Pencuri Perahu Dibuat Buntung

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #43 )


Pada saat itu dua utusan yang ditugaskan mengamati situasi di danau Tobil telah kembali. Mereka melaporkan di bagian selatan danau memang agak rawan karena ada jalan ramai dan bagian danau yang sering digunakan sebagai tempat menyeberang. Tetapi di bagian utara di kaki gunung yang berhutan sangat sepi dan bisa digunakan untuk tempat menyeberang. Mereka telah membeli sebuah perahu dan menyimpannya di tempat yang aman. Dua orang dari mereka, ditugaskan untuk mempersiapkan segala bekal yang diperlukan.

“Bagus! Kalau begitu kami bisa berangkat besok pagi,” kata Paldrino.

Jotiwo dan Gadamuk mencoba menahan mereka beberapa hari lagi, tetapi mereka sudah merasa terlalu lama menangguhkan perjalanan mereka. Hari itu tuan rumah menjamu mereka dengan pesta perpisahan. Kerbau, sapi dan kambing disembelih. Semua warga Gunung Kembar menyampaikan salam selamat jalan bagi tamu-tamu istimewa mereka itu.

Esok paginya mereka berangkat dengan diiringi tuan rumah hingga sampai di kaki Gunung Kembar. Dari sana mereka hanya diiringi oleh dua orang anak buah Gunung kembar yang datang melapor itu. Mereka sengaja   memilih rute yang sepi dari penduduk, tidak melewati jalan desa, dan lebih sering menyusuri tepian hutan. Perjalanan memang menjadi lebih lambat, tetapi dengan dua ekor kuda yang membawa bekal, mereka tidak perlu takut kelaparan.  Jika malam tiba, mereka berkemah di hutan dan bergantian berjaga. Akhirnya, pada sore hari kedua, mereka tiba dikaki pegunungan Menora. Dari sana mereka harus menyusuri kaki pegunungan itu ke selatan hingga tiba di danau Tobil. Mereka memutuskan bermalam dulu sebelum melanjutkannya besok pagi.

Saat mereka sedang bersiap untuk istirahat sehabis makan malam, datang dua orang anak buah Gunung kembar yang ditugaskan mempersiapkan bekal itu.

“Pak Wedana, kami terpaksa menyusul kemari karena perahu itu hilang dicuri orang. Kami tidak tahu siapa yang melakukannya tetapi kami rasa orang yang menjual perahu itu pada kami. Mungkin dia telah menguntit kami sehingga saat kami pergi memcari bekal, mereka mengambilnya kembali,” lapor kedua orang itu.

“Ah, kita kurang beruntung rupanya. Tetapi mungkin ada baiknya juga dari pada mereka merebut perahu itu saat kita berada di atas danau. Mungkin kita memang harus melalui jalur darat jika di danau berbahaya,” kata Paldrino.

“Kelihatannya jumlah mereka hanya sedikit karena cuma berani mencuri. Kalau perlu kita hadapi saja! Saya dan beberapa rekan akan berjalan di depan sedangkan pak Wedana dan keluarga sebaiknya bersama rombongan di belakang supaya kalau kami kewalahan masih bisa menyelamatkan diri,” usul Bedul Brewok.

“Saya kira itu usul yang baik,” kata Andragi. “Saya akan  coba mencari cara untuk mengatasi kesulitan jika harus menghadapi mereka.”

“Tetapi kalau tidak terpaksa, sebaiknya sobat Anak Langit tidak menggunakan kesaktiannya supaya keberadaannya di daerah ini tidak diketahui. Biarlah pemerintah tetap mengira masih berada di Buntung atau Rajapurwa,” kata Paldrino.

Andragi mengangguk setuju.

“Kalau begitu besok rombongan pertama saya, sobat Loyo dan dua rekan dari Gunung Kembar akan berangkat lebih dulu,” kata Brewok.

“Baiklah. Tetapi mungkin lebih baik kita buat tiga rombongan,” usul Andragi. “Rombongan kedua terdiri dari saya dan dua rekan Gunung Kembar dan rombongan ketiga pak Wedana dan keluarga dengan jarak yang jauh. Pak Wedana bisa menggunakan mata setan saya untuk melihat isyarat dari saya untuk menyelamatkan diri setiap saat. Rombongan kedua ini bisa juga membantu yang pertama kalau mengalami kesulitan,” kata Andragi.

Mereka sepakat dengan usul itu lalu beristirahat. Tidak ada kejadian penting pada sisa malam itu.

Pagi harinya Brewok memimpin rekan-rekannya berangkat terlebih dahulu, disusul rombongan Andragi pada jarak sekitar dua ratus meter, lalu rombongan Paldrino pada jarak sekitar satu kilometer. Dengan hati-hati mereka menyusuri kaki pegunungan itu hingga akhirnya tiba di tepi danau Tobil pada saat matahari tepat berada diatas kepala. Mereka beristirahat untuk makan pada jarak posisi masing-masing, lalu melanjutkan perjalanan menyusuri danau ke selatan dengan formasi yang sama.  Menjelang memasuki sebuah desa, rombongan Brewok tiba-tiba menghentikan langkah mereka. Yang lain juga berhenti setelah mendapat isyarat dari rombongan di depannya.

“Kelihatannya ada yang sedang berkelahi di balik pepohonan ini,” kata Loyo.

“Ya, saya juga mendengarnya,” kata Brewok

Perlahan-lahan mereka mendekati asal suara itu. Tampak seorang pemuda belia yang bertubuh pendek dan gempal, dengan rambut gondrong tak beraturan, sedang menghadapi empat orang pria. Ditangannya tergenggam sebuah kapak pendek yang berbentuk aneh dengan gagang yang melengkung ke depan.

“Cepat kalian kembalikan perahu itu ke pemiliknya sebelum kapak ini mencincang tubuh bau kalian!” bentak anak muda belia pendek itu.

“Apa pedulimu ha! Perahu itu toh bukan milikmu!” jawab salah seorang lawannya.

“Aku peduli karena itu bukan milik kalian! Aku tak akan bicara lagi. Biar kapak ini yang bicara!” katanya sambil memutar-mutar kapak anehnya dengan gaya yang aneh juga.

“Anak muda sok tahu. Mengganggu urusan orang saja. Serang!” teriak orang itu lagi, yang rupanya menjadi pemimpin mereka.

Serentak mereka menyerang anak muda itu dengan pedang yang terhunus. Dengan gesit ia berkelit sambil berguling seperti bola. Tahu-tahu salah seorang penyerangnya sudah jatuh terguling sambil memegang sebelah kakinya yang tiba-tiba buntung. Rupanya gerakan sambil berguling tadi bukan sekedar menghindar tetapi jurus menyerang yang hebat. Rekan-rekannya terkejut tetapi segera bersiap karena anak muda itu sudah kembali memutar-mutar kapaknya. Kali ini mereka tidak gegabah langsung menyerang, tetapi bergerak berputar mengelilingi lawannya.

“Hiiiaaaat!!” seru mereka berbarengan diikuti sabetan pedang yang datang beruntun dan mengarah ke bawah.

Serangan ini sekaligus sebagai pertahanan bagian bawah tubuh mereka. Mereka mengira anak muda itu akan kembali menyerang bagian kaki mereka. Tetapi mereka keliru! Bukannya menggelinding, tubuh pemuda  itu malah melenting ke atas seperti bola yang terpantul kencang. Dan tahu-tahu, salah seorang dari mereka telah terhuyung-huyung sambil memegangi sebelah tangannya yang kutung. Kedua kawannya terhenyak kaget. Nyali mereka menjadi ciut dan bersiap untuk melarikan diri.

“Tunggu!” teriak penuda itu sambil melontarkan kapaknya.

Kedua orang itu terdiam kaku melihat kapak itu terbang dengan gerakan melengkung melingkari tubuh mereka dan kembali ke pemiliknya. Mirip gerakan bumerang.

“Enak saja mau kabur! Dimana kalian bunuh pemiliknya?!” hardiknya.

“Kami... kami.. tidak membunuh. Kami hanya.. mengambil ..perahunya,” jawab seorang yang lebih tua ketakutan.

“Lalu dimana pemiliknya, he?!” bentak anak muda itu.

“Kami tidak ..tahu. Kami mengambilnya ..di ujung utara danau ini .. di kaki gunung itu,” jawabnya lagi.

“Cepat enyah dari sini, dan bawa teman-temanmu itu!” perintah anak gemuk pendek itu.

Kedua orang itu segera menggendong rekannya yang terluka dan telah jatuh pingsan kesakitan, dan segera berlalu ke arah desa. Sementara itu si pemuda menggaruk-garuk kepalanya sambil mengomel.

“Sialan! Dimana saya harus mencari pemiliknya?!” gerutunya.

Mendengar itu, seorang anak buah Gunung Kembar memberanikan diri keluar dari persembunyiannya, yang segera diikuti oleh ketiga rekannya.

Melihat ada orang datang, pemuda itu segera bersiap dengan kapaknya.

“Ah, rupanya kalian belum kapok juga, he!? bentaknya.

“Maaf anak muda, kamilah pemilik perahu itu. Kami membelinya dari orang-orang tadi tetapi mereka mencurinya kembali saat kami pergi,” jawab anak buah Gunung Kembar itu.

“He, benarkah?!  Oh, ya ya.., aku melihatmu di warung itu bersama mereka. Tapi, apa kau bukan teman mereka?” tanyanya curiga.

“Bukan, anak muda. Kami datang dari jauh dan membawa rombongan termasuk perempuan dan anak-anak. Kami hendak ke Poruteng. Karena kami takut dirampok bila melalui jalan darat, kami lalu mencari perahu untuk menyeberang danau ini,” jawab Loyo.

“Dimana mereka sekarang?” tanya anak muda itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA