Adipati Rajapurwa Tewas

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #40 )


Ia lalu membeberkan rencananya. Mendengar itu semuanya gembira. Setiaka lalu diantar ke kamar yang telah disediakan, sebelum melaksanakan rencananya. Sisa malam itu segera mereka gunakan sebaik-baiknya untuk beristirahat.

Sementara itu di kemahnya, Adipati Rajapurwa dan Kepala Pasukan Munggur tidak bisa tidur menantikan berita dari Setiaka, tetapi hingga matahari mulai menyembul utusan itu tidak terlihat batang hidungnya. Namun, beberapa saat kemudian seorang prajurit melapor ada orang yang terlihat berkuda menuju kemah mereka dari arah Gunung Kembar. Bergegas mereka keluar untuk melihatnya.

Dari jauh tampak pendatang itu melarikan kudanya seperti dikejar setan sambil sesekali menoleh ke belakang. Ternyata yang datang bukanlah utusan yang mereka tunggu-tunggu melainkan Setiaka sendiri. Begitu sampai ia segera melompat turun sembarangan tanpa memerdulikan kudanya lagi. Ia berjalan sempoyongan karena kelelahan. Tubuh dan pakaiannya tampak kusut tak beraturan.

“Ampun pangeran Adipati, pasukan kita hancur,” katanya terengah-engah.

Adipati lalu mengajaknya masuk ke dalam kemah diikuti oleh Kepala Pasukan Munggur.

“Apa yang terjadi, Komandan Setiaka?” tanya Adipati.

“Ampun Adipati, pasukan kita hancur dijebak secara licik oleh Jotiwo dan pasukannya. Rupanya mereka membiarkan kami mengalahkan mereka pada awalnya sehingga kami semakin berani masuk menyerang lebih dalam. Karena itu saya mengutus seorang prajurit dari Talek menemui Adipati untuk bersiap menjepit mereka. Rupanya kami dijebak dan tidak punya jalan keluar. Kami bertempur mati-matian dan mereka meringkus saya,” kata Setiaka.

“Bagaimana saudara bisa sampai disini?” tanya Adipati.

“Ketika hendak dipancung, saya menantang Jotiwo untuk bertarung secara jantan meskipun setelah itu mereka boleh memancung saya. Sebagai sesama prajurit yang pernah kenal di Kotaraja saya tidak rela mati tanpa bertarung secara ksatria. Dia menerima tantangan saya dan bermaksud pagi ini kami bertarung. Saya dimasukkan ke kerangkeng dan sebelum fajar tadi saya mengelabui penjaganya dengan mengatakan akan bersiap-siap untuk menghadapi perang tanding. Saya lalu membunuhnya dan diam-diam melarikan diri melalui jalan yang kami tempuh kemarin sewaktu menyerang. Saya mendapatkan kuda pasukan kita ini yang telah kehilangan penunggangnya saat pertempuran semalam, dan segera memacunya kemari,” bual Setiaka.

Adipati Rajapurwa menarik napas panjang, kecewa.

“Baiklah. Bagaimanapun juga komandan Setiaka bisa kembali. Lalu, apa rencana kita?” tanya Adipati.

“Saya kira mereka akan segera menyerang kesini setelah berhasil mengalahkan pasukan saudara Setiaka,” kata Kepala Pasukan Munggur.

“Saya kira kemungkinan itu kecil, Komandan Munggur. Gerombolan mereka hanya sedikit, sekitar seratus lima puluh orang, dan bukan pasukan sebenarnya. Hanya sekumpulan bandit licik! Tetapi di sekitar sarang mereka banyak jebakan yang telah memakan korban pasukan saya. Jebakan-jebakan itu sebagian besar sudah tidak berguna lagi. Saya kira mereka memilih untuk membenahi jebakan-jebakan mereka,” kata Setiaka.

“Kalau begitu kita saja yang menyerang mereka! Mumpung mereka sibuk memperbaiki jebakan.” kata Adipati.

“Saya juga berpikiran begitu. Saya telah tahu jalur yang aman dan banyak dari jebakan mereka yang tidak berguna lagi. Saya kira kali ini kita akan bisa melibas mereka yang jumlahnya lebih kecil dari kekuatan kita!” kata Setiaka.

Komandan Pasukan Munggur sebenarnya tidak bernafsu untuk melakukan penyerangan karena dia ragu dengan kebenaran sebagian ucapan Setiaka, terutama tentang kekuatan dan strategi lawan. Kalau pasukan Setiaka bisa dihancurkan hingga tak bersisa, tentunya mereka memiliki kemampuan yang tidak kecil. Tetapi sebagai pimpinan pasukan bantuan dia bukan pemimpin tertinggi operasi ini.

Adipati menyetujui rencana penyerangan kedua itu, namun Komandan Munggur mengusulkan agar pasukan dibagi dua dalam jarak yang tidak begitu jauh. Maksudnya agar bila yang depan di jebak, maka pasukan satunya akan bisa menolongnya.

“Usul yang bagus komandan!” kata Setiaka menyetujui.

Dalam hati, Komandan Munggur menertawai ketololan Setiaka. Ia mengusulkan itu karena enggan pasukannya menjadi korban keganasan jebakan-jebakan perampok Gunung Kembar. Kalau sampai hal itu terjadi, ia bisa memilih menolongnya bila kemungkinan menangnya besar atau melarikan diri jika kemungkinannya kalah. Bagaimanapun, perang ini bukan perangnya. Sekalipun menang, bukan dia yang akan mendapat penghargaan.

Dilain pihak, dalam hati Setiaka tersenyum. Ia tahu niat Komandan Munggur di balik usulnya itu. Karena itu ia menanggapinya dengan semangat.

“Bagus! Kita akan membagi pasukan menjadi dua. Pasukan pertama dibawah  pimpinan Adipati dan saya, akan berjalan di depan. Pasukan kedua pasukan Munggur dibawah pimpinan Komandan Munggur berjalan di belakang dengan jarak yang tidak terlalu jauh, sekitar tiga atau empat jangkauan panah,” kata Setiaka.

“Baik. Kami Siap!” kata Komandan Munggur antusias.

Mereka segera membongkar kemah dan bersiap melakukan penyerangan. Pasukan Rajapurwa berangkat terlebih dahulu disusul kemudian oleh pasukan Munggur dalam jarak sekitar kurang dari satu kilo meter. Mereka langsung menuju sisi utara markas Gunung Kembar seperti yang dimaksud oleh Setiaka. Ia berkuda beberapa puluh meter di depan pasukannya sebagai penunjuk jalan, sedangkan Adipati mendampingi pasukannya.

Saat mereka mendekati kaki Bukit Gunung Kembar dan melewati sebuah padang kecil yang terbuka, tiba-tiba terdengar teriakan perang dari kiri dan kanan pasukan Rajapurwa. Pasukan Gunung Kembar yang sejak tadi telah bersembunyi di balik semak belukar dengan gencar menyerang pasukan Adipati yang terkejut dan terjepit. Pasukan Rajapurwa kalang kabut menangkis serangan dari dua arah itu yang dipimpin oleh Gadamuk dan Bedul Brewok. Kedua orang itu segera menyerbu ke arah Adipati Rajapurwa. Ia hanya bisa menangkis dan menghindar dari keroyokan kedua orang bertubuh besar itu sambil berharap agar Setiaka segera muncul membantu.

Setiaka yang berada di depan segera menengok dan melihat pasukannya kocar-kacir sementara Adipati sibuk mempertahankan diri. Ia lalu berbalik  dan mengumpulkan beberapa prajuritnya untuk menyerang kedua pimpinan pasukan musuh. Melihat kehadiran Setiaka, para prajuritnya menjadi berani  menyerang Bedul Brewok dan Gadamuk yang menjadi sibuk, melupakan serangan mereka kepada Adipati. Melihat kesempatan itu Setiaka memberi isyarat kepada Adipati untuk sama-sama menyerang Gadamuk sedangkan anak buahnya beralih menyerang Brewok.  Gadamuk yang mendapat serangan dari kedua orang itu menjadi kewalahan dan melarikan diri, dikejar kedua penyerangnya hingga di balik gerumbul yang agak jauh dari pertempuran itu dan sepi. Tiba-tiba Gadamuk menghentikan kudanya, berbalik menghadapi kedua pengejarnya. Dengan sangat bernafsu Adipati Rajapurwa mendahului Setiaka menyerang Gadamuk. Dengan tenang Gadamuk menangkis serangannya dan dari arah belakang Setiaka menebas pinggang Adipati.

“Ka..u..Seti..aka.!?” katanya terputus-putus.

Gadamuk menyambutnya dengan hantaman gada yang meremukkan tengkoraknya. Ia tewas sebelum mencium tanah.

“Silakan sobat Setiaka menuju markas. Saya akan membantu Brewok mengusir sisa pasukan Rajapurwa,” kata Gadamuk.

Ia segera kembali ke pertempuran dengan mengayun-ayunkan gadanya hingga menimbulkan suara menderu-deru. Pasukan Rajapurwa yang melihat Gadamuk yang kembali dan mengamuk, sementara kedua pimpinan mereka sebaliknya tidak muncul lagi, menyadari kalau mereka sudah kalah. Segera mereka melarikan diri ke segala penjuru melindungi sepotong nyawa mereka.

Dilain sisi, demi melihat pasukan Rajapurwa disergap mendadak oleh pasukan Gunung Kembar yang bersembunyi, Komandan Munggur segera menghentikan pasukannya dan memerintahkan mundur. Dia tahu tidak ada gunanya meneruskan bertempur karena pasti kalah. Pasukannya segera bergerak pulang, tidak ke Rajapurwa tetapi langsung kembali ke kampung halaman mereka di Munggur.

Komandan Pasukan Munggur memerintahkan anak buahnya menuruti versi cerita bahwa mereka terpaksa mundur karena lawan yang tangguh dan licik. Daripada mesti bertaruh nyawa, semua prajuritnya memilih sepakat menerima versi cerita itu malah dengan tambahan ‘meski sudah bertempur mati-matian’.

Pasukan Gunung Kembar pun segera kembali ke markasnya dengan sorak-sorai kemenangan. Di bangunan utama pertemuan para pimpinan Gunung kembar merayakan kemenangan dengan berdoa syukur. Setelah itu mereka menyuruh anak buahnya menyembelih kerbau, sapi dan kambing untuk berpesta. Semua anak buah memperoleh hadiah dan yang berprestasi mendapatkan hadiah khusus. Selama dua hari penuh mereka merayakan kemenangan itu dan kemudian semua bekerja kembali membenahi kembali segala sesuatu yang berantakan akibat pertempuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA