Menangkap Perampok Gunung Merasin

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #87 )

Dengan sikap siap tempur mereka merangsek maju dan memeriksa setiap sudut, namun tidak ada petunjuk yang
berarti selain rumah-rumah hangus dan beberapa kuburan baru. Kompra mengajak para prajuritnya berunding.

“Hmmm apa yang terjadi menurut kalian,..??” tanya Kompra.

“Sepertinya telah terjadi perampokan terhadap hadiah itu,..” jawab seorang pimpinan prajurit.

“Tapi kenapa  tidak terlihat pertempuran yang seru dan hanya beberapa orang yang mati,..??” tanya Kompra.

Lama mereka berunding memperkirakan apa sebenarnya yang terjadi. Akhirnya mereka sampai pada kesimpulan bahwa para perampok telah lebih dahulu datang dan mengusir penduduk desa itu dengan membakar rumah-rumah mereka. Setelah itu mereka menyergap dengan tiba-tiba para pimpinan pengawal dan membunuhnya. Itu sesuai dengan jumlah kuburan baru yang ada. Setelah pimpinannya terbunuh para prajurit itu lari menyelamatkan diri mereka entah kemana, karena ketakutan.

“Tapi bagaimana mereka bisa tahu kapan kiriman itu akan lewat sini sampai sempat-sempatnya membakar rumah penduduk lebih dulu,..??” tanya seorang pimpinan prajurit.

“Yah,.. saya menduga ada orang luar yang membocorkannya. Tidak mungkin seorang prajurit karena mereka semua ada di markas. Saya menduga utusan dari Gurada itu yang bisa membocorkan rahasia perjalanan itu karena dia punya kemampuan lari cepat dan bebas bergerak. Tidak sebagaimana prajurit biasa,..” jawab Kompra.

“Siapa kira-kira para perampok itu,??” tanya seorang pimpinan prajurit.

“Hmmm, bisa dipastikan ini ulah para perampok dari gunung Merasin,..!” jawab Kompra.

Kompra tidak ingin berpusing-pusing memecahkan teka-teki sulit siapa perampok hadiah kepala negeri itu. Baginya yang penting membawa pulang  hasil tangkapan, jangan sampai pulang dengan tangan hampa. Dan yang paling mudah adalah menuduh perampok gunung Merasin yang sudah terkenal dan lumayan dekat dengan Kalisunggi.

“Siapkan diri kalian. Kita akan beristirahat disini semalam dan besok pagi-pagi benar kita berangkat untuk menyerang perampok gunung Merasin,..!!” perintah Kompra.

“Siap,..Komandan,..!!” jawab para pimpinan prajurit.

 Keesokan harinya pagi-pagi benar pasukan itu berangkat menuju kaki gunung Merasin. Menjelang sore mereka tiba di sekitar celah gunung Merasin Utara dan Merasin Selatan. Kompra lalu mengirim empat orang prajurit sandi untuk mencari tahu tempat persembunyian para perampok gunung Merasin. Menjelang tengah malam ke empat prajurit itu melaporkan temuannya.

“Markas mereka tidak besar pak, Mungkin hanya dihuni 30 sampai 40 orang saja,..” lapor seorang prajurit.

“Bagus,..!! Malam ini juga kita mulai menyusup diam-diam mendekati markas mereka. Seratus orang pertama mengikuti saya. Dibelakangnya seratur orang lagi, dan paling belakang sisanya,..!!” perintah Kompra.

Malam itu juga mereka mengendap-endap menuju markas perampok gunung Merasin. Medan yang sulit dan hutan yang lebat menghambat mereka untuk bisa maji dengan cepat. Selangkah demi selangkah mereka menapaki tebing guning. Menjelang pagi barulah mereka sampai di dekat markas itu. Kompra memerintahkan mereka mengepung masrkas itu dari semua penjuru.

Kari masih terang tanah ketika Kompra memerintahkan prajuritnya menyerbu. Dengan seketika berhamburan para prajurit berlompatan dan berlari sambil berteriak-teriak garang menrjang markas perampok. Penjaga yang terkantuk-kantuk dan tidak mengira sama sekali dengan mudah dilumpuhkan dengan sabetan golok.

Dengan beringas mereka mendobrak masuk dan menyerang rumah-rumah yang ada di dalam markas itu. Para perampok yang terbangun mendadak itu segera meloncat berdiri dan mencoba melawan sebisanya. Mereka mengambil apa saja yang terdekat untuk membela diri.

“Bunuh semua,..!! Tangkap pemimpinnya,..!!” teriak Kompra.

Penyerbuan itu tidak berlangsung lama, karena jumlah perampok yang tidak seimbang dibanding jumlah prajurit lagi pula mereka tidak dalam keadaan siaga. Dengan cepat seorang pemimpinya di ringkus, sedangkan yang seorang lagi melawan mati-matian. Ia tahu kalau pun tertangkap pasti akan dihukum mati, dan sebelum dipancung dia akan dicambuk hingga punggungnya menjadi bubur dagingnya sendiri.

“Kita bawa orang ini ke Megalung,..” perintah Kompra.

Meskipun lebih dekat dengan Gudara, dia tidak ingin membawa pemimpin perampok itu ke Gudara karena dia bertanggung jawab kepada adipati Cadipa di Megalung.

Tiga hari kemudian mereka tiba di Megalung. Demi mendengar laporan Kompra bahwa hadiah untuk Kepala Negeri dirampok orang adipati cadipa menjadi gusar bukan kepalang. Betaoa malunya dia yang sudah direstui menjadi adipati oleh Kepala Negeri tetapi gagal memberi hadiah di ulang tahun perkawinannya. Mau disimpan dimana mukanya.

Dan yang tambah membuatnya geram bahwa perampokan itu di dalangi oleh Laja, orang kepercayaan ayahnya sendiri sebagai gubernur Gurada, dan dibantu temannya bernama Rampoli.

“Cepat buat orang itu mengaku dimana Laja dan temannya Rampoli berada. Habis itu hukum mati dia,..!!” perintah Cadipa.

Di markas Kompra, kepala perampok itu disiksa dengan cambuk agar mengaku dimana Laja dan Rampoli berada.

“CTARRR..!! CTAAARR,..!!” cambuk menyalak menghajar pungggung kepala perampok.

“Dimana Laja dan Rampoli berada,.he...??!” tanya Kompra’

“Saya tidak kenal nama itu,..” jawabnya.

“CTAARR,.. CTAARR,..”

“UUUHHH,..!!” terdengar keluh nya.

“Ayo jawab,...dimana Laja dan Rampoli berada,..” tanya Kompra lagi.

“Saya tidak kenal mereka,..” jawab kepala perampok.

Cambuk menyalak lagi. Kali menghajar betisnya. Tetapi dia tidak bisa lain selain bilang tidak tahu.

“Lebih baik kau mengaku sebelum badanmu hancur lebur,..” kata Kompra.

Cambuk pun menghajar lagi hingga ia jatuh pingsan karena kesakita. Prajurit lalu menyiramkan air dingin untuk menyadarkan.

“Ayo jawab,..” kata Kompra sambil mengayunkan cambuk.

“CTAAAARR,..!!

“UHH..!!”

Karena tak tahan mendapat cambukan terus menerus kepala perampok itu terpaksa mengaku asal-asalan.

“Mereka.. ada di ...gunung ...kembar..” jawabnya.

Begitu mendapat pengakuan yang diharapkan Kompra langsung mencabut pedangnya dan menebas leher kepala perampok itu, tewas!

Berita tentang perampokan hadiah itu segera menyebar ke pasar-pasar dan menjadi bahan pembicaraan orang. Adipati Cadipa segera berangkat menuju Gurada melaporkan peristiwa itu kepada gubernur Marsidu yang tak lain ayahnya sendiri.

“Kurangajar,...!! .. Jadi Laja sendiri yang mendalangi perampokan itu,..!!??” maki Marsidu.

Iya,..ayah... Dengan temannya bernama Rampoli.

Hari itu juga Marsidu dengan diiringi pengawal yang kuat berangkat ke Kotaraja untuk melapor kepada kepala negeri Sudoba. sedangkan Cadipa disuruhnya kembali ke Megalung menyiapkan pasukan tentara.

Berita pun segera menyebar ke mana-mana terutama di pasar. Emaknya Minur juga mendengar berita itu, dan hatinya berdegup kencang mendengar nama Rampoli disebut-sebut.

Malam harinya sepulang Minur dari warung tempatnya bekerja ibu dan anak itu saling bercerita tentang kabar perampokan yang menyangkut nama Rampoli.

“Cepat atau lambat mereka akan mencarimu di warung atau di rumah ini,..” kata emaknya.

“Jadi gimana ini mak,..??” tanya Minur.

“Besok pagi-pagi sekali kamu ke warung dan pamit mau ke Kotaraja karena ada saudara yaitu budemu yang meninggal,..” kata emaknya.

“Jadi, kita ke Kotaraja mak,..??” tanya Minur.

“Iya,..” jawab emak.

“Tetapi,.. gimana dengan kakang,...” tanya Minur, tidak meneruskan kata-katanya karena si emak menyilangkan jari di bibirnya.

“Ssssst, jangan sebut nama itu,.. Kamu ikut saja. Sudah emak pikirkan caranya,..”

Esok harinya, padi-pagi benar Minur mendatangi warung dan minta ijin untuk pergi ke Kotaraja dengan alasan budenya meninggal. Pemilik warung ikut merasa berduka dan memberikannya sedikit uang untuk bekal.

Minur segera mendapatkan emaknya dan kedua anak beranak itu pergi tetapi bukannya pergi ke Kotaraja tetapi pergi ke bagian kota yang lain untuk menyewa sebuah rumah sederhana.

“Bagaimana kakang bisa tahu kita ada disini,..??” tanya Minur.

“Kalau dia datang ke rumah dan tidak ketemu kita, dia akan ke pasar mencari emak,..” jawab emaknya.

“Nah, mulai sekarang kamu tidak boleh keluar rumah supaya tidak dikenali. Emak akan berpura-pura jadi pengemis di pasar sambil melihat-lihat siapa tahu ada kakangmu disana,..” jelas emaknya.

 

Sementara itu,... Marsidu telah sampai di Kotaraja.

Setelah menunggu sehari, dia mendapat kesempatan menghadap melaporkan perampokan atas hadiah untuk ulang tahun perkawinan kepala Negeri itu.

“Hmmm, kalian rupanya kurang hati-hati mempercayai orang, ..” kata Sudoba masgul.

“Ampun tuanku,...kami tidak tahu kenapa dia bisa begitu. Sudah bertahun-tahun dia menjadi orang kepercayaan kami dan sangat bertanggung jawab,..” kilah Marsidu mencoba membela diri.

“Hmmm ya,... Mungkin saja dia terpengaruh oleh kawannya itu yang memang anggota gunung Kembar,..” kata Sudoba.

“Saya sudah suruh Cadipa menyiapkan pasukan untuk menyerbu gunung Kembar,..” lapor Marsidu.

“Ya,,ya... anak itu harus bertanggung jawab atas kehilangan itu,..” kata Sudoba.

“Apakah kami bisa dibantu oleh adipati Rajapurwa yang dekat dengan gunung Kembar,..??” tanya Marsidu.

“Sebaiknya tidak, karena kalau berhasil adipati Rajapurwa akan ikut mendapat nama. Dia itu orangnya Perdana Menteri Jukamu. Itu akan memperkuat kedudujan Jukamu. Usahakan sendiri,..!!” jawab Sudoba.

“Baik, tuanku,..” kata Marsidu.

Dia paham bahwa antara Kepala Negeri Sudoba dan Perdana Menteri Jukamu ada persaingan politik berebut pengaruh yang sengit. Jukami terkenal licik bagai pelanduk.

Marsidu tidak langsung pulang dan menginap semalam lagi untuk bertemu kakaknya yang menjadi isteri Sudoba.

“Kalau begitu kamu harus membantu anakmu supaya dia berhasil. Jangan sampai dia gagal lagi kali ini. Kepala Negeri bisa kecewa nanti,..” nasihat kakaknya.

“Baik kak, tentu saya akan membantu Cadipa dengan pasukan yang kuat,..” jawab Marsidu.

Keesokan harinya dia berangkat pulang ke Gurada.

-------------------------------

Dalam pada itu,... kita kembali ke markas Kasjur diatas bukit di gunung Kalas.

Sudah sekitar 60 orang bekas prajurit yang bergabung di kasjur. Sisanya masih akan berdatangan di pasar Selonto. bangunan barak sudah lengkap dibangun, beberapa petak sawah dan ladang pun sudah mulai terbentuk.

Ternyata berita tentang perampokan itu telah sampai ke pasar Selonto dan Lugasi yang mendengar itu mengajak berunding Andragi dan teman-teman.

“Karena mereka mengira sobat Laja dan Rampoli ada di gunung kembar tentu mereka akan menyerbu gunung Kembar. Saya akan ke sana memberitahukan pak Jotiwo dan pak Gadamuk soal ini biar mereka bersiap-siap,..” usul Lugasi.

“Ada baiknya sobat Lugasi mengajak Prasa, Prawa, Prati, Pratur dan Prama untuk membantu karena pasti pasukan provinsi Gurada akan ikut membantu pasukan Megalung, dan para sobat ini tentu tahu strategi dan siasat pasukan pemerintah itu,..” kata Andragi.

“Tapi mereka tidak boleh terlihat oleh prajurit Megalung, kasihan anak istri mereka yang masih berada di markas tentara di Megalung,..” kata Lugasi.

“Sobat Lugasi benar. Karena itu mereka harus merubah penampilan agar tidak mudah dikenali. Dan pada saat yang sama sobat Loyo dan Brewok akan membuat para istri dan anak mereka keluar dari markas dan pindah kesini,..” jelas Andragi.

“Agar anak isterinya percaya para sobat akan menulis surat dan meninitipkan barang yang dikenal keluarganya untuk dibawa oleh sobat Loyo dan Brewok,..” lanjut Andragi.

“Oh iya, sobat Lugasi boleh membawa mata setan untuk membantu pak Jotiwo dan pak Gadamuk beserta pasukannya,..” kata Andragi.

Mendengar kata Mata Setan itu, para bekas pimpinan prajurit hanya bengong dengan mata bertanya-tanya.

“Nanti disana para sobat juga akan tahu Mata Setan itu,..” kata Lugasi sambil tersenyum.

“Saya juga mohon ijin untuk menjemput Minur dan emaknya yang bisa berbahaya hidup mereka kalau tetap disana,..”

“Iya, saya kira memang harus begitu. Sobat Rampoli juga harus pandai-pandai merubah penampilannya,..” kata Andragi.

Setelah semuanya dibicarakan dan disepakati mereka yang mendapat tugas lalu bersiap diri sebagaimana mestinya. Keesokan harinya secara tidak mencolok mereka turun ke pondok persinggahan lalu ke Selonto. Dari Selonto mereka menuju penyeberangan di sungai Priga tempat mereka pernah bertempur dengan perampok Satange dan kawan-kawan. Ketika tiba di pinggir sungai ternyata semua perahu ada di seberang sungai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA