Andragi dan kawan-kawan lalu kembali ke tepi sungai. Disana dia lalu melepaskan ikatan para perampok itu dan memberi uang kepada mereka, yang terbengong-bengong tidak mengerti mendapat perlakuan seperti itu. Bukannya dilaporkan ke yang berwajib, mereka malah diberi uang. Sungguh baik orang ini.
“Kalian kami bebaskan
kali ini, tetapi jangan coba-coba berbuat lagi. Kalian beruntung karena ada
tuan yang baik hati ini,..” lanjut Prasa sambil membungkuk ke Andragi dan
beberapa orang.
“Terimakasih tuan
penolong. Kami berjanji tidak akan berbuat lagi,..” kata seorang dari mereka
mewakili teman-temannya.
“Kami pinjam dulu perahu
kalian ke seberang, nanti kalian boleh mengambilnya sendiri,..” kata Prasa.
Prasa, Prawa, Prati,
Pratur dan Prama lalu mengajak semua yang ada disitu untuk menyeberang dengan 2
perahu milik ‘perampok’ itu.
“Mari bapak-bapak yang
mau menyeberang, silakan naik ke perahu-perahu itu. Kami yang akan menjadi
tukang perahunya,..” kata Prasa.
Mereka menyeberang dengan
lancar karena para pimpinan prajurut itu terampil mengendalikan perahu. Setibanya
di seberang mereka menambatkan kedua perahu itu lalu meneruskan perjalanan
mereka ke arah gunung Kalas.
Menjelang petang mereka
hampir tiba di Selonto dan memutuskan untuk bermalam di tepi hutan sebelum
memasuki desa Selonto. Para bekas pimpinan prajurit segera berinisiatif berburu hewan di dalam
hutan. Hanya beberapa saat saja mereka telah kembali dengan beberapa ekor
binatang sejenis kelinci, burung dan ikan. Mereka lalu membersihkan, memasaknya
dan menyantap makanan sederhana tetapi terasa begitu lezat.
Pagi harinya mereka
memasuki desa Selonto secara sendiri-sendiri atau berdua dan langsung menuju
pasar yang kebetulan hari pasar. Mereka telah membagi tugas:: ada yang bertugas
membeli beras dan jagung, ada yang membeli cangkul, parang, kapak dan berbagai
peralatan yang mungkin diperlukan, termasuk alat masak. Parang, Pacul dan kapak
yang terbanyak di beli. Mereka lalu pergi menuju arah kaki gunung Kalas
sebagaimana telah disepakati ancer-ancer
tempat yang dituju. Menjelang petang semuanya sudah sampai di tempat
yang dituju, sebuah bukit yang rimbun ditumbuhi pepohonan yang rapat.
Di sekeliling bukit itu
masih berupa hutan belantara, termasuk lembah-lembah di bawahnya.
“Saya kira tempat ini
cukup bagus kalau kita jadikan tempat memulai usaha kita membangun desa
baru,..” kata Andragi.
“Desa baru,... Bagaimana
kita akan membagikan harta itu kepada rakyat Megalung,..??” tanya Prasa.
Andragi lalu menceritakan
bagaimana mereka membangun desa Harjagi dari hutan rimba menjadi desa yang maju
dan bisa menghidupi banyak keluarga. Loyo dan Brewok juga disana-sini
menambahkan kehebatan desa Harjagi dan desa Kenteng.
“Yang pertama harus kita
pikirkan adalah kehidupan para bekas prajurit kalian dan keluarganya, juga
keluarga kalian,.” kata Andragi.
“Desa ini nanti akan bisa
menampung keluarga para prajurit lebih dahulu dan kemudian kita bisa mengatur
bagaimana mengembalikan harta itu kepada rakyat Megalung,..” jelas Andragi.
Esoknya mereka mulai
membabat beberapa batang pohon dan mulai membangun rumah untuk mereka tinggali.
Sebuah rumah panggung yang cukup besar dibangun untuk menampung 12 orang,
sehingga mereka semua bisa tinggal dalam satu rumah. Di bagian kolong dijadikan
tempat pertemuan, dan gudang. Adapun dapur dibuat agak terpisah dengan bangunan
utama. Dalam satu minggu rumah itu telah selesai dibuat.
Dua hari sebelumnya,
Rampoli ditugaskan oleh Andragi untuk mencari tahu reaksi pemerintah atas
kehilangan kiriman dari Megalung ke Kotaraja. Sebelum pergi Rampoli
meninggalkan beberapa butir obat untuk diminum Laja sepekan sekali agar tidak
kambuh penyakitnya.
Rampoli tiba di Megalung
2 hari kemudian, tetapi dia tidak mendengar berita tentang harta kiriman itu.
Dia bermalam sehari disana lalu memutuskan untuk pergi ke Gurada mengunjungi
Minur, gadis pelayan, yang telah membantunya saat dia berusaha berkenalan
dengan Laja. Di Gurada dia juga bisa mendengar kalau ada berita tentang harta
kiriman itu.
Sore harinya Rampoli telah
sampai di Gurada dan dia langsung menuju ke warung tempat Minur bekerja.
Melihat kedatangan Rampoli Minur terkejut dan gembira. Matanya berbinar-binar
dan senyumnya lebar menyambut kekasihnya itu. Minur langsung minta ijin pemilik
warung untuk pulang sedikit lebih cepat.
“Ayo kakang, kita pulang.
Nanti makan dan minumnya di rumah saja,..” ajak Minur dengan riang.
Bagai kerbau dicucuk
hidung
Rampoli mengikuti Minur keluar dari warung dan berjalan menuju rumahnya. Minur
tinggal bersama ibunya yang sudah agak tua, Ayahnya sudah lama meninggal saat
dia masih kecil. Dia anak semata wayang.
“Emak,...Emak,...Kakang
Rampoli datang,..!” kata Minur sambil berlari masuk ke rumahnya yang sederhana.
Emaknya segera keluar
menemui anaknya.
“Oh, ada tamu,...
silakan,... mari masuk,...” kata perempuan itu ramah.
“Terimakasih,..” jawab
Rampoli, sambil melangkah masuk.
Minur langsung menerobos
ke dapur menyiapkan minum bagi kekasihnya, sementara ibunya menemani tamunya.
“Terimakasih banyak sudah
membantu kehidupan kami,..” kata si Emak.
“Ah, sama-sama,...
Syukurlah kalau itu bermanfaat,..” jawab Rampoli.
Sesaat kemudian Minur
datang membawa wedang jahe. Emaknya segera minta diri dan menghilang ke
kamarnya.
Dengan manja Minur duduk
di samping Rampoli dan memandang pria itu dengan senyuman bahagia dan mata yang
berbinar-binar.
“Kakang, kemana saja
selama ini,... Minur kangen,..” katanya.
“Tugas kakang jauh dari
Gurada, jadi tak bisa selalu datang kesini,..” jawab Rampoli sambil memeluk
pinggang Minur. Gadis itu menggelayut manja.
“Apa kabar kalian disini,
apakah semua baik-baik,..?” tanya Rampoli.
“Aku dan emak baik-baik
saja, kakang. Uang pemberian kakang sangat membantu kami kalau ada
kesulitan,..” jawab Minur.
“Syukurlah,... Bagaimana
keadaan disini, di Gurada ini,..” tanya Rampoli memancing.
“Baik-baik kakang.
Seperti biasa. Semuanya seperti biasa,..”jawab wanita itu polos sambil memeluk
Rampoli.
Rampoli menyambutnya
dengan mengelus-elus rambut dan mencium keningnya. Minur segera mengangkat
mukanya dan mencium bibir Rampoli dengan penuh gairah. Serbuan itu disambut
Rampoli dengan semangat, Mereka saling berpagutan melepaskan kerinduan.
Minur lalu minta diri ke
belakang untuk menyiapkan makan malam. Dia tidak perlu memasak karena sudah ada
makanan matang yang dibawanya dari warung tadi. Minur mengajak emaknya untuk
ikut makan bertiga.
“Emak sekarang jualan sayur
di pasar dengan sebagian modal dari kakang itu,..” kata Minur.
“Oh, syukurlah,.. “ jawab
Rampoli. “Di pasar sedang ramai apa sekarang,..” tanya Rampoli.
“Ah, biasa saja,... ramai
orang jual beli saja. Paling hanya ramai kalau ada tukang sulap keliling,..”
kata emaknya Minur.
“Kakang hanya tinggal dua
hari disini. Lusa sudah harus kembali bertugas di daerah Megalung,..” kata Rampoli.
“Jadi kakang masih akan
lama bertugas jauh,..??” tanya Minur.
“Mungkin tidak terlalu
lama. Dalam tiga atau empat bulan ke depan sekiranya kakang sudah tahu menetap
dimana, kakang akan menjemputmu sebagai istri. Kita akan tinggal serumah,..”
jelas Rampoli.
Sebelum terlalu malam
Rampoli sudah minta diri karena dia akan menginap di penginapan. Di situ
mungkin dia bisa mendengar kalau-kalau sudah ada berita mengenai perampokan
kiriman hadiah ke Kepala Negeri. Ternyata tidak terdengar kabar seperti itu.
Esoknya dia mengunjungi
beberapa pasar dan warung makan mencoba mencari dengar pembicaraan tentang
harta kiriman, tapi tidak ada berita seperti itu. Ia memutuskan esok pagi akan
kembali ke Megalung dan mencari tahu dari sana.
Malam hari dia kembali
mengunjungi Minur dan bercengkerama dengan gadis itu yang dengan gairah
mencumbunya. Rampoli tak bisa tidak harus menghabiskan malam itu bersama Minur.
Menjelang pagi dia bangun
untuk bersiap pergi. Minur telah menyediakan sarapan bagi kekasihnya sepagi
itu. Rupanya dia calon istri yang baik dan mendukung tugas calon suaminya. Si
emak juga sudah bangun dan memasak di dapur.
“Silakan sarapan dulu
kakang,..” kata Minur.
“Baiklah Minur, dan
panggil emakmu kesini,..” kata Rampoli.
Setelah sarapan Rampoli
lalu memberi sejumlah uang kepada Minur yang cukup untuk hidup setahun dan
memintanya menunggu dia kembali untuk menikahinya.
Dengan langkah pasti
Rampoli berangkat menuju Megalung dan tiba disana petang hari. Ia segera
mencari penginapan yang dekat dengan pasar. Dia berharap bisa memantau pasar
itu jika ada sesuatu yang tidak biasa, seperti kerumunan orang banyak dan
sejenisnya.
Dugaannya benar. Keesokan
harinya dari warung di depan penginapannya ia melihat kerumunan orang yang
terlihat ramai berbicara. Rampoli segera mendekat dan mencoba mendengar apa
yang sedang diributkan.
“Ada apa ini kisanak,..?”
tanya Rampoli kepada orang di sebelahnya.
“Ada pembunuhan,..” kata
orang itu singkat.
Menurut cerita yang
didengarnya disitu ternyata seorang prajurit yang pulang dari tugas jauh
mendapati istrinya sedang berselingkuh dengan lelaki tetangganya. Kedua
pasangan selingkuh itu lalu di bunuh oleh prajurit yang marah.
“Apakah prajurit itu
sudah ditangkap,..??” tanya seseorang.
“Belum,.. Katanya dia
segera melarikan diri setelah membunuh dua orang itu,..” jawab yang membawa
berita.
“Siapakah prajurit
itu,..?” tanya yang lain.
“Namanya Juritma. Dia
dikenali oleh mertuanya yang melihat pembunuhan itu dari balik dinding dan
segera lari berteriak minta tolong,..” jawab yang empunya cerita.
Rampoli secepatnya
kembali ke penginapan dan pindah ke penginapan yang dekat dengan markas
tentara. Dia ingin melihat pergerakan tentara. Adakah pengerahan prajurit untuk
melakukan sesuatu?
Sementara itu, di
Kadipaten Megalung.
Adipati Cadipa menerima
laporan dari Komandan prajurit Kompra bahwa seorang prajuritnya yang sedang
bertugas mengawal pengiriman hadiah untuk Kepala Negeri kembali ke rumahnya dan
mendapati istrinya berselingkuh lalu membunuh laki-laki dan perempuan yang
sedang bermain asmara.
“Prajurit itu sekarang
sudah melarikan diri. Saya sudah minta Kepala Pamong Negeri untuk menangkap
prajurit itu,..” lapor Kompra.
“Lho, apakah pengiriman hadiah
itu sudah selesai,..?? Kok utusan khusus saya belum kembali,..” tanya Cadipa.
“Saya sudah mengirim satu
pasukan kecil untuk menyelidikinya,..” jawab Kompra.
“Saya khawatir terjadi
sesuatu pada hadiah kiriman itu. Sebaiknya kirim pasukan yang kuat untuk
melacaknya dan jangan kembali sebelum tahu nasib kiriman itu,..!!” perintah
Cadipa.
“Baik, tuanku,..” kata
Kompra.
Ia segera kembali ke
markasnya dan mempersiapkan pasukan yang lebih banyak, sekitar 350 orang, untuk
menyusul pasukan kecil sebelumnya. Kesibukan itu diamati dengan baik oleh
Rampoli hingga mereka berbaris keluar mengarah ke Kotaraja melalui jalan
sebelah utara gunung, bukan jalan yang
melalui Gurada.
Rampoli memutuskan segera
kembali ke kaki gunung Kalas, markas baru mereka. Setibanya di sana dia segera
melaporkan apa yang dilihatnya di Megalung.
“Rupanya mereka baru tahu
telah terjadi sesuatu dengan hadiah kiriman itu,..” lapor Rampoli.
“Tampaknya kita harus
mempercepat menemukan para prajurit di Selonto, mungkin saja mereka sudah mulai
datang kesana melihat situasi di Megalung. Terutama Juritma, dia mestinya
menuju ke Selonto,..” kata Andragi.
“Saya akan pergi
menyelidikinya,..” kata Lugasi.
“Ya, ... tapi sebaiknya
berdua dengan bekas pimpinannya yang mengenalnya,..” jawab Andragi.
“Saya bekas pimpinan
Juritma, dan kenal hampir semua prajurit yang mengawal harta itu,..” kata
Pratur.
“Baiklah,.. pergilah
segera meski bukan hari pasar karena Juritma mungkin sudah ada disana
sekarang,..” kata Andragi.
“Juga pergilah bersama
empat orang yang akan buat pondok persinggahan di pinggir hutan yang
tersembunyi untuk persinggahan sebelum naik kesini,..” lanjut Andragi.