Mulai Petualangan Baru Lagi

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #78 )

Tujuh

BUMI BERGOLAG



Lugasi tidak kembali ke Kenteng bersama Andragi karena dia berniat pergi menemui kakek Blakitem untuk pamit seperti halnya Andragi. Dengan memakai perahu dia pergi ke Batutok menemui orang yang mebesarkannya. Dia sudah rindu untuk bertemu berdua saja dengan kakek Blakitem.

Begitu perahunya merapat ke darat dia langsung melompat dan berlari menuju pesanggrahan kakek Blakitem sambil berteriak-teriak memanggil,

“Kakek,..kakek,.., kakek,... aku datang..!!” teriaknya.

Para santri terkejut dan cemas melihat ulah Lugasi itu. Mereka takut kalau-kalau orang tua itu marah. Tempat ini terbiasa sunyi dan hening karena dipakai untuk berdoa dan bersamadi.

“Kakek,..kakek,.., kakek,... aku datang..!!” teriaknya lagi.

Dari luar para santri berdebar menunggu apa yang akan terjadi. Suasana mendadak jadi tegang. Para santri yang sedang bekerja menghentikan pekerjaannya menanti dengan cemas apa yang akan terjadi.

Dibagian dalam yang dipakai sebagai ruang pribadi kakek Blakitem, Lugasi melihat orang tua itu sedang duduk diam di kursinya. Lugasi masuk kesana tanpa ragu dan langsung duduk bersila.

“Kakek,..kakek,... aku datang... anak setan datang kek,..” kata Lugasi pelan.

Kakek Blakitem duduk diam tepekur, matanya terpejam. Suasana menjadi semakin tegang. Ini hal yang tidak biasa dalam pertemuan mereka selama ini. Biasanya kakek itu akan langsung menyambutnya dengan tendangan sayang sambil mengumpat “Anak Setan!!”.

“Kakek,... marahkah...??” tanya Lugasi berdebar.

Tadinya dia berharap mendapat perlakuan seperti biasa untuk mengobati rindunya akan kasih sayang orang tua itu.

Kakek Blakitem mengangkat wajahnya lalu berkata,

“Kemarilah....” kata kakek Blakitem lembut. 

Lugasi segera beringsut maju dengan hati-hati. Dia bersikap pasrah apapun yang akan dilakukan oleh kakek yang membesarkannya itu. Kalaupun kali ini dia akan mendapat tendangan, dia akan terima saja, tidak akan menghindar atau menggelinding seperti biasanya di tempat mereka dulu.

Dia duduk bersila menghadap kakek Blakitem. Kepalanya menunduk, tak berani menatap orang tua itu.

Pelan-pelan dirasakannya tangan kakek Blakitem mengelus lembut kepalanya dan menuntun kepala itu ke arah pangkuannya. Seperti anak kecil Lugasi segera menjatuhkan wajahnya di pangkuan kakek Blakitem merasakan usapan kasih sayang orang tua itu. Keduanya tenggelam dalam diam yang menggelayut....pemuh keharuan.

“Kakek,.... “

“Sssst, kau tak usah bicara...” kata kakek Blakitem lembut.

“Aku sudah banyak mendengar tentang sepak terjangmu di luar sana mulai dari membantu para ibu saat kau masih kecil, lalu kau mulai mengembara mengembalikan perahu yang dicuri orang, membuat warung menjadi laris, menolong Komandan Diguldo, menolong harimau agar tidak punah, melatih pemburu dan anak orang kaya jadi berguna, lalu membuat seorang pemimpin yang bengis menjadi baik kepada rakyat. Ini semua luar biasa..” kata kakek.

“Kakek merasa bangga. Tidak percuma kakek menyelamatkanmu dan membesarkanmu. Kau tumbuh menjadi manusia berhati mulia,..” lanjut kakek Blakitem.

“Dan pencarian mu terhadap ourangtuamu.......”

Kakek Blakitem diam sejenak. Tangannya terus membelai rambut Lugasi. Dadanya turun naik, menghela napas panjang, seakan ada yang menahannya untuk mengungkapkan sesuatu.

“Aku sangat yakin orangtuamu akan sama bangganya seperti aku, dan dimanapun mereka berada mereka sudah bahagia melihat keberadaanmu sekarang,...” lanjut kakek Blakitem.

Dalam hati kakek Blakitem menduga kalau ayah Lugasi masih hidup, tapi entah dimana. Dia tak ingin anak ini terbeban rasa rindu berkepanjangan sehingga tidak mampu bertindak seperti selama ini telah dilakukannya dengan baik.

“Kau tahu kalau ayah dan ibumu selalu ada di hatimu,..??” tanya kakek.

Lugasi  mengangguk dalam tunduknya sementara kepalanya terus dielus-elus oleh Kakek Blakitem.

“Bagus, kau tak perlu sibuk mencari mereka karena mereka selalu dekat denganmu, di hatimu....” kau mengerti?

Lagi, Lugasi mengangguk tak bersuara.

“Tetaplah bertualang membantu orang-orang yang membutuhkannya terutama mereka yang lemah..” lanjut kakek Blakitem.

“Tetapi.. saya kesini...”

“Sudah jangan bicara...! Aku sudah tahu dari sobat Andragi kalau kau akan membantu rakyat kecil mendapatkan kembali harta mereka yang dirampas oleh penguasa bengis. Aku merestuimu,... Pergilah...!” kata kakek Blakitem.

“Terimakasih kakek...” kata Lugasi sambil mengangkat kepalanya.

Hatinya terasa ringan dan bahagia atas restu yang diberikan oleh kakek Blakitem.

“Ingatlah, tetap bersikap menyenangkan bagi orang lain dengan kejenakaanmu..”

“Baik, kek..” jawab Lugasi.

“Satu lagi, .... Berjuanglah bersama sobat Andragi. Bantulah dia membangun negeri Klapa Getir ini.. Itu saja,..”

“Baik kek. Akan selalu kuingat pesan kakek,...” jawab Lugasi riang.

“Aku mohon diri kek...” pamit Lugasi.

Kakek Blakitem mengangguk. Tidak ada tendangan di pantatnya kali ini.

Dengan ringan Lugasi berjalan keluar sambil bersiul riang. Hatinya sungguh merasa bahagia. Tanpa terasa kakinya melangkah menyusuri jalan yang menuju ke Kenteng, bukannya kembali ke perahu.

“Ah biarlah aku ambil jalan darat saja menuju Kenteng..” katanya dalam hati.

Ketika dia melihat seorang santri dia berkata,

“Tolong pakai saja perahu yang saya bawa tadi kesini. Mungkin disini lebih memerlukannya,..” katanya dan langsung berlari cepat menuju Kenteng dengan penuh semangat.

Keesokan harinya Andragi mengajak mereka semua berkumpul, juga kepala desa Kenteng untuk membicarakan rencana mereka menjalankan tugas di tempat lain dan akan diteruskan sendiri oleh mereka dibawah bimbingan langsung kakek Blakitem dibantu Dwisa dan beberapa santri.

 Dengan nada agak menyesal kepala desa itu mendengar semua penjelasan Andragi. Meskipun begitu ia tetap berterimakasih kepada Andragi dan kawan-kawannya. Dia berjanji akan tetap melanjutkan pembangunan yang sudah dirintis sejauh ini, apalagi akan dibimbing langsung oleh kakek Blakitem.

 Dua hari kemudian mereka benar-benar berangkat meninggalkan Kenteng disaksikan oleh Kakek Blakitem, Dwisa, beberapa santri, kepala desa Kenteng dan seluruh warga Kenteng. Ada rasa kehilangan di hati semua orang terutama warga Kenteng atas kepergian mereka.

Rombongan kecil itu berjalan menuju Poruteng tanpa halangan. Loyo dan Brewok masing-masing membawa satu kantung yang berisi peralatan Andragi. Ketika diminta oleh Codet untuk membawakannya Loyo mempersilakannya,

“Hati-hati, tas itu milik sobat Andragi berisi peralatan yang sangat berguna bagi beliau tapi tidak bisa kita gunakan karena kita tidak punya ilmunya,..” kata Loyo.

“Baiklah, saya akan menjaganya baik-baik,,” janji Codet.

Setibanya di Poruteng mereka lalu mencari sebuah rumah penginapan. Mereka akan menginap satu hari disini karena Loyo dan Andragi akan menemui pak Diguldo dan menginap di markasnya.

Setelah berganti pakaian seperti orang dari Kotaraja, Andragi dan Loyo pergi menemui Komandan Pamong Negeri di markasnya. Tanpa kesulitan mereka bisa menemui pak Diguldo di ruang pribadinya karena Loyo sudah dikenali oleh para penjaga sebagai kerabat Komandan Diguldo dari Kotaraja.

“Selamat datang sobat Andragi dan sobat Loyo. Senang sekali mendapat kunjungan sobat berdua,...” sambut Diguldo dengan ramah.

Andragi lalu menceritakan hasil pembicaraan mereka dengan kakek Blakitem dan penggantian nama pak Paldrino sesuai usulan pak Diguldo.

“Nama baru nya pak Pasekale,..”kata Andragi.

“Hmm Pasekale,.. Pasekale,... Nama yang bagus,..” kata Diguldo mengingat-ingat berusaha menanamkan dalam benaknya.

“Pak Pasekale juga ditunjuk oleh Kakek Blakitem menjadi wedana seluruh wilayah Nunggalan, daerah perdikan milik kakek Blaitem,..” jelas Andragi.

“Hai..!! Pucuk dicinta ulam tiba,..!!” seru Diguldo.

“Saya telah diberi wewenang dan kepercayaan penuh dari Adipati Opowae untuk membangun hubungan baik dengan kakek Blakitem terutama dalam urusan singkong ini. Dengan begitu saya biasa selalu berhubungan dengan pak... pak Pasekale juga,.” lanjut Diguldo.

“Ah,.. kebetulan sekali. Tuhan rupanya sudah mengatur semua ini,..” kata Andragi.

“Ya,.. mulai sekarang orang sudah bisa membeli singkong itu ke Kenteng. dan Kenteng akan menjadi ramai dikunjungi. Tapi tentu masih ada rasa ingin tahu untuk melihat bagaimana singkong itu di dapat,..” kata Diguldo.

“Ya benar juga,...Kita tentu tidak bisa terus menerus menyembunyikannya,...” kata Andragi berpikir keras.

Mereka semua diam, mencoba mencari jalan soal itu.

“Aha,.. rasanya saya punya ide,..!!” seru Andragi.

“Bagaimana menurut sobat Andragi,..??” tanya Diguldo.

Adragi lalu menjelaskan idenya secara gamblang.

“Pada intinya orang tidak dilarang mengunjungi tempat singkong itu ditanam di desa Harjagi. Bahkan merekapun bisa membeli bibit singong ajaib yang sudah bertunas untuk dibawa pulang, tapi seperti singkong dan hasil olahannya, mereka hanya bisa membelinya di Kenteng ,..” jelas Andragi.

“Bagaimana itu bisa dilakukan,..?? tanya Diguldo.

“Begini pak Diguldo. Desa Harjagi kita jadikan desa wisata tempat orang berkunjung melihat singkong itu ditanam dipelihara hingga dipanen. Dan jangan lupa di sana juga ada Area Industri pengolahan singkong yang akan menarik rasa ingin tahu serta Kincir raksasa dimana air bisa mengangkat dirinya sendiri. Tentu ini semua akan menjadi obyek yang mebarik.” jelas Andragi.

“Tapi bagaimana melarang pengunjung membeli singkong atau bibitnya di Harjagi,..??” tanya Loyo yang sedari tadi banyak diam mendengarkan.

“Begini, Kenteng akan menjadi pusat perdagangan, sedangkan Harjagi adalah tempat wisata dan tempat tinggal warga. Karena itu pengunjung harus membayar ongkos menyeberang danau ke Harjagi, dan di Harjagi mereka dikenakan biaya untuk mengunjungi masing-masing obyek wisata disana. Ini akan memberi penghasilan bagi warga dan kas desa. Tetapi di Harjagi tidak ada transaksi penjualan kepada pengunjung. hanya ada warung makan saja di pinggir danau dekat tempat penyeberangan.,..” jelas Andragi.

“Nah, pak Pasekale sebagai wedana wilayah itu dan kakek Blakitem dapat membuat aturan untuk itu dan bagi warga Harjagi kalau ada pengunjung yang mau membeli sesuatu mereka diharuskan menerapkan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan di Kenteng, belum lagi ongkos angkut di perahunya. Dengan begitu orang lebih memilih beli di Kenteng, karena lebih murah dan tidak repot harus mengangkutnya lewat perahu,..” kata Andragi mengakhiri.

“Pemikiran yang luar biasa,..!!” Puji Diguldo.

“Terimakasih pak Diguldo,.. Tapi kami harus meminta bantuan pak Diguldo untuk menyampaikan pemikiran ini kepada kakek Blakitem dan pak Pasekale,..” pinta Andragi.

“Lho, kenapa begitu,..??” tanya Diguldo.

Andragi kemudian menjelaskan kalau mereka sedang dalam perjalanan melakukan misi membantu rakyat Megulung, karena itu tidak bisa kembali ke Kenteng untuk menyampaikan pemikiran itu.

“Baiklah kalau begitu,..!! Jadi, ada alasan saya untuk berkunjung ke Kenteng dan bertemu juga dengan pak Pasekale maupun kakek Blakitem, ..” kata Diguldo bersemangat.

Setelah pembicaraan itu merekapun diajak menemui keluarga istri Paldrino dan memberitahukan perubahan nama suaminya menjadi Pasekale. Istri Paldrino, seh sekarang jadi Isteri Pasekale menerima dengan gemdira karena itu oikihan suaminya dan juga senang mendengar perkembangan yang terjadi.

Tetapi,... begitu mengetahui Lugasi juga sedang berada di kota itu juga isteri Diguldo lalu meminta dengan sangat agar bisa bertemu dengan tuan penolongnya itu karena belum bisa membalas kebaikanhya. Loyo langsung mengatakan bersedia menjemput Lugasi dan berganti tempat dia yang akan bermalam di penginapan.

Sepeninggal Loyo, isteri Diguldo lalu menyuruh para pembantunya menyiapkan makanan istimewa untuk tamu kehormatan yang sudah menyelamatkan dirinya dari tangan para penyamun di  tepi sungai Dogean itu.

Tidak beberapa kemudian datanglah Lugasi diantar oleh Loyo yang segera minta diri kembali ke penginapan untuk menemani teman-temannya. Dan,... tidak terkira kegembiraan isteri Diguldo bertemu dengan tuan penolongnya. Berkali-kali ia mengucapkan terimakasih kepada Lugasi. Merekapun dijamu dengan makanan dan minuman yang istimewa, dan menginap di kediaman Komandan Pamong Negeri itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA