akan
segera reda karena orang tidak penasaran lagi,..” jelas Diguldo.
“Bagus saudara Diguldo.
Rupanya singkong itu berasal dari wilayah perdikan milik kakek Blakitem. Mungkin
beliau memang bermaksud mengangkat kesejahteraan warga Kenteng dengan singkong
ajaib itu. Selama ini kakek Blakitem memang banyak membantu rakyat miskin,..”
lanjut Adipati.
“Saya juga berpikiran
begitu, tuan Adipati,..” kata Diguldo.
“Karena itu saya
percayakan urusan ini kepada saudara Komandan Pamong Negeri Diguldo dengan
tetap menjaga hubungan baik dengan kakek Blakitem.,..” perintah Adipati.
“Siap tuan
Adipati,..!!” Jawab Diguldo dengan wajah
cerah.
Dalam hati Diguldo merasa
gembira karena dengan perintah itu dia bisa berhubungan langsung dengan kakek
Blakitem dan iparnya Paldrino.
--------------------
Kita kembali ke Kenteng,
Pada hari yang ditentukan
berangkatlah Andragi, Lugasi, Balmis dan Codet menuju desa Harjagi dengan
memakai perahu. Balmis dan Codet terlihat bersemangat dan senang karena mereka
akan benar-benar melihat asal singkong ajaib itu.
Setiba disana mereka
diperkenalkan dengan beberapa warga yang kebetulan ada di pinggir danau.
Andragi meminta Lugasi dan dua orang warga mengajak Balmis dan Codet melihat
ladang singkong dan sekitar desa itu, sementara dirinya akan menemui kepala
desa. Balmis dan Codet senang mendengar permintaan Andragi itu.
“Tampaknya sobat Andragi
sangat memahami perasaan hati sobat Balmis dan Codet,..” kata Lugasi.
“Iya, benar...” kata
Codet tanpa basa basi.
Mereka pun segera
berjalan menuju ladang singkong yang tumbuh subur dan rapi. Di tengah jalan
Balmis dan Codet tak henti-hentinya mengagumi kerapihan desa itu, rumah yang
tertata apik, parit dan jalan, serta taman hijau.
“Ini belum semua
sobat,..” kata Lugasi. “Nanti akan sobat lihat sendiri. Sekarang kita ke Ladang
singkong ajaib itu lebih dahulu,..” lanjut Lugasi.
Pertama-tama mereka menuju ladang yang
sedang ditanami. Tampak beberapa orang yang sedang menyambungkan dua batang
singkong yang berbeda dengan potongan miring dan menyatukannya lalu dibebat
dengan pembungkus seperti pelepah pisang yang kering. Seorang warga menjelaskan
kepada Balmis dan Codet tentang proses itu.
“Wah bukan main..!! Dari
mana ilmu itu didapat,..??” tanya Balmis.
“Itu salah satu ilmu yang
dimiliki oleh sobat Andragi. Ada segudang ilmu dan kesaktian yang dimiliki
sobat Andragi yang bisa dilihat di desa ini,..” jelas Lugasi.
“Sobat Lugasi juga
mempunyai kesaktian yang luar biasa,..” puji Codet mengingat betapa hebatnya
lugasi pada peristiwa pertarungan di hutan itu.
“Hihihi... Ilmu saya tak
ada sekuku hitamnya sobat Andragi..” kata Lugasi.
Berturut-turut mereka
lalu melihat ladang singkong yang baru bertunas, yang lebih besar, yang berumur
3 bulan, yang siap panen dan terakhir yang sedang dipanen. Di ladang ini Balmis
dan Codet diijinkan turut membantu menggali singkong raksasa itu. Betapa
sukacitanya mereka seperti anak kecil mendapat mainan idamannya.
Puas memanen singkong
mereka diajak ke salah satu klaster perumahan
di desa itu. Tak henti-hentunya mereka memuji kerapihan, kebersihan dan
keindahan penataan segala sesuatunya. setelah itu baru mereka diajak ke balai
desa.
Sementara itu, Andragi
langsung menemui kepala desa Harjagi sobat Primasa. Bersama Primasa mereka ke
rumah Pak Paldrino untuk membicarakan sesuatu.
Pertama-tama Andragi
menceritakan tentang saran pak Diguldo untuk menggganti namanya dan merencakan
pertemuan keduanya.
“Baiklah, akan saya
pikirkan nama baru saya. Beri waktu saya satu malam, besok akan saya
beritahu,..” kata pak Paldrino.
Lalu Andragi menceritakan
rencana mereka pergi membantu Rampoli bersama Lugasi, Loyo, Brewok, Balmis dan
Codet.
“Karena itu besok
sebaiknya kita menghadap kakek Blakitem di Batutok membicarakan ini semua dan
minta restu dari beliau,..” kata Andragi.
“Kalau begitu saya akan
mengutus seorang santri hari ini juga untuk menemui beliau di sanggarnya
memberitahu rencana kita menemui beliau,..” kata Primasa, kepala desa Harjagi.
Pertemuan mereka pun
selesai.
Andragi dan kepala desa
Harjagi pergi menuju ke balai desa, sedangkan pak Paldrino tetap dirumah untuk
mencari nama barunya. Mulai sekarang dia harus membatasi diri untuk berkenalan
dengan orang baru sebelum namanya diganti.
Setiba di balai desa
Andragi memperkenalkan Balmis dan Codet dengan Primasa sebagai kepala desa Harjagi. Kedua orang itu
tak habis-habis mengagumi apa yang mereka lihat dan berterimakasih diberi
kesempatan ikut merasakan panen singkong ajaib.
Primasa lalu menjelaskan
secara keseluruhan desa Harjagi kepada kedua orang itu termasuk Area Industri
Pengolahan Singkong serta air yang bisa mengangkat dirinya sendiri.
“Air yang bisa mengangkat
dirinya sendiri,..!!??” seru Balmis dan Codet nyaris serempak.
“Ya betuull,..!” kata
Lugasi. “Besok saya antar kita ke sana dan lihat bagaimana orang bikin
macam-macam makanan dari singkong...”
“Termakasih...terimakasih
...” kata keduanya berulang-ulang.
Keesokan harinya Andragi,
Primasa dan Pak Paldrino berangkat menuju Pesanggrahan Batutok dengan perahu.
Menurut utusan yang dikirim, Kakek
Blakitem bisa ditemuihari ini. Beliau telah menanti di sana.
Setelah saling memberi
salam, Andragi mulai menceritakan sebagaimana dia ceritakan kemarin kepada pak
Paldrino.
“Syukurlah semuanya
berkembang seperti yang para sobat rencanakan. Dan, saran pak Diguldo itu
tepat. Kita memang harus mengubur nama itu agar tidak menjadi sesuatu yang
tidak kita inginkan. Juga agar tidak mengganggu kedudukan pak Diguldo. Kita
tidak tahu sikap Kotaraja terhadap “pembunuhan Wedana Aldrino” atau kedudukan
para pembunuhnya. Pada saatnya mungkin kita bisa mengetahuinya nanti. Apakah
pak Paldrino sudah mendapatkan nama gantinya,..??” tanya kakek Blakitem.
“Sudah saya pikir
semalaman, nama baru saya Pasekale. Bagaimana menurut kakek Blakitem dan sobat
semua..?” tanya Paldrino.
Mereka semua
mengangguk-angguk setuju.
“Nama yang bagus dan
terdengar jauh berbeda dari sebelumnya. Nah, mulai sekarang mari kita biasakan
memanggil nama itu,.. Pasekale. Dan setelah pembicaraan kita selesai kita akan berdoa
untuk nama yang baru ini,..” kata kakek Blakitem.
“Terimakasih banyak,..”
kata Paldrino, eh Pasekale.
Yang hadir disitu lalu
mengucapkan selamat kepada pak Pasekale dan berjanji tidak akan menyebut-nyebut
atau mengaitkan dengan nama Paldrino. Pasekale adalah orang yang berbeda, bukan
Paldrino.
Kakek Blakitem lalu
memberi aba-aba memanggil seorang santri mendekat dan membisikkan sesuatu untuk
menyiapkan sesaji dan penganan untuk merayakan nama Pasekale.
“Nah, karena itu pak
Pasekale untuk sementara akan tinggal di Batutok sini dan tidak kembali ke
Harjagi. Saya pikir pak Pasekale akan memiliki tugas baru sebagai Wedana di
Nunggalan. Selama ini sebagai tanah perdikan Nunggalan tidak memiliki wedana
karena tidak terkait dengan urusan pemerintahan. Tapi dengan semakin
berkembangnya Harjagi dan Poruteng sebaiknya ada pemimpin wilayah yang
mengaturnya. Terutama yang berhubungan dengan tata pemerintahan. Karena itu
saya menginginkan ada orang yang bisa menjadi wedana dan mengatur seluruh
wilayah tanah perdikan Nunggalan ini yang meliputi daerah-daerah sekitar danau
Nunggala termasuk Kenteng Batutok ini dan Harjagi. Karena ini tanah perdikan,
pimpinan wilayah tidak mengikuti sistim pemilu seperti wilayah lain di negeri
Klapa Getir ini. Karena itu jika pak Pasekale tidak keberatan, saya menunjuk
pak Pasekale menjadi Wedana Nunggalan,..” jelas kakek Blakitem.
“Wah, ide yang bagus
sekali,...!! seru Andragi bersemangat.
“Bagaimana pak Pal, eh
maaf pak Pasekale,..??” tanya Andragi.
“Kalau menurut kakek
Blakitem dan para sobat hal ini baik, saya kerjakan sebaik-baiknya..” jawab
Pasekale sambil memberi hormat dengan mendekapkan kedua telapak tangannya di
dada.
“Dan setelah menjadi
wedana baru bisa kita pertemukan pak Pasekale dengan pak Diguldo sebagai bentuk
perkenalan wedana baru,..” lanjut kakek Blakitem.
“Terimakasih banyak.
Kakek Blakitem berpandangan jauh ke depan, terimakasih,..” kata Pasekale
teringat anak istrinya yang tinggal bersama Komandan Diguldo.
“Nah,sekarang persoalan
kedua tentang niat membantu Rampoli itu. kalau sobat Andragi itu tugas yang
mulia yaitu mengembalikan kepada rakyat hak mereka dan menghapis kezaliman saya
pikir itu baik dan saya merestui dengan catatan hindari sebanyak mungkin
korban. Dengan segala imu yang dimiliki sobat Andragi bisa menghindarkan
jatuhnya korban yang tidak perlu” jelas kakek Blakitem.
“Terimakasih kakek
Blakitem,... tetapi kami mohon kakek Blakitem sekali-sekali berkenan mengawasi
kelanjutan pembangunan Kenteng Baru yang terpaksa kami tinggalkan dulu,..”
pinta Andragi.
“Oh, tentu... tentu saja
saya akan sering menengoknya. Saya tentu ingin agar mereka maju lagipula segala
pondasi untuk itu sudah diletakkan oleh sobat Andragi dan tinggal melanjutkannya
saja. Sayang kalau terbengkalai..” jawab kakek Blakitem.
“Karena itu saya akan
meminta Dwisa dan beberapa santri melanjutkan tugas pembangunan itu. Mereka
telah belajar banyak selama ini dari sobat Andragi baik ilmu fisik maupun
kepemimpinan saat membangun Harjagi. Kini saatnya giliran mereka
mempraktekannya.,,” lanjut kakek Blakitem.
“Terimakasih banyak,
kakek Blakitem,...” kata Andrahi lega.
“Ouww, justru saya yang
berterimakasih dengan adanya kesempatan ini sehingga para santri bisa lebih berkembang,.....
termasuk nanti bersama pak Pasekale para santri bisa membangun
Nunggalan...”jelas kakek Blakitem.
“Baiklah kakek
Blakitem,.. saya merasa lega,..” kata Andragi menarik napas panjang, lega.
“Pergilah dengan ringan
hati,.. negeri Klapa Getir sangat memerlukan sobat Andragi, tidak hanya
Nunggalan. Banyak wilayah yang berharap ada yang bisa membantu mereka keluar
dari keterpurukan atau kezaliman pihak lain,..” kata kakek Blakitem merestui.
Mereka semua puas dengan
hasil pembicaraan itu. Setelah itu mereka melakukan doa untuk keselamatan nama
Pasekale yang dipimpin khidmat oleh kakek Blakitem. Setelah itu dilanjutkan
dengan makan-makan.
Sore itu juga Andragi dan
Primasa kembali ke Harjagi sedangkan pak Pasekale tetap tinggal di Batutok.
Mereka memberi alasan kalau pak Paldrino jatuh sakit dan harus tinggal di
Batutok untuk dirawat.
Sementara itu kita
melihat apa yang dialami Balmis dan Codet.
Pagi-pagi sekali mereka
telah bersiap dengan antusias. Lugasi segera mengajak mereka sarapan pagi, dan
sesudah itu segera menuju tempat air yang bisa mengangkat dirinya sendiri.
Balmis dan Codet
bertanya-tanya dalam hati bagaimana mungkin air bisa mengangkat dirinya sendiri
itu. Sepanjang jalan setapak menuju tempat itu mereka berdua ramai bertanya
kepada Lugasi. Dan Lugasi dengan jenaka menjawab nanti lihat saja sendiri.
Sampai pada suatu tempat
tiba-tiba Codet berseru,
“Lihat tuh,..!! Ada
sesuatu yang berputar jauh disana.. Apa itu,..!??”
“Mana, mana,..?? seru
Balmis sambil matanya mengikuti arah telunjuk tangan Codet.
Lugasi hanya terawa
kecil.
Mereka semakin
mempercepat langkahnya agar segera sampai disana. Semakin dekat semakin
terheran-heranlah mereka dengan roda raksasa yang berputar dan menumpahkan air
di talang yang menyambung ke parit besar. Setiba disana mereka disambut dua
orang warga yang menunggui alat besar itu.
“Selamat pagi sobat
Lugasi,..” sapa mereka.
“Selamat pagi sobat
berdua, kenalkan kedua sobat saya ini Balmis dam Codet...” jawab Lugasi
Merekapun bersalaman.
“Apakah sobat berdua tiap
hari tugas disini,..??” tanya Lugasi.
“Oh, tidak.. Ada giliran
tugas bagi setiap warga. Kebetulan hari ini kami berdua,..” jawab seorang.
Andragi lalu memberi
kesempatan Balmis dan Codet melihat lebih dekat dan bertanya segala macam tentang
alat raksasa itu.
Mereka berdua sungguh
menikmati pemandangan gerak kerja kincir raksasa itu. Puas dengan menikmati dan
bertanya mereka lalu menceburkan diri di parit tempat air mengucur deras dari
talang. Setelah puas mereka lalu diajak kembali ke desa menikmati derasnya air
di parit yang masuk ke desa dengan membelah area sawah, lalu mengalir ke parit
yang mengelilingi klaster perumahan terus ke area ladang sebagai saluran
irigasi.
“Luar biasa
perencanaannya dan pengerjaannya,..!!??” puji Balmis.
“Itu semua hasil
pemikiran dan kepemimpinan sobat Andragi,..” jelas Lugasi.
Dari sana mereka lalu menuju Area Industri.
Disinipun kedua orang itu
kembali dibuat terheran-heran dengan kepandaian yang dimiliki Andralgi. Berbagai
makanan olahan singkong di buat di sana, termasuk bagaimana menghasilkan
alkohol yang bisa mendinginkan suhu tubuh.
“Sobat Andragi ini bukan
sembarang orang. Apakah dia makhluk dari dunia lain,..??” pikir Balmis.
“Luar biasanya dia itu
hebat sekali ilmunya tapi tidak sombong, dan kehebatannya itu digunakan untuk
menolong orang lain... Bukan main!! Saya bertekad untuk mengikutinya dalam
membantu orang lain,..!!” tekadnya.
Setelah puas
melihat-lihat di Area Industri mereka lalu kembali ke Balai Desa. Ternyata
disana mereka bertemu dengan Andragi dan kepala desa Harjagi, Primasa. Mereka
memberi kesan tentang kehebatan desa Harjagi dan berniat belajar dari sobat
Andragi.
Malam itu mereka menginap
di Harjagi dan keesokan paginya Andragi, Balmis dan Codet menumpang sebuah
perahu yang mengangkut singkong dan olahannya ke Kenteng untuk beberapa
pedagang di Kenteng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.