Balmis dan Codet Layak Dipercaya

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #76 )

Wajah kedua orang itu tampak cerah dan mata mereka berbinar tanda semangat.

“Kami sanggup dan merasa senang...Terimakasih tuan..” kata mereka hampir berbarengan.

Lugasi lalu membebaskan keduanya dari totokan. Segera mereka menjatuhkan diri berlutut dan menyembah,

“Terimakasih.. Terimakasih.. tuan..” kata mereka berulang-ulang.

Brewok dan Loyo mengajak mereka berdiri.

“Jangan panggil saya tuan,. Kenalkan saya Lugasi.. ini sobat Brewok dan ini sobat Loyo..” jelas Lugasi.

“Orang memanggil saya dengan Balmis, kata Si Tebal Kumis memperkenalkan diri.

“Saya biasa dipanggil Codet, karena sejak kecil emak saya memanggil begitu. Saya tak punya nama lain, kata Muka Codet memperkenalkan diri.

“Baiklah sobat Balmis dan sobat Codet. Panggil saja kami dengan sebutan sobat,..” Lugasi menjelaskan.

Sesuai dengan syarat yang telah disetujui Balmis dan Codet, mereka berlima lalu menuju desa Kenteng. Betapa terkejutnya mereka berdua melihat desa Kenteng yang sebagian penduduknya telah pergi, rumah mereka telah rata dengan tanah, hanya tersisa sepuluh rumah, tetapi telah ada bangunan baru yang besar, ada beberapa rumah baru, sebagian parit dan jalan yang belum selesai dan satu dua sumur.

“Apakah yang terjadi disini...??” tanya Balmis terheran-heran. “Kemana sebagian besar warga desa ini..?”

“Nanti sobat akan tahu. Kita ke markas pembangunan desa Kenteng Baru disana..” ajak Lugasi.

Di markas itu mereka diperkenalkan dengan Andragi dan ...Sutar,.. yang juga sudah berada di sana.

“Selamat datang, sobat Balmis dan sobat Codet,..” kata Sutar mendahului.

“Ya,.. selamat ketemu lagi,..” jawab Balmis agak kikuk.

Lugasi lalu menjelaskan apa yang terjadi di hutan tadi dan janji yang disanggupi oleh Balmis dan Codet.

“Bagus, kalau begitu sebenarnya tidak perlu janji tapi yang perlu adalah membuktikan kalau sobat berdua berniat membantu masyarakat khususnya warga Kenteng...” kata Andragi.

“Kami sungguh berterimkasih banyak karena juga diberi kesempatan dan jalan untuk membantu warga Kenteng. Kami tadinya hanya bisa prihatin,..” jawab Balmis.

Andragi lalu menjelaskan proyek pembangunan desa Kenteng yang sedang mereka kerjakan secara rinci. Balmis dan Codet dengan antusias mendengarkan dan sesekali terdengar decak kagum mereka. Mereka sangat ingin menjadi bagian dalam pembangunan ini.

“Dan sobat Sutar ini asli warga Kenteng, dan dia sudah menjadi pedagang singkong seperti yang sobat berdua harapkan. Juga beberapa warga desa disini. Adapun warga desa yang lain suatu saat akan kami temukan dengan sobat berdua,..” jelas Andragi.

Mulai saat itu Balmis dan Codet membantu membangun desa Kenteng Baru, Mereka sangat rajin dan bersemangat seperti orang kehausan mendapatkan air yang segar. Jika malam tiba mereka memilih tidur di bagian kolong rumah sekalian berjaga malam.

Dengan tambahan dua tenaga ini pembangunan semakin cepat jalannya. Parit segera terselesaikan sepenuhnya. Satu dari dua jembatan sudah jadi. Atap lapak besar juga sudah jadi. Ada tambahan dua rumah baru dan juga sumur. Semuanya sudah ada contohnya, timggal melanjutkan saja.

Balmis dan Codet juga sudah paham seluk beluk soal singkong ajaib itu walapun belum sempat melihat bagaimana proses menanamnya. Juga keberadaan sebagian warga Kenteng yang pindah ke desa baru Harjagi sudah mereka ketahui ceritanya. Suatu saat mereka akan diantar kesana melihat sendiri. Tentu kalau sudah cukup kepercayaan kepada mereka.

Suatu hari Andragi meminta mereka pergi ke Poruteng menemui Komir dan Kepos.

”Katakan kepada kedua orang itu kalau singkong ajaib bisa dibeli di Kenteng bagi yang mau berdagang untuk dijual di Poruteng. Lapak yang kita bangun sudah siap menjual singkong dan produk olahannya.” jelas Andragi.

“Kalau kalian ditanya kenapa bisa kembali dengan tangan dan kaki yang tidak buntung, apa yang akan kalian katakan,..??” tanya Lugasi menguji.

“Kami akan bilang kalau kami tidak jadi pergi ke hutan tetapi langsung ke Kenteng karena ternyata singkong ajaib bisa di dapat disini,..” jawab Balmis dengan lancar.

“Ya, bagus juga jawaban itu. Dan tambahkan juga kalau kalian ikut membantu membangun desa Kenteng sehingga lama tidak ke Poruteng,..” tambah Andragi.

Esoknya  Balmis dan Codet berangkat ke Poruteng. Diluar sepengetahuan mereka, Loyo telah mendahului mereka menuju ke kediaman Komandan Diguldo dengan menyamar sebagai kerabatnya dari Kotaraja.

Setelah melalui pemeriksaan para penjaga, Loyo akhirnya diijinkan menghadap Komandan Diguldo. Penjaga lalu diminta keluar oleh Diguldo, tak perlu dijaga, karena yang datang adalah kerabatnya dari Kotaraja.

Setelah penjaga keluar, Loyo lalu menceritakan segala sesuatunya tentang pembangunan di Harjagi dan Kenteng Baru, juga peristiwa Komir dan Kepos yang dibuat ketakutan setengah mati serta tentang Balmis dan Codet yang sebentar lagi akan datang di Poruteng membawa berita kalau singkong bisa didapat di Kenteng tanpa perlu susah payah masuk hutan.

“Oh, baguslah kalau begitu. Tentu sebentar lagi Kenteng dan Harjagi akan menjadi daerah terbuka. Selama ini pemerintah tidak mengatur tempat itu karena wilayah itu milik pribadi kakek Blakitem dan menjadi tanah perdikan (sekarang disebut otonomi - red). Pemerintah hanya akan menyentuhnya kalau ada permintaan dari kakek Blakitem. Kalau tidak ada permintaan, pemerintah tidak akan mengganggu kewenangan kakek Blakitem yang selama ini justru telah banyak menampung warga miskin.” jelas Diguldo.

“Selama ini saya hanya bisa menduga berdasarkan laporan Komir dan Kepos, dan ternyata kesimpulan saya benar tentang makhluk seram penunggu hutan itu tidak lain sobat Lugasi yang bisa menggelinding dengan cepat dan bikin buntung anggota tubuh. Apalagi ditambah bumbu adanya kata istri saya, saya jadi yakin itu pesan dari sobat Lugasi,..” lanjut Diguldo sambil tertawa kecil.

Loyo turut tertawa, katanya, “Syukurlah pak Diguldo menangkap pesan itu. Sobat Andragi juga yakin kalau pak Diguldo menangkap pesan itu, apalagi telah menugaskan Komir dan Kepos meredam kegaduhan soal asal singkong itu,..” kata Loyo.

“Karena itu kedatangan sobat Loyo sangat penting sehingga kami tahu persis situasi disana dan bisa mengambil posisi sebaik-baiknya...” lanjutnya.

“Nah, karena desa Harjagi dan Kenteng Baru akan menjadi lebih terbuka, menurut saya lebih baik pak Paldrino mengganti namanya dan menyembunyikan semua identitasnya seakan Paldrino memang telah mati. Setelah itu dia bisa datang kesini, mungkin bersama kakek Blakitem untuk memperkenalkannya sebagai wakilnya misalnya atau sebagai yang lain. Saya sudah rindu bertemu dengannya, juga tentu saja isteri dan anak-anaknya, ...” jelas Diguldo.

“Baik pak Diguldo, saya akan sampaikan pesan bapak kepada Pak Paldrino dan kakek Blakitem bersama sobat Andragi,..” jawab Loyo.

“Nah, karena sudah tidak ada yang penting dibicarakan, silakan sobat Loyo ke bagian belakang rumah ini dan temui istri pak Paldrino dan anak-anaknya sementara saya menunggu kabar baru dari Komir dan Kepos,..” kata Diguldo

Loyo lalu minta diri untuk bertemu istri dan anak-anak pak Paldrino yang tinggal di bangunan belakang kediaman Komandan Pamong Negeri itu. Disana dia dihujani berbagai pertanyaan dari istri pak Paldrino dan anak-anaknya, juga istri pak Diguldo yang sangat mirip wajah mereka karena saudara kembar.

Sementara itu kita lihat perjalanan Balmis dan Codet. Mereka tiba di pasar kota Poruteng dengan tidak mencolok. Diam-diam mereka mencari Pamong Negeri Komir yang bertugas disana. Dengan mudah mereka menemuinya di sebuah warung sedang makan bersama Kepos.

Dengan hati-hati Balmis mencolek Komir dari belakang dan berbisik, “Ikuti kami, ada berita dari sobat Sutar,...” bisiknya.

Agak terkejut, Komir melihat lelaki berkumis tebal itu dan kawannya yang ternyata tidak buntung. Ia lalu menggamit Kepos untuk mengikuti kedua orang itu. Mereka berjalan keluar pasar hingga sampai ke tempat yang agak sepi dari lalu lalang orang.

“Lho..!! Kenapa kalian masih disini dan tidak buntung,..?? Apa kalian tidak jadi pergi mencari asal singkong ajaib itu,..??” tanya Kepos nyerocos.

“Tenang sobat,.. akan kami ceritakan...” kata Balmis menenangkan.

Balmis lalu menceritakan seperti yang disarankan oleh Andragi kalau mereka tidak jadi masuk ke hutan tapi langsung ke Kenteng karena disana bisa mendapatkan singkong tanpa bersusah payah bertaruh nyawa.

“Uhh, dasar penakut....! Tampang aja yang sangar, nyali ciut kaya godong Putri Malu yang kesenggol kaki ayam...” gerutu Kepos dalam hati.

“Kenapa kalian sampai begitu lama baru muncul kembali,..??” cecar Komir.

“Kami lalu sibuk membantu warga membangun desa Kenteng Baru. Karena itu baru sekarang bisa kemari untuk mengabarkan berita bagus kalau ada yang mau menjadi pedagang singkong ajaib sudah bisa beli langsung ke Kenteng,..” jelas Balmis.

“Untung aja kalian urung pergi kesana, kalau tidak pasti sudah terkencing-kencing di celana..” Kepos membatin mengingat pengalamannya sendiri.

“Hanya itu yang perlu kami beritahu, semoga kabar ini bermanfaat buat warga Poruteng. Kami akan segera kembali ke Kenteng untuk melanjutkan tugas-tugas kami,..” jelas Balmis mengakhiri pembicaraan mereka.

Mereka lalu berpisah. Komir dan Kepos segera menuju markas Komandan Diguldo untuk melapor.

“Apakah berita dari para pengecut itu bisa dipercaya,..??” tanya Kepos.

“Jangan-jangan mereka cuma membual. Dasar mulut besar..!!” serapah Kepos .

“Mungkin mereka berbohong. Tapi sebaiknya kita tetap melaporkan dan minta petinjuk apa yang harus kita lakukan,..” jawab Komir.

Tanpa kesulitan mereka menghadap Komandan Diguldo karena sudah dikenal oleh para penjaga. Terutama karena peristiwa kedatangan mereka di pagi buta tempo hari.

“Hmm, jadi kalian mendapat berita itu dari kedua orang yang sesumbar mau menantang ancaman makhluk penguasa hutan itu,...” tanya Diguldo.

“Benar, Komandan,..” jawab Komir.

“Hmmm,...Ini memang berita bagus, tapi kita belum bisa mempercayai kebenarannya. Karena itu kalian harus pergi sendiri ke Kenteng dan mebeli singkong disana. Kalau kalian mendapatkannya, berarti berita itu benar. Tetapi kalau tidak, berarti kedua orang itu pembohong dan patut ditangkap karena menyebarkan berita bohong yang bisa meresahkan.” jelas Diguldo.

“Saya minta secepat mungkin kalian pergi ke Kenteng. Saya ingin mendapat kepastian besok sore, supaya segera bisa diteruskan ke warga kalau benar dan diredam kalau itu bohong,...mengerti,..!!” tanya Diguldo.

“Kami mengerti tuan, dan segera melaksanakan,..!!” jawab Komir.

Setelah kedua orang itu keluar, Diguldo segera menemui Loyo di ruang dalam.

“Ternyata kedua orang yang kalian utus itu, si ....” kata Diguldo terhenti.

“Balmis dan Codet, pak..” sambung Loyo.

“Iya, Balmis dan Codet, benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagaimana permintaan kalian...” kata Diguldo.

“Baiklah pak Diguldo, karena itu saya akan segera kembali ke Kenteng,,” kata Loyo.

“Sebaiknya tidak sekarang sobat Loyo. Sebagai kerabat yang datang dari jauh sobat Loyo harus menginap agar tidak menimbulkan kecurigaan atau menyebabkan para penjaga bertanya-tamya. Silakan pakai ruang di bagian belakang bangunan ini. Ada beberapa ruang yang bisa dipakai. Besok pagi baru sobat boleh pulang..” jawab Diguldo.

Terpaksa malam itu Loyo menginap di kediaman Diguldo. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh mereka untuk bertukar pikiran mengatur strategi membuat langkah ke depan untuk disampaikan ke Andragi dan kawan-kawan.

Sementara itu Balmis dan Codet segera kembali ke Kenteng dan melaporkan ke Andragi apa yang telah mereka lakukan.

“Terimakasih sobat Balmis dan Codet.. Kita tinggal tunggu perkembangannya. Dalam beberapa hari ke depan mungkin sudah mulai berdatangan orang-orang yang ingin membeli singkong ajaib disini. Karena itu kita harus segera menyelesaikan sebanyak mungkin sarana yang diperlukan,..” kata Andragi.

“Bukankah itu yang sobat berdua inginkan,..??” tanya Andragi.

“Ya benar. Kami akan senang kalau banyak orang yang bisa berdagang singkong disini sehingga warga disini akan makin maju,..” jawab Balmis.

Keesokan harinya selepas sarapan Loyo minta diri dari Diguldo dan segera kembali ke Kenteng. Sebelum sampai di Kenteng dia menyimpang ke kanan menuju danau tempat dia menyembunyikan sampannya. Dengan sampan itu dia menuju Kenteng seakan-akan datang dari desa Harjagi.

Saat tiba di Kenteng Loyo bertemu dengan Balmis dan Codet yang sedang membantu memasang jembatan yang menuju danau. Loyo menjelaskan kalau dia baru datang dari desa Harjagi melihat kesiapan warga disana memanen singkong untuk dikirim ke Kenteng sebagai perediaan bagi pembeli yang mungkin akan banyak datang membeli.

“Oh pantas sejak kemarin saya tidak melihat sobat Loyo,..”kata Codet.

“Rupanya segalanya sudah dipikirkan oleh sobat Andragi,..” puji Balmis dengan rasa kagum.

Loyo segera menemui Andragi, Lugasi serta Brewok menceritakan pertemuannya dengan pak Diguldo secara lengkap, termasuk pesan yang dibawa Balmis dan Codet telah sampai ke Diguldo melalui Komir dan Kepos.

“Bagus sekali...! Tampaknya mereka memang bisa dipercaya dan berniat baik,..” kata Andragi.

“Saya juga sependapat,..” kata Lugasi. “Selama ini mereka bekerja dengan penuh semangat dan ringan tangan,..” lanjutnya.

“Ya, mereka juga terlihat tulus dan bersungguh-sungguh ingin membantu sedapat mereka bisa,..” dukung Brewok.

“Baiklah.. Kalau begitu lima hari ke depan saya beserta sobat Lugasi akan mengajak sobat Balmis dan Codet mengunjungi desa Harjagi agar mereka bisa melihat sendiri bagaimana warga menanam singkong ajaib dan segala yang pernah kita kerjakan disana. Disamping itu juga minta diri untuk pergi membantu Rampoli dan mengatur siapa yang bisa membantu disini...” papar Andragi.

Semua menyatakan setuju dengan rencana itu. Terutama Lugasi yang merasa punya hutang janji segera bertemu Rampoli untuk mematangkan rencana mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA