Dia lalu menunjuk Brewok, Balmis, Prawa dan Prati untuk tugas membuat tempat persinggahan itu. Bersama dengan Lugasi dan Pratur mereka turun menuju Selonto. Karena belum ada jalan mereka harus merambah hutan dan membuat jalan tikus agar mudah jalan pulang. Jalan tikus itu mereka beri tanda khusus yang hanya mereka sendiri yang tahu.
Setiba di pinggir hutan
mereka lalu mencari tempat tersembunyi yang bagus untuk melihat kedatangan
orang dari arah Selonto.
“Tempat ini bagus kita
jadikan tempat persinggahan,..” kata Lugasi.
“Baik,... kami akan buat
tempat ini tempat persinggahan yang tidak mencolok,..” kata Brewok.
Adapun Lugasi dan Pratur
segera turun menuju Selonto melalui lembah datar yang terlihat subur. Mereka
tiba di Selonto dan mencari warung makan yang dekat dengan pasar. Dari situ
mereka bisa mengamati sebagian besar area pasar yang sedang lengang karena
bukan hari pasar. Hanya ada satu dua orang pedagang dan pembeli disana. Tapi
tidak terlihat orang yang mungkin dikenali oleh Pratur.
“Mungkin saya harus
menunjukkan diri karena Juritma tentu memilih berlindung di tempat yang tidak
mudah dilihat,..” kata Pratur.
“Ya, saya kira begitu,..”
kata Lugasi.
Pratur lalu keluar menuju
tempat pedagang alat-alat pertanian seperti pacul, parang, arit dan sebagainya.
Dia berlagak seperti calon pembeli yang mengamati dengan serius sebilah parang
dan mencoba menawarnya. Dia lalu memilih-milih parang dan kembali berusaha
menawarnya. Pada saat itu sudut matanya menangkap sosok Juritma yang berjalan dengan
hati-hati mendatanginya. Pratur segera membayar harga parang itu dan sambil
berjalan memberi tanda kepada Juritma untuk mengikutinya.
Dari dalam warung Lugasi
melihat Juritma mengikuti Pratur menuju suatu tempat. Di sebuah sudut Pratur
berhenti dan menunggu Juritma. Sementara keduanya bercakap-cakap Lugasi melihat
seseorang membeli pacul dan berjalan ke arah yang dituju Pratur. Lugasi yakin
pasti orang itu juga bekas prajurit. Lugasi lalu membayar makanannya dan
bergegas keluar warung menemui orang yang dilihatnya.
Orang itu agak terkejut
melihat Lugasi tetapi segera menjadi tenang melihat Lugasi tersenyum dan
mengangguk. Dengan anggukan kecil Lugasi mengajaknya mengikuti arah yang dituju
Pratur dan Juritma.
Melihat Lugasi berjalan
ke arahnya dan di belakangnya mengikuti seseorang yang memanggul pacul, Pratur
segera mengajak juritma berjalan menuju tepi hutan ke tempat persinggahan
mereka.
Melihat Pratur berjalan
pergi bersama Juritma, Lugasi lalu berbelok ke arah yang berbeda dan berhenti
di suatu sudut yang tidak mencolok menunggu si pembawa pacul.
“Apakah saudara kenal
saya,..?” tanya Lugasi.
“Ya, kami disuruh ke
Selonto setelah kejadian itu,..” jawabnya.
“Siapakah orang di depan
tadi,..” tanya Lugasi menguji.
“Dia komandan saya pak
Pratur dan teman saya Juritma,..” jawabnya.
“Baiklah, tapi kenapa
saudara sudah ada disini,...?? Ini kan bukan hari pasar,,.” selidik Lugasi.
“Saya masih bujangan dan
ingin segera bergabung dengan tuan-tuan,..” jawabnya.
“Oh begitu,.. Baiklah,
mari ikut saya,..” ajak Lugasi.
“Tapi,...??” katanya.
“Tapi, apa,..??” tanya
Lugasi.
“Tapi masih ada beberapa
teman bujangan yang menunggu di sekitar pasar ini,..” kata bekas prajurit itu.
“Hmmm, ... tapi kita
tidak bisa mengajak mereka sekarang karena akan mencolok. Tunggu saat hari pasar.
Kapan hari pasar disini,..??” tanya Lugasi.
“Dua hari lagi,..” jawab
orang itu.
“Baik,.. lusa kita jemput
kawan-kawanmu. Sekarang ikut saya ke tepi hutan,..” kata Lugasi.
Mereka lalu menuju tempat
persinggahan melalui jalan yang berbeda dengan Pratur dan Juritma. Setiba
disana mereka melihat Pratur dan Juritma baru saja sampai ke pondok sederhana
yang dibuat oleh Brewok, Balmis, Prawa dan Prati. Mereka lalu bertukar cerita
kabar masing-masing.
“Saya terpaksa membunuh
isteri dan lelaki itu karena marah dan lagi pula kepulangan saya akan diketahui
oleh lelaki itu,... apa boleh buat,..” kata Juritma.
“Ya,..ya,.. bisa
dimengerti,..” kata Lugasi.
“Tapi sekarang kita
pikirkan bagaimana menjemput mereka yang sudah ada di Selonto,.. jangan sampai
mereka terlalu lama disana,..” lanjut Lugasi.
Merekapun berunding dan
menyetujui langkah yang harus dilakukan oleh setiap orang. Sambil menunggu
datangnya hari pasar, mereka berdelapan membenahi pondok persinggahan itu menjadi
lebih besar tetapi dibuat lebih tersembunyi. Dengan jumlah tenaga yang cukup banyak bangunan pondok persinggahan yang lumayan besar berhasil mereka dirikan. Meski sederhana tetapi dilengkapi dengan dua kamar dan ruangan luas berisi amben besar dan beberapa bangku.
Pada saat hari pasar tiba mereka semua pergi ke Selonto kecuali Juritma. Sebagai buronan, memang sebaiknya dia bersembunyi. Mereka pergi berdua-dua dengan jalan yang berlainan, selain Lugasi
yang berjalan sendiri.
Hari masih pagi namun
pasar memang ramai di pagi hari. Biasanya menjelang tengah hari pasar akan
berangsur-angsur jadi sepi. Ke tujuh orang itu lalu menyebar di area pasar terutama di bagian pinggir agar mudah
mengamati ke tempat yang ramai, juga mudah terlihat dan cepat pergi
meninggalkan pasar bila terpaksa.
Benar saja, ketika Prati
yang bersama Brewok melihat bekas anak buahnya yang sedang melihat-lihat
barang-barang yang dijual. Ia menghampiri lalu mencoleknya dan diam-diam mengajaknya ke
tempat yang sepi dimana Brewok berada.
“Bu..kan...kah komandan ...telah ... terbunuh...di..sana,..??” tanya bekas prajurit itu.
“Sssst, pelan-pelan,..!
Tidak, saya tidak terbunuh,..” jawab Prati.
Prati menceritakan bagaimana mereka dikalahkan oleh para 'perampok' yang memiliki ilmu beladiri yang sangat lihai tetapi bukan sembarang perampok. Mereka dibuat tidak punya pilihan untuk kembali ke Megalung selain membuat seakan-akan telah mati terbunuh.
"Jadi ,,, kuburan itu palsu rupanya,.." kata bekas prajurit itu.
"Tidak semua palsu. Ada beberapa pimpinan prajurit yang benar-benar tewas terbunuh,.." jawab Prati.
"Karena itu nama saya sekarang adalah Prati,.. Panggil saya Prati,.." lanjutnya.
Dia lalu
memperkenalkannya dengan Brewok. Pada saat itu ternyata ada teman prajurit itu yang diam-diam
melihat Prati dan temannya menuju ke tempat Brewok. Dengan hati-hati dia mendekati tempat itu dan menyapa Prati.
“Saya ada disini komandan,..”
lapornya.
“He, ... ada berapa orang
kalian yang sudah kesini,..??” tanya Prati.
“Ada belasan orang setahu
saya pak,..” jawab bekas anak buahnya itu.
“Hmmm baiklah,.. Kalian
berdua ikut sobat Brewok ini dari belakang satu-satu dengan jarak tertentu agar
tidak menarik perhatian,.. mengerti,..?” perintah Prati.
“Mengerti pak,..” jawab
keduanya hampir berbarengan.
“Nah. sebelum sobat
Brewok pergi, kalian sebaiknya beli bahan makanan untuk beberapa hari dan alat
bekerja seperti pacul atau parang seperti orang yang pulang dari belanja ke
pasar,..” jelas Prati.
Mereka berdua segera
melakukan yang dikatakan Prati. Brewok juga membeli sekantung beras dan sebuah
parang. Setelah itu dia kembali ke tempat semula dan dilihatnya ke dua prajurit
itu sudah kembali berada disana bersama Prati.
Brewok pun lalu melangkah
pergi keluar dari area pasar. Setelah jarak dua puluh meter prajurit yang satu
melangkah mengikutinya. Demikian juga kawannya mengikutinya setelah berjarak
sekitar dua puluh meter. Dengan cara itu Brewok menuntun mereka menuju pondok
persinggahan yang ditunggui oleh Juritma.
Sepeninggal ke tiga orang
itu, Prati kembali mengamati ke dalam pasar. Sama seperti sebelumnya ketika dia
melihat seorang bekas prajuritnya dia menghampiri, mecoleknya dan mengajaknya
ke tempat yang lebih sepi. Demikian juga ketika dia melihat seorang lagi bekas
prajuritnya. Mereka juga disuruh belanja bahan pangan dan alat kerja sebelum
pergi. Bertiga dengan cara seperti Brewok, dia menuntun dua bekas prajuritnya
menuju pondok persinggahan.
Hal yang sama dilakukan
oleh semua tujuh orang termasuk Lugasi yang setelah tiba di pasar bergabung
dengan Prawa yang berdua dengan Balmis. Dengan cara yang sama seperti Prati dan
Brewok mereka berhasil menuntun 6 orang bekas prajurit. Secara keseluruhan hari
itu mereka berhasil membawa 15 orang bekas prajurit ke pondok persinggahan.
Semuanya prajurit yang masih bujangan.
Di pondok persinggahan
itu kini berkumpul 23 orang yang membawa banyak bahan pangan dan peralatan
kerja. Mereka memutuskan sebagian besar siang itu juga langsung menuju markas
mereka di puncak bukit. Hanya Pratur, Prawa dan Prati yang ditinggal untuk
kembali ke pasar mencari bekas prajurit yang masih ada.
Menjelang malam ke dua
puluh orang itu tiba di markas di puncak bukit. Mereka segera ditemui oleh
Andragi dan kawan-kawan.
“Selamat datang sobat
sekalian, selamat jumpa lagi,..” sapa Andragi.
“Terimakasih sudah
memenuhi janji kalian sehingga bisa sampai disini. Kita akan memulai hidup baru
dari sini dan berjuang membangun hidup yang lebih baik. Apakah kalian
bersedia,..??” tanya Andragi.
“Kami bersedia,...!!”
kata mereka serempak.
“Terimakasih,.. Mulai
besok pagi kita akan bekerja membangun tempat ini untuk menampung kawan-kawan
bekas prajurit yang akan berdatangan setiap saat,..” jelas Andragi.
Malam itu para bekas
prajurit yang baru datang itu tidur di kolong markas yang lumayan besar itu. Esok
harinya mereka bangun pagi-pagi dan segera membagi tugas untuk memasak bagi 30
orang yang berada di markas itu.
Setelah sarapan mereka
dikumpulkan di depan markas. Andragi lalu membagi-bagi tugas. Ada yang bertugas
memasak, ada yang berburu, ada yang mencari sayuran dan makanan di hutan, dan
sisanya membangun barak untuk tempat
tinggal mereka dan tempat tinggal bagi yang akan tiba dari Selonto.
Andragi dengan dibantu Loyo membuat denah area
untuk daerah markas mereka agar cukup ditinggali oleh sekitar seratus dua puluh
keluarga. Selain markas ada daerah pemukiman keluarga di bawah bukit sebelah
timur yang bukan ke arah Selonto, ada daerah ladang dan sawah di dekatnya.
Antara kedua area itu dengan markas pusat berjarak 500 meter dibatasi oleh
hutan lebat. Tempat itu oleh Loyo diberi nama desa Kasjur.
Prasa, Prama, Lugasi dan
Juritma ditugaskan membantu Prati, Pratur dan Prawa menjaring bekas prajurit di
pasar Selonto. Adapun Juritma khusus bertugas mengantar dari pondok
persinggahan ke Markas di atas bukit. Dia tidak boleh menampakkan diri di
pasar.
Sejak saat itu mulailah
berdatangan 2-5 orang bekas prajurit prajurit setiap hari. Rupanya para bekas
prajurit yang sudah berkeluarga pun ingin cepat-cepat bergabung setelah
mendapatkan tempat tinggal yang mereka sewa untuk anak istrinya. Kepada pemilik
rumah yang disewa mereka mengaku sebagai pedagang yang harus bepergian ke
tempat lain untuk berdagang. Itulah cara cerdik mereka agar tidak ingin
dikenali oleh tetangga baru mereka. Para bekas prajurit itu tersebar di
beberapa desa di sekitar Selonto.
Sementara itu,....
Kompra dan pasukannya
sebanyak 350 orang berbaris dengan cepat
menyusuri jalan menuju Kotaraja melalui sebelah utara gunung Merasin. Beberapa
orang dari pasukan yang berkuda disuruhnya mendahului dan memberi kabar jika
ada sesuatu yang mencurigakan. Setiap sepuluh kilometer mereka akan berhenti
untuk mengistirahatkan kuda-kuda dan dua orang disuruh kembali ke induk pasukan
untuk memberi kabar dan diganti oleh dua prajurit lain dengan kuda yang lain
yang pergi menyusul pasukan pendahulu yang sedang beristirahat. Sesampai disana
mereka segera berangkat sejauh sepuluh kilometer berikutnya lalu berhenti dan
mengirim 2 orang ke induk pasukan. Begitu seterusnya. Dengan cara begitu Kompra
menjaga kesegaran tubuh pasukan berkudanya.
Pada hari kedua pagi-pagi
setelah sarapan pasukan pendahulu sudah berangkat dengan penuh semangat. Tidak
lama kemudian mereka sanpai di desa Kalisunggi.
“Hei,... BRENTI,..!!”
perintah prajurit yang memimpin.
“Periksa dengan teliti
tempat ini. cari tahu kenapa rumah-rumah itu hangus terbakar,..!!” lanjutnya.
Pasukan pendahulu itu
turun dari kudanya dan meneliti tempat itu dengan seksama. Rumah-rumah didapati
hangus dan porak poranda. Tidak ada satu orang pun yang ditemui. Hanya ada
beberapa kuburan yang baru beberapa hari dibuat.
“Cepat kita kembali ke
pasukan induk,..!!” perintah prajurit yang memimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.