Juritma Membunuh Istri dan Lelaki Selingkuhannya

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #85 )

Andragi dan kawan-kawan lalu kembali ke tepi sungai. Disana dia lalu melepaskan ikatan para perampok itu dan memberi uang kepada mereka, yang  terbengong-bengong tidak mengerti mendapat perlakuan seperti itu. Bukannya dilaporkan ke yang berwajib, mereka malah diberi uang. Sungguh baik orang ini.

“Kalian kami bebaskan kali ini, tetapi jangan coba-coba berbuat lagi. Kalian beruntung karena ada tuan yang baik hati ini,..” lanjut Prasa sambil membungkuk ke Andragi dan beberapa orang.

“Terimakasih tuan penolong. Kami berjanji tidak akan berbuat lagi,..” kata seorang dari mereka mewakili teman-temannya.

“Kami pinjam dulu perahu kalian ke seberang, nanti kalian boleh mengambilnya sendiri,..” kata Prasa.

Prasa, Prawa, Prati, Pratur dan Prama lalu mengajak semua yang ada disitu untuk menyeberang dengan 2 perahu milik ‘perampok’ itu.

“Mari bapak-bapak yang mau menyeberang, silakan naik ke perahu-perahu itu. Kami yang akan menjadi tukang perahunya,..” kata Prasa.

Mereka menyeberang dengan lancar karena para pimpinan prajurut itu terampil mengendalikan perahu. Setibanya di seberang mereka menambatkan kedua perahu itu lalu meneruskan perjalanan mereka ke arah gunung Kalas.

Menjelang petang mereka hampir tiba di Selonto dan memutuskan untuk bermalam di tepi hutan sebelum memasuki desa Selonto. Para bekas pimpinan prajurit  segera berinisiatif berburu hewan di dalam hutan. Hanya beberapa saat saja mereka telah kembali dengan beberapa ekor binatang sejenis kelinci, burung dan ikan. Mereka lalu membersihkan, memasaknya dan menyantap makanan sederhana tetapi terasa begitu lezat.

Pagi harinya mereka memasuki desa Selonto secara sendiri-sendiri atau berdua dan langsung menuju pasar yang kebetulan hari pasar. Mereka telah membagi tugas:: ada yang bertugas membeli beras dan jagung, ada yang membeli cangkul, parang, kapak dan berbagai peralatan yang mungkin diperlukan, termasuk alat masak. Parang, Pacul dan kapak yang terbanyak di beli. Mereka lalu pergi menuju arah kaki gunung Kalas sebagaimana telah disepakati ancer-ancer  tempat yang dituju. Menjelang petang semuanya sudah sampai di tempat yang dituju, sebuah bukit yang rimbun ditumbuhi pepohonan yang rapat.

Di sekeliling bukit itu masih berupa hutan belantara, termasuk lembah-lembah di bawahnya.

“Saya kira tempat ini cukup bagus kalau kita jadikan tempat memulai usaha kita membangun desa baru,..” kata Andragi.

“Desa baru,... Bagaimana kita akan membagikan harta itu kepada rakyat Megalung,..??”  tanya Prasa.

Andragi lalu menceritakan bagaimana mereka membangun desa Harjagi dari hutan rimba menjadi desa yang maju dan bisa menghidupi banyak keluarga. Loyo dan Brewok juga disana-sini menambahkan kehebatan desa Harjagi dan desa Kenteng.

“Yang pertama harus kita pikirkan adalah kehidupan para bekas prajurit kalian dan keluarganya, juga keluarga kalian,.” kata Andragi.

“Desa ini nanti akan bisa menampung keluarga para prajurit lebih dahulu dan kemudian kita bisa mengatur bagaimana mengembalikan harta itu kepada rakyat Megalung,..” jelas Andragi.

Esoknya mereka mulai membabat beberapa batang pohon dan mulai membangun rumah untuk mereka tinggali. Sebuah rumah panggung yang cukup besar dibangun untuk menampung 12 orang, sehingga mereka semua bisa tinggal dalam satu rumah. Di bagian kolong dijadikan tempat pertemuan, dan gudang. Adapun dapur dibuat agak terpisah dengan bangunan utama. Dalam satu minggu rumah itu telah selesai dibuat.

Dua hari sebelumnya, Rampoli ditugaskan oleh Andragi untuk mencari tahu reaksi pemerintah atas kehilangan kiriman dari Megalung ke Kotaraja. Sebelum pergi Rampoli meninggalkan beberapa butir obat untuk diminum Laja sepekan sekali agar tidak kambuh penyakitnya.

Rampoli tiba di Megalung 2 hari kemudian, tetapi dia tidak mendengar berita tentang harta kiriman itu. Dia bermalam sehari disana lalu memutuskan untuk pergi ke Gurada mengunjungi Minur, gadis pelayan, yang telah membantunya saat dia berusaha berkenalan dengan Laja. Di Gurada dia juga bisa mendengar kalau ada berita tentang harta kiriman itu.

Sore harinya Rampoli telah sampai di Gurada dan dia langsung menuju ke warung tempat Minur bekerja. Melihat kedatangan Rampoli Minur terkejut dan gembira. Matanya berbinar-binar dan senyumnya lebar menyambut kekasihnya itu. Minur langsung minta ijin pemilik warung untuk pulang sedikit lebih cepat.

“Ayo kakang, kita pulang. Nanti makan dan minumnya di rumah saja,..” ajak Minur dengan riang.

Bagai kerbau dicucuk hidung Rampoli mengikuti Minur keluar dari warung dan berjalan menuju rumahnya. Minur tinggal bersama ibunya yang sudah agak tua, Ayahnya sudah lama meninggal saat dia masih kecil. Dia anak semata wayang.

“Emak,...Emak,...Kakang Rampoli datang,..!” kata Minur sambil berlari masuk ke rumahnya yang sederhana.

Emaknya segera keluar menemui anaknya.

“Oh, ada tamu,... silakan,... mari masuk,...” kata perempuan itu ramah.

“Terimakasih,..” jawab Rampoli, sambil melangkah masuk.

Minur langsung menerobos ke dapur menyiapkan minum bagi kekasihnya, sementara ibunya menemani tamunya.

“Terimakasih banyak sudah membantu kehidupan kami,..” kata si Emak.

“Ah, sama-sama,... Syukurlah kalau itu bermanfaat,..” jawab Rampoli.

Sesaat kemudian Minur datang membawa wedang jahe. Emaknya segera minta diri dan menghilang ke kamarnya.

Dengan manja Minur duduk di samping Rampoli dan memandang pria itu dengan senyuman bahagia dan mata yang berbinar-binar.

“Kakang, kemana saja selama ini,... Minur kangen,..” katanya.

“Tugas kakang jauh dari Gurada, jadi tak bisa selalu datang kesini,..” jawab Rampoli sambil memeluk pinggang Minur. Gadis itu menggelayut manja.

“Apa kabar kalian disini, apakah semua baik-baik,..?” tanya Rampoli. 

“Aku dan emak baik-baik saja, kakang. Uang pemberian kakang sangat membantu kami kalau ada kesulitan,..” jawab Minur.

“Syukurlah,... Bagaimana keadaan disini, di Gurada ini,..” tanya Rampoli memancing.

“Baik-baik kakang. Seperti biasa. Semuanya seperti biasa,..”jawab wanita itu polos sambil memeluk Rampoli.

Rampoli menyambutnya dengan mengelus-elus rambut dan mencium keningnya. Minur segera mengangkat mukanya dan mencium bibir Rampoli dengan penuh gairah. Serbuan itu disambut Rampoli dengan semangat, Mereka saling berpagutan melepaskan kerinduan.

Minur lalu minta diri ke belakang untuk menyiapkan makan malam. Dia tidak perlu memasak karena sudah ada makanan matang yang dibawanya dari warung tadi. Minur mengajak emaknya untuk ikut makan bertiga.

“Emak sekarang jualan sayur di pasar dengan sebagian modal dari kakang itu,..” kata Minur.

“Oh, syukurlah,.. “ jawab Rampoli. “Di pasar sedang ramai apa sekarang,..” tanya Rampoli.

“Ah, biasa saja,... ramai orang jual beli saja. Paling hanya ramai kalau ada tukang sulap keliling,..” kata emaknya Minur.

“Kakang hanya tinggal dua hari disini. Lusa sudah harus kembali bertugas di daerah Megalung,..” kata  Rampoli.

“Jadi kakang masih akan lama bertugas jauh,..??” tanya Minur.

“Mungkin tidak terlalu lama. Dalam tiga atau empat bulan ke depan sekiranya kakang sudah tahu menetap dimana, kakang akan menjemputmu sebagai istri. Kita akan tinggal serumah,..” jelas Rampoli.

Sebelum terlalu malam Rampoli sudah minta diri karena dia akan menginap di penginapan. Di situ mungkin dia bisa mendengar kalau-kalau sudah ada berita mengenai perampokan kiriman hadiah ke Kepala Negeri. Ternyata tidak terdengar kabar seperti itu.

Esoknya dia mengunjungi beberapa pasar dan warung makan mencoba mencari dengar pembicaraan tentang harta kiriman, tapi tidak ada berita seperti itu. Ia memutuskan esok pagi akan kembali ke Megalung dan mencari tahu dari sana.

Malam hari dia kembali mengunjungi Minur dan bercengkerama dengan gadis itu yang dengan gairah mencumbunya. Rampoli tak bisa tidak harus menghabiskan malam itu bersama Minur.

Menjelang pagi dia bangun untuk bersiap pergi. Minur telah menyediakan sarapan bagi kekasihnya sepagi itu. Rupanya dia calon istri yang baik dan mendukung tugas calon suaminya. Si emak juga sudah bangun dan memasak di dapur.

“Silakan sarapan dulu kakang,..” kata Minur.

“Baiklah Minur, dan panggil emakmu kesini,..” kata Rampoli.

Setelah sarapan Rampoli lalu memberi sejumlah uang kepada Minur yang cukup untuk hidup setahun dan memintanya menunggu dia kembali untuk menikahinya.

Dengan langkah pasti Rampoli berangkat menuju Megalung dan tiba disana petang hari. Ia segera mencari penginapan yang dekat dengan pasar. Dia berharap bisa memantau pasar itu jika ada sesuatu yang tidak biasa, seperti kerumunan orang banyak dan sejenisnya.

Dugaannya benar. Keesokan harinya dari warung di depan penginapannya ia melihat kerumunan orang yang terlihat ramai berbicara. Rampoli segera mendekat dan mencoba mendengar apa yang sedang diributkan.

“Ada apa ini kisanak,..?” tanya Rampoli kepada orang di sebelahnya.

“Ada pembunuhan,..” kata orang itu singkat.

Menurut cerita yang didengarnya disitu ternyata seorang prajurit yang pulang dari tugas jauh mendapati istrinya sedang berselingkuh dengan lelaki tetangganya. Kedua pasangan selingkuh itu lalu di bunuh oleh prajurit yang marah.

“Apakah prajurit itu sudah ditangkap,..??” tanya seseorang.

“Belum,.. Katanya dia segera melarikan diri setelah membunuh dua orang itu,..” jawab yang membawa berita.

“Siapakah prajurit itu,..?” tanya yang lain.

“Namanya Juritma. Dia dikenali oleh mertuanya yang melihat pembunuhan itu dari balik dinding dan segera lari berteriak minta tolong,..” jawab yang empunya cerita.

Rampoli secepatnya kembali ke penginapan dan pindah ke penginapan yang dekat dengan markas tentara. Dia ingin melihat pergerakan tentara. Adakah pengerahan prajurit untuk melakukan sesuatu?

Sementara itu, di Kadipaten Megalung.

Adipati Cadipa menerima laporan dari Komandan prajurit Kompra bahwa seorang prajuritnya yang sedang bertugas mengawal pengiriman hadiah untuk Kepala Negeri kembali ke rumahnya dan mendapati istrinya berselingkuh lalu membunuh laki-laki dan perempuan yang sedang bermain asmara.

“Prajurit itu sekarang sudah melarikan diri. Saya sudah minta Kepala Pamong Negeri untuk menangkap prajurit itu,..” lapor Kompra.

“Lho, apakah pengiriman hadiah itu sudah selesai,..?? Kok utusan khusus saya belum kembali,..” tanya Cadipa.

“Saya sudah mengirim satu pasukan kecil untuk menyelidikinya,..” jawab Kompra.

“Saya khawatir terjadi sesuatu pada hadiah kiriman itu. Sebaiknya kirim pasukan yang kuat untuk melacaknya dan jangan kembali sebelum tahu nasib kiriman itu,..!!” perintah Cadipa.

“Baik, tuanku,..” kata Kompra.

Ia segera kembali ke markasnya dan mempersiapkan pasukan yang lebih banyak, sekitar 350 orang, untuk menyusul pasukan kecil sebelumnya. Kesibukan itu diamati dengan baik oleh Rampoli hingga mereka berbaris keluar mengarah ke Kotaraja melalui jalan sebelah utara gunung, bukan jalan yang  melalui Gurada.

Rampoli memutuskan segera kembali ke kaki gunung Kalas, markas baru mereka. Setibanya di sana dia segera melaporkan apa yang dilihatnya di Megalung.

“Rupanya mereka baru tahu telah terjadi sesuatu dengan hadiah kiriman itu,..” lapor Rampoli.

“Tampaknya kita harus mempercepat menemukan para prajurit di Selonto, mungkin saja mereka sudah mulai datang kesana melihat situasi di Megalung. Terutama Juritma, dia mestinya menuju ke Selonto,..” kata Andragi.

“Saya akan pergi menyelidikinya,..” kata Lugasi.

“Ya, ... tapi sebaiknya berdua dengan bekas pimpinannya yang mengenalnya,..” jawab Andragi.

“Saya bekas pimpinan Juritma, dan kenal hampir semua prajurit yang mengawal harta itu,..” kata Pratur.

“Baiklah,.. pergilah segera meski bukan hari pasar karena Juritma mungkin sudah ada disana sekarang,..” kata Andragi.

“Juga pergilah bersama empat orang yang akan buat pondok persinggahan di pinggir hutan yang tersembunyi untuk persinggahan sebelum naik kesini,..” lanjut Andragi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA