Kejar dan Habisi Dia!

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #02)

Bagian Satu
Pada Awalnya….,

 L
angit di hutan itu mendadak menjadi gelap. Udara di sekitarnya tiba-tiba terasa lebih berat dan juga lebih lembab, menekan dada. Suasana terasa menjadi aneh, seakan semakin hening, senyap dan mencekam. Tiada angin berhembus, tiada suara berbisik. Waktu pun seakan berhenti berdetak, tanpa irama kehidupan. Diam…, semuanya diam..! Tak bergerak dan pula tak bersuara.

Pemuda yang sedang berlari di dalam hutan lebat itu segera menghentikan langkahnya saat merasakan perubahan keadaan itu. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan.Tetapi tiada siapapun di sekitarnya. Suara serangga atau burung maupun dedaunan yang tadinya menari diterpa angin - yang sejak tadi telah mengiringi langkahnya di dalam hutan itu - kini tiba-tiba lenyap begitu saja. Seakan dialah satu-satunya makhluk hidup di hutan itu. Tak ada aroma kehidupan disekitarnya. Bahkan pepohonan juga seperti pergi menjauh, meninggalkannya. Bulu kuduknya berdiri,,

Dalam keterpanaannya itu tiba-tiba halilintar membelah langit diatas kepalanya diiringi suara mendentum keras yang menggelegar memecahkan anak telinga. Bumi pun bergoyang, diikuti dengan angin yang menderu-deru keras menerjang pepohonan. Suaranya bagai seribu siulan setan bersahut-sahutan, memenuhi seluruh hutan. Dan ketika halilintar kembali menyalak, hujanpun tercurah dengan derasnya, seakan seluruh isi langit ditumpahkan seketika.

Sadar tubuhnya terguyur air, pemuda itu segera lari mencari tempat berteduh. Tangannya, tanpa diperintah, mencari sesuatu di dalam kantong ransel di punggungnya, namun sia-sia. Payung atau jas hujan itulah benda yang kiranya tak terbawa. Dalam cuaca yang gelap dan sedemikian riuh itu, ia hanya bisa menduga-duga tempat yang mungkin digunakan untuk berteduh. Seperti orang buta kehilangan tongkat, ia bingung tak tahu harus kemana.

Meskipun tertatih-tatih ia terus berusaha berlari tak tentu arah, karena ia sadar para pengejarnya akan membunuhnya bila tertangkap.

Dalam berlarinya itu samar-samar terlihat olehnya sebuah bayangan pohon beringin besar yang tampak kabur tertutup tirai air hujan. Kesanalah ia bergegas sambil mempercepat langkahnya. Hutan itu kini semakin menjadi gelap. Sesekali ia terantuk akar dan tertumbuk batang pohon, namun ia terus berlari menuju pohon beringin itu.

Dan… ketika ia hampir mecapai pohon beringin besar itu, kaki-kaki yang sudah gontai menopang tubuhnya tiba-tiba terperosok ke dalam lubang yang sama sekali tertutup sebelumnya oleh dedaunan dan semak. Tubuh pemuda itu melayang jatuh ke dalam perut bumi, jauh…. dan jauh sekali…!

Disisi lain,..
Beberapa saat setelah si pemuda jatuh ke lubang, di tepi hutan itu muncul sepasukan prajurit bersenjata lengkap.
“Sersan!! Kemana larinya anak itu!” teriak komandan yang memimpin pengejaran.
“Kesana, pak. Ke arah hutan itu,” jawab yang ditanya.
“Kejar, jangan sampai lolos! Habisi kalau terlihat!” perintah komandannya.

Bergegas kaki-kaki bersepatu lars itu melangkah cepat menyisiri hutan. Moncong senjata api ditangan mereka siap menyalak.
“Pak, ini jejak motornya!” kata seorang prajurit.
“Ikuti jejak itu!” perintah sang komandan.

Mereka mengikuti jejak motor yang terlihat hingga tiba di bagian hutan yang lebih lebat. Disana mereka menemukan kuda besi itu tergeletak, seakan dihempaskan begitu saja lalu ditinggalkan oleh penunggangnya.
“Dia berhenti disini, dan berlari masuk hutan pak. Jejak kakinya jelas dan arahnya menuju ranting-ranting yang patah itu.”
“Hei kau..! Amankan motor itu! Yang lain terus ikuti jejaknya! Sisir dengan cermat!”

Langkah-langkah bringas mereka dengan cepat merangsek masuk ke dalam hutan yang lebih lebat, hingga mereka tiba di tempat angin ribut tadi terjadi.

“Jejaknya hilang disini, pak. Aneh! Sepertinya disini baru terjadi angin ribut. Tapi kok, hanya di sekitar sini?”
“Cari sampai dapat! Jangan sampai lolos!” teriak sang komandan.

Mereka menelusuri di seantero hutan itu dengan teliti, tetapi sia-sia. Bahkan anjing pelacak yang kemudian mereka datangkan pun hanya bisa mengendus disekeliling bagian hutan yang terusik angin ribut itu. Tidak ada jejak buruan mereka sedikitpun.
“Ia lenyap begitu saja seakan hilang ditelan bumi.” gerutu komandan itu.

Dia tidak tahu memang itulah yang terjadi. Pemuda itu telah hilang ditelan bumi sesungguhnya.

“Bagaimana, pak?” tanya sersan kepercayaannya.
“Kita tidak boleh gagal! Harus ada bukti kita telah menghabisinya! Kalau pemuda itu tidak ketemu, kamu tahu apa yang harus dilakukan bukan?!!”
“Siap, pak! Kerjakan!” jawab sersan itu.

Sersan lalu mengajak beberapa orang prajurit mengikutinya keluar dari hutan. Mereka menuju kearah sebuah desa yang tampak diseberang sawah dan ladang selepas hutan itu. Setelah kira-kira dua kilometer mereka berjalan, tampak seorang lelaki melangkah santai menghisap rokok sambil membawa cangkul dibahunya. Tampaknya ia hendak pulang setelah lelah seharian bekerja di ladang dan sawahnya. Para prajurit itu bergegas menghampirinya.
“Heii, pak. Berhenti..!!" teriak seorang prajurit.
Lelaki itu berhenti dan menoleh.
“Pak, antarkan kami ke hutan itu. Kami tidak tahu jalan yang terdekat!”
“Tapi, .. hutan itu angker pak,..” jawab petani itu takut.
Namun ketika melihat moncong senjata diarahkan ke dirinya, ia hanya bisa bisa mengangguk.
“Ba..baik, pak.”

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, petani itu terpaksa mengikuti perintah tentara.
Mereka segera menggiringnya kembali ke hutan. Begitu sampai disana tanpa basa-basi seorang prajurit menelikungnya dari belakang dan dengan sekali hentak mematahkan leher laki-laki yang tak berdosa itu. Kasihan, ia mati tanpa sempat pamit pada sanak keluarganya. Sungguh malang nasibnya.

Seorang prajurit lalu memakaikan tubuh yang sudah tak bernyawa itu dengan pakaian pemuda buruan mereka yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.
Sungguh professional....

“Atur posisi mayat dan motor itu seperti orang jatuh ke jurang yang dalam! Jangan lupa ambil fotonya!” perintah sersan itu.

Para prajurit segera melaksanakan perintah itu. Seorang diantaranya kemudian menyiapkan kamera langsung jadi dan memotret tubuh dan motor yang telah dibuat ringsek, dari berbagai posisi. Setelah mendapatkan gambar yang meyakinkan, diperlihatkannya kepada sersan itu.

(Catatan: 
Cerita ini settingnya di jaman sebelum ada smartphone, yg ada baru foto langsung jadi yg terkenal merk Pollaroid. Belum ada internet, koran masih jadi sumber berita)

“Bagus! Sekarang bawa mayat itu ke Rumah Sakit ‘kita’ dan serahkan ke dokter D. Juga serahkan foto ini ke wartawan W. Dia wartawan ‘kita’,..", perintah sang komanan..

Para prajurit itu sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Tampaknya bukan barang baru bagi mereka untuk melakukan pekerjaan seperti ini. pekerjaan kotor dan keji.

"Kasih data-data yang diperlukan!” perintahnya.
“Siap, pak! Kerjakan!”

Di ruang otopsi Rumah Sakit ‘kita’, dokter D tanpa perlu repot-repot melakukan pemerikasaan segera membuat laporan hasil 'otopsi' atas mayat “pemuda” itu. Umur, golongan darah, dan ciri-ciri tubuh ditulisnya sama dengan yang dimiki pemuda itu. Pada kolom sebab kematian ditulisnya: 'Patah leher akibat terjatuh dari ketinggian dan membentur benda keras'. Ditandatanganinya berkas itu dan disimpan dalam arsip khusus yang terpisah dari arsip mayat biasa.

Di tempat lain wartawan W, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya mengamati foto yang baru saja diperolehnya. Ia harus segera menulis berita yang diperlukan untuk korannya, sebelum dead line jam 10.00 malam.

“Moga-moga orang yang malang ini bukan salah satu dari famili saya,” harapnya saat mengakhiri tulisan pesanan itu.

Keesokan harinya telah termuat berita dari sebuah koran ‘kuning’ yang banyak memuat berita kriminal dan gossip murahan:
“Seorang pemuda sekitar 25 tahun kedapatan tewas terjatuh ke jurang sedalam 20-an meter bersama motornya, disekitar hutan Asem Growong yang dikenal angker oleh penduduk setempat. Pemuda malang itu tampaknya sedang ngebut saat menikung di belokan yang tajam di samping jurang itu. Tampaknya ia meninggal akibat lehernya patah, sedangkan motornya ringsek di beberapa bagian”.

Berita itu terselip diantara beberapa peristiwa kecelakaan biasa, disertai dengan foto yang ketajamannya sengaja diturunkan, sehingga detilnya agak tersamar.

Bagaimana nasib si pemuda yang jatuh ke perut bumi itu? 

2 komentar:

  1. wow seru ceritanya,mau baca lanjutannya lagi ahhhhhhh...jadi penasaran..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siip dah capt. Tapi bacanya jangan sambil bawa pesawat ya? Di darat saja bacanya, hehe.

      Hapus

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA