Wajah kedua orang itu tampak cerah dan mata mereka berbinar tanda semangat.
“Kami sanggup dan merasa
senang...Terimakasih tuan..” kata mereka hampir berbarengan.
Lugasi lalu membebaskan
keduanya dari totokan. Segera mereka menjatuhkan diri berlutut dan menyembah,
“Terimakasih..
Terimakasih.. tuan..” kata mereka berulang-ulang.
Brewok dan Loyo mengajak mereka
berdiri.
“Jangan panggil saya
tuan,. Kenalkan saya Lugasi.. ini sobat Brewok dan ini sobat Loyo..” jelas
Lugasi.
“Orang memanggil saya
dengan Balmis, kata Si Tebal Kumis memperkenalkan diri.
“Saya biasa dipanggil
Codet, karena sejak kecil emak saya memanggil begitu. Saya tak punya nama lain,
kata Muka Codet memperkenalkan diri.
“Baiklah sobat Balmis dan
sobat Codet. Panggil saja kami dengan sebutan sobat,..” Lugasi menjelaskan.
Sesuai dengan syarat yang
telah disetujui Balmis dan Codet, mereka berlima lalu menuju desa Kenteng.
Betapa terkejutnya mereka berdua melihat desa Kenteng yang sebagian penduduknya
telah pergi, rumah mereka telah rata dengan tanah, hanya tersisa sepuluh rumah,
tetapi telah ada bangunan baru yang besar, ada beberapa rumah baru, sebagian
parit dan jalan yang belum selesai dan satu dua sumur.
“Apakah yang terjadi
disini...??” tanya Balmis terheran-heran. “Kemana sebagian besar warga desa
ini..?”
“Nanti sobat akan tahu.
Kita ke markas pembangunan desa Kenteng Baru disana..” ajak Lugasi.
Di markas itu mereka
diperkenalkan dengan Andragi dan ...Sutar,.. yang juga sudah berada di sana.
“Selamat datang, sobat
Balmis dan sobat Codet,..” kata Sutar mendahului.
“Ya,.. selamat ketemu
lagi,..” jawab Balmis agak kikuk.
Lugasi lalu menjelaskan
apa yang terjadi di hutan tadi dan janji yang disanggupi oleh Balmis dan Codet.
“Bagus, kalau begitu
sebenarnya tidak perlu janji tapi yang perlu adalah membuktikan kalau sobat
berdua berniat membantu masyarakat khususnya warga Kenteng...” kata Andragi.
“Kami sungguh
berterimkasih banyak karena juga diberi kesempatan dan jalan untuk membantu
warga Kenteng. Kami tadinya hanya bisa prihatin,..” jawab Balmis.
Andragi lalu menjelaskan
proyek pembangunan desa Kenteng yang sedang mereka kerjakan secara rinci.
Balmis dan Codet dengan antusias mendengarkan dan sesekali terdengar decak
kagum mereka. Mereka sangat ingin menjadi bagian dalam pembangunan ini.
“Dan sobat Sutar ini asli
warga Kenteng, dan dia sudah menjadi pedagang singkong seperti yang sobat
berdua harapkan. Juga beberapa warga desa disini. Adapun warga desa yang lain
suatu saat akan kami temukan dengan sobat berdua,..” jelas Andragi.
Mulai saat itu Balmis dan
Codet membantu membangun desa Kenteng Baru, Mereka sangat rajin dan bersemangat
seperti orang kehausan mendapatkan air yang segar. Jika malam tiba mereka
memilih tidur di bagian kolong rumah sekalian berjaga malam.
Dengan tambahan dua
tenaga ini pembangunan semakin cepat jalannya. Parit segera terselesaikan sepenuhnya.
Satu dari dua jembatan sudah jadi. Atap lapak besar juga sudah jadi. Ada
tambahan dua rumah baru dan juga sumur. Semuanya sudah ada contohnya, timggal
melanjutkan saja.
Balmis dan Codet juga
sudah paham seluk beluk soal singkong ajaib itu walapun belum sempat melihat
bagaimana proses menanamnya. Juga keberadaan sebagian warga Kenteng yang pindah
ke desa baru Harjagi sudah mereka ketahui ceritanya. Suatu saat mereka akan
diantar kesana melihat sendiri. Tentu kalau sudah cukup kepercayaan kepada
mereka.
Suatu hari Andragi
meminta mereka pergi ke Poruteng menemui Komir dan Kepos.
”Katakan kepada kedua
orang itu kalau singkong ajaib bisa dibeli di Kenteng bagi yang mau berdagang
untuk dijual di Poruteng. Lapak yang kita bangun sudah siap menjual singkong
dan produk olahannya.” jelas Andragi.
“Kalau kalian ditanya
kenapa bisa kembali dengan tangan dan kaki yang tidak buntung, apa yang akan
kalian katakan,..??” tanya Lugasi menguji.
“Kami akan bilang kalau
kami tidak jadi pergi ke hutan tetapi langsung ke Kenteng karena ternyata
singkong ajaib bisa di dapat disini,..” jawab Balmis dengan lancar.
“Ya, bagus juga jawaban
itu. Dan tambahkan juga kalau kalian ikut membantu membangun desa Kenteng
sehingga lama tidak ke Poruteng,..” tambah Andragi.
Esoknya Balmis dan Codet berangkat ke Poruteng.
Diluar sepengetahuan mereka, Loyo telah mendahului mereka menuju ke kediaman Komandan
Diguldo dengan menyamar sebagai kerabatnya dari Kotaraja.
Setelah melalui
pemeriksaan para penjaga, Loyo akhirnya diijinkan menghadap Komandan Diguldo. Penjaga
lalu diminta keluar oleh Diguldo, tak perlu dijaga, karena yang datang adalah
kerabatnya dari Kotaraja.
Setelah penjaga keluar,
Loyo lalu menceritakan segala sesuatunya tentang pembangunan di Harjagi dan
Kenteng Baru, juga peristiwa Komir dan Kepos yang dibuat ketakutan setengah
mati serta tentang Balmis dan Codet yang sebentar lagi akan datang di Poruteng
membawa berita kalau singkong bisa didapat di Kenteng tanpa perlu susah payah
masuk hutan.
“Oh, baguslah kalau
begitu. Tentu sebentar lagi Kenteng dan Harjagi akan menjadi daerah terbuka.
Selama ini pemerintah tidak mengatur tempat itu karena wilayah itu milik
pribadi kakek Blakitem dan menjadi tanah perdikan (sekarang disebut otonomi
- red). Pemerintah hanya akan menyentuhnya kalau ada permintaan dari kakek
Blakitem. Kalau tidak ada permintaan, pemerintah tidak akan mengganggu kewenangan
kakek Blakitem yang selama ini justru telah banyak menampung warga miskin.”
jelas Diguldo.
“Selama ini saya hanya
bisa menduga berdasarkan laporan Komir dan Kepos, dan ternyata kesimpulan saya
benar tentang makhluk seram penunggu hutan itu tidak lain sobat Lugasi yang
bisa menggelinding dengan cepat dan bikin buntung anggota tubuh. Apalagi
ditambah bumbu adanya kata istri saya, saya jadi yakin itu pesan dari sobat
Lugasi,..” lanjut Diguldo sambil tertawa kecil.
Loyo turut tertawa,
katanya, “Syukurlah pak Diguldo menangkap pesan itu. Sobat Andragi juga yakin
kalau pak Diguldo menangkap pesan itu, apalagi telah menugaskan Komir dan Kepos
meredam kegaduhan soal asal singkong itu,..” kata Loyo.
“Karena itu kedatangan
sobat Loyo sangat penting sehingga kami tahu persis situasi disana dan bisa
mengambil posisi sebaik-baiknya...” lanjutnya.
“Nah, karena desa Harjagi
dan Kenteng Baru akan menjadi lebih terbuka, menurut saya lebih baik pak
Paldrino mengganti namanya dan menyembunyikan semua identitasnya seakan
Paldrino memang telah mati. Setelah itu dia bisa datang kesini, mungkin bersama
kakek Blakitem untuk memperkenalkannya sebagai wakilnya misalnya atau sebagai
yang lain. Saya sudah rindu bertemu dengannya, juga tentu saja isteri dan
anak-anaknya, ...” jelas Diguldo.
“Baik pak Diguldo, saya
akan sampaikan pesan bapak kepada Pak Paldrino dan kakek Blakitem bersama sobat
Andragi,..” jawab Loyo.
“Nah, karena sudah tidak
ada yang penting dibicarakan, silakan sobat Loyo ke bagian belakang rumah ini
dan temui istri pak Paldrino dan anak-anaknya sementara saya menunggu kabar
baru dari Komir dan Kepos,..” kata Diguldo
Loyo lalu minta diri
untuk bertemu istri dan anak-anak pak Paldrino yang tinggal di bangunan
belakang kediaman Komandan Pamong Negeri itu. Disana dia dihujani berbagai
pertanyaan dari istri pak Paldrino dan anak-anaknya, juga istri pak Diguldo
yang sangat mirip wajah mereka karena saudara kembar.
Sementara itu kita lihat
perjalanan Balmis dan Codet. Mereka tiba di pasar kota Poruteng dengan tidak
mencolok. Diam-diam mereka mencari Pamong Negeri Komir yang bertugas disana.
Dengan mudah mereka menemuinya di sebuah warung sedang makan bersama Kepos.
Dengan hati-hati Balmis
mencolek Komir dari belakang dan berbisik, “Ikuti kami, ada berita dari sobat
Sutar,...” bisiknya.
Agak terkejut, Komir
melihat lelaki berkumis tebal itu dan kawannya yang ternyata tidak buntung. Ia
lalu menggamit Kepos untuk mengikuti kedua orang itu. Mereka berjalan keluar
pasar hingga sampai ke tempat yang agak sepi dari lalu lalang orang.
“Lho..!! Kenapa kalian
masih disini dan tidak buntung,..?? Apa kalian tidak jadi pergi mencari asal
singkong ajaib itu,..??” tanya Kepos nyerocos.
“Tenang sobat,.. akan
kami ceritakan...” kata Balmis menenangkan.
Balmis lalu menceritakan
seperti yang disarankan oleh Andragi kalau mereka tidak jadi masuk ke hutan
tapi langsung ke Kenteng karena disana bisa mendapatkan singkong tanpa bersusah
payah bertaruh nyawa.
“Uhh, dasar penakut....!
Tampang aja yang sangar, nyali ciut kaya godong Putri Malu yang kesenggol kaki
ayam...” gerutu Kepos dalam hati.
“Kenapa kalian sampai
begitu lama baru muncul kembali,..??” cecar Komir.
“Kami lalu sibuk membantu
warga membangun desa Kenteng Baru. Karena itu baru sekarang bisa kemari untuk
mengabarkan berita bagus kalau ada yang mau menjadi pedagang singkong ajaib
sudah bisa beli langsung ke Kenteng,..” jelas Balmis.
“Untung aja kalian urung
pergi kesana, kalau tidak pasti sudah terkencing-kencing di celana..” Kepos
membatin mengingat pengalamannya sendiri.
“Hanya itu yang perlu
kami beritahu, semoga kabar ini bermanfaat buat warga Poruteng. Kami akan
segera kembali ke Kenteng untuk melanjutkan tugas-tugas kami,..” jelas Balmis
mengakhiri pembicaraan mereka.
Mereka lalu berpisah.
Komir dan Kepos segera menuju markas Komandan Diguldo untuk melapor.
“Apakah berita dari para
pengecut itu bisa dipercaya,..??” tanya Kepos.
“Jangan-jangan mereka
cuma membual. Dasar mulut besar..!!” serapah Kepos .
“Mungkin mereka
berbohong. Tapi sebaiknya kita tetap melaporkan dan minta petinjuk apa yang
harus kita lakukan,..” jawab Komir.
Tanpa kesulitan mereka
menghadap Komandan Diguldo karena sudah dikenal oleh para penjaga. Terutama
karena peristiwa kedatangan mereka di pagi buta tempo hari.
“Hmm, jadi kalian
mendapat berita itu dari kedua orang yang sesumbar mau menantang ancaman
makhluk penguasa hutan itu,...” tanya Diguldo.
“Benar, Komandan,..”
jawab Komir.
“Hmmm,...Ini memang
berita bagus, tapi kita belum bisa mempercayai kebenarannya. Karena itu kalian
harus pergi sendiri ke Kenteng dan mebeli singkong disana. Kalau kalian
mendapatkannya, berarti berita itu benar. Tetapi kalau tidak, berarti kedua
orang itu pembohong dan patut ditangkap karena menyebarkan berita bohong yang
bisa meresahkan.” jelas Diguldo.
“Saya minta secepat
mungkin kalian pergi ke Kenteng. Saya ingin mendapat kepastian besok sore,
supaya segera bisa diteruskan ke warga kalau benar dan diredam kalau itu
bohong,...mengerti,..!!” tanya Diguldo.
“Kami mengerti tuan, dan
segera melaksanakan,..!!” jawab Komir.
Setelah kedua orang itu
keluar, Diguldo segera menemui Loyo di ruang dalam.
“Ternyata kedua orang
yang kalian utus itu, si ....” kata Diguldo terhenti.
“Balmis dan Codet, pak..”
sambung Loyo.
“Iya, Balmis dan Codet,
benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagaimana permintaan kalian...” kata Diguldo.
“Baiklah pak Diguldo,
karena itu saya akan segera kembali ke Kenteng,,” kata Loyo.
“Sebaiknya tidak sekarang
sobat Loyo. Sebagai kerabat yang datang dari jauh sobat Loyo harus menginap
agar tidak menimbulkan kecurigaan atau menyebabkan para penjaga bertanya-tamya.
Silakan pakai ruang di bagian belakang bangunan ini. Ada beberapa ruang yang
bisa dipakai. Besok pagi baru sobat boleh pulang..” jawab Diguldo.
Terpaksa malam itu Loyo
menginap di kediaman Diguldo. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh mereka untuk
bertukar pikiran mengatur strategi membuat langkah ke depan untuk disampaikan
ke Andragi dan kawan-kawan.
Sementara itu Balmis dan
Codet segera kembali ke Kenteng dan melaporkan ke Andragi apa yang telah mereka
lakukan.
“Terimakasih sobat Balmis
dan Codet.. Kita tinggal tunggu perkembangannya. Dalam beberapa hari ke depan
mungkin sudah mulai berdatangan orang-orang yang ingin membeli singkong ajaib
disini. Karena itu kita harus segera menyelesaikan sebanyak mungkin sarana yang
diperlukan,..” kata Andragi.
“Bukankah itu yang sobat
berdua inginkan,..??” tanya Andragi.
“Ya benar. Kami akan
senang kalau banyak orang yang bisa berdagang singkong disini sehingga warga
disini akan makin maju,..” jawab Balmis.
Keesokan harinya selepas
sarapan Loyo minta diri dari Diguldo dan segera kembali ke Kenteng. Sebelum
sampai di Kenteng dia menyimpang ke kanan menuju danau tempat dia
menyembunyikan sampannya. Dengan sampan itu dia menuju Kenteng seakan-akan
datang dari desa Harjagi.
Saat tiba di Kenteng Loyo
bertemu dengan Balmis dan Codet yang sedang membantu memasang jembatan yang menuju
danau. Loyo menjelaskan kalau dia baru datang dari desa Harjagi melihat
kesiapan warga disana memanen singkong untuk dikirim ke Kenteng sebagai
perediaan bagi pembeli yang mungkin akan banyak datang membeli.
“Oh pantas sejak kemarin
saya tidak melihat sobat Loyo,..”kata Codet.
“Rupanya segalanya sudah
dipikirkan oleh sobat Andragi,..” puji Balmis dengan rasa kagum.
Loyo segera menemui
Andragi, Lugasi serta Brewok menceritakan pertemuannya dengan pak Diguldo
secara lengkap, termasuk pesan yang dibawa Balmis dan Codet telah sampai ke Diguldo
melalui Komir dan Kepos.
“Bagus sekali...!
Tampaknya mereka memang bisa dipercaya dan berniat baik,..” kata Andragi.
“Saya juga sependapat,..”
kata Lugasi. “Selama ini mereka bekerja dengan penuh semangat dan ringan
tangan,..” lanjutnya.
“Ya, mereka juga terlihat
tulus dan bersungguh-sungguh ingin membantu sedapat mereka bisa,..” dukung
Brewok.
“Baiklah.. Kalau begitu
lima hari ke depan saya beserta sobat Lugasi akan mengajak sobat Balmis dan
Codet mengunjungi desa Harjagi agar mereka bisa melihat sendiri bagaimana warga
menanam singkong ajaib dan segala yang pernah kita kerjakan disana. Disamping
itu juga minta diri untuk pergi membantu Rampoli dan mengatur siapa yang bisa membantu
disini...” papar Andragi.
Semua menyatakan setuju
dengan rencana itu. Terutama Lugasi yang merasa punya hutang janji segera
bertemu Rampoli untuk mematangkan rencana mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.