Sause-Seusa: Satu Untuk Semua dan Semua Untuk Satu

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #29 )


“Begitulah tuan Wedana dan tuan Mata Setan, apa yang terjadi atas kami. Kami mohon ampun,” kata Jotiwo mengakhiri kisahnya.

“Ah, kita memang senasib,” kata Paldrino.

Ia lalu menceritakan kisahnya kepada kedua perampok itu dan ditolong oleh tuan Mata Setan yang karenanya sedang dikejar-kejar oleh aparat negeri.

“Kalau begitu, sudilah kiranya tuan-tuan menginap di pondok kami yang sederhana. Bagaimanapun juga tetap lebih baik dari pada tempat yang terbuka ini,” undang Jotiwo.

Andragi dan Paldrino setuju. Gadamuk lalu bersiul dengan nyaring. Segera  terdengar ringkikan kuda dan sesaat kemudian tampak dua orang menuntun enam ekor kuda menuju mereka. Jotiwo lalu meminta rombongan Andragi menunggangi lima ekor kuda, sementara seorang anak buahnya disuruhnya berkuda mendahului untuk menjemput beberapa ekor kuda lagi serta mempersiapkan kedatangan mereka.

Singkat cerita, mereka akhirnya tiba di markas Gunung Kembar. Disana, rombongan itu segera dijamu dengan berbagai makanan dan minuman yang lezat, terutama bagi perut yang selama ini hanya diisi oleh makanan seadanya. Seekor kambing telah dipotong dan digulai sebagai hidangan utamanya. Tuak lontar pun menyusul setelah makanan selesai disantap. Para tamu itu lalu dipersilakan beristirahat pada sebuah bangunan yang memang disediakan untuk para tamu.

Esoknya, setelah sarapan, mereka diantar berkeliling melihat kompleks markas itu. Markas itu ternyata cukup besar dan dipersiapkan dengan baik untuk tidak mudah diserang musuh. Pada tebing-tebingnya terdapat peralatan untuk menggelundungkan batu-batu besar atau batang-batang kayu, ada jalur berkelok-kelok dengan tempat penyergapan yang tersembunyi, anjungan bagi pemanah dan menara pengintai yang tinggi. Tak percuma Jotiwo sebagai bekas pelatih Paskhu.

Sambil berkeliling itu Andragi sebenarnya ingin meminta mereka meninggalkan pekerjaan sebagai perampok itu, tetapi berkali-kali Jotiwo menekankan bahwa itu hanya sementara, sedangkan tujuan utamanya adalah memerangi kejahatan para pejabat negeri Klapa Getir. Mereka menjamin tidak akan merampok rakyat biasa, para pedagang kecil atau para pengembara. Untuk itu mereka akan segera memulai usaha lainnya sebagai pedagang atau jasa keamanan bagi orang-orang yang memerlukannya.

Saat makan siang, Andragi menyampaikan bahwa mereka akan meneruskan perjalanan ke Poruteng esok harinya. Jotiwo dan gadamuk mencoba menahan mereka untuk tinggal beberapa hari lagi tetapi tidak berhasil. Mereka harus segera menuju kesana untuk memulai kehidupan yang baru.

“Kenapa tidak disini saja, dan menjadi pemimpin kami?” Jotiwo menawarkan.

Gadamuk pun mengangguk mendukungnya.

“Tidak, sobat Jotiwo dan Gadamuk. Ada tugas penting yang diamanatkan kepada kami oleh kakek Bulesak. Disana kami akan membangun masyarakat di tempat kakek Blakitem yang juga harus memulai hidup mereka lagi setelah harta dan martabat mereka dirampas oleh para penguasa. Mungkin ada yang dapat kami bantu membangun kembali hidup mereka dan hidup kami juga,” jawab Andragi.

“Sebenarnya kami ingin mengajak sobat berdua ikut bersama kami, tetapi disini sobat berdua telah memulai sesuatu sedangkan kami belum sama sekali. Tetapi mungkin suatu waktu nanti kita bisa bersatu, jika kami telah mulai tumbuh dengan baik,” lanjutnya.

“Tetapi, saya meminta sobat berdua tidak merampok atau merugikan rakyat kecil,” pintanya.

Jotiwo dan Gadamuk menyanggupinya. Merekapun berjanji jika suatu saat nanti tuan Mata Setan telah berhasil membangun masyarakat disana dan dendam mereka telah terbalaskan, mereka akan bergabung.

Sementara mereka makan siang itu, seorang anak buah melaporkan kalau mereka berhasil menyergap rombongan pejabat tinggi dari Kadipaten Rajapurwa dan menangkap seorang wanita yang katanya isteri Adipati, yang sedang berziarah ke makam orang tuanya di desa Bental. Desa itu sebenarnya cukup jauh dari Gunung Kembar tetapi merupakan desa terdekat dari markas mereka. Anak buah Jotiwo dan Gadamuk tidak jarang keluar masuk beberapa desa di sana untuk mencari tahu keberadaan pera pejabat negeri yang kaya atau bangsawan lintah darat.

“Bawa kemari tangkapan kalian itu!” perintah Gadamuk.

Dalam hati ia berniat menjadikan wanita itu sebagai isterinya.

Wanita itu lalu diseret ke hadapan mereka. Pakaiannya yang mewah menandakan kalau ia memang dari golongan kelas atas. Kulitnya bersih, masih muda dan cantik. Ia hanya bisa menangis ketakutan.

“Tolonglah ..saya ..tuan-tuan.hik,,hik.. Bebaskan... saya. Hik..hik. Saya.. tidak... akan melupakan ..kebaikan hati... tuan-tuan. Hik..hik.hik..,” katanya sambil terisak-isak.

“Ha..haaa..haa. Itu tidak mungkin! Kau isteri pejabat korup! Kau harus menerima akibatnya sekarang. Kau akan kujadikan isteriku disini.! ha..haha!” kata Gadamuk.

Melihat wanita yang tak berdaya itu, Andragi bermaksud menolongnya.

“Siapakah kau dan sedang apa kau datang ke desa Bental?” tanya Andragi.

“Saya isteri adipati Rajapurwa. Saya sedang berziarah ke makam orang tua dan leluhur saya untuk mendoakan mereka.Tolonglah saya tuan,” jawabnya.

“Kami tahu siapa suaminya tuan Mata Setan. Dia Adipati yang korup dan jahat kepada rakyat. Mohon jangan terpengaruh tuan Mata Setan,” kata Jotiwo.

Andragi teringat mendiang bapak dan ibunya yang sangat ia cintai. Wanita ini tentu juga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Karena itu ia lalu berkata,

“Yah, boleh jadi suaminya memang jahat dan korup, tetapi wanita ini sedang dalam perjalanan suci ziarah dan berdoa untuk para leluhurnya. Kita tak boleh mengganggu orang yang sedang berdoa dan melakukan hal-hal yang baik seperti ini.”

“Karena itu saya minta kepada sobat berdua untuk membebaskan wanita ini. Biarlah ia bisa berziarah ke makam orang tuanya,” pinta Andragi.

Dengan berat hati, Jotiwo dan terutama Gadamuk terpaksa memenuhi permintaan tuan Mata Setan yang mereka segani itu. Mereka lalu memerintahkan anak buahnya mengantar kembali wanita itu hingga desa Bental.

Andragi yang tahu kekecewaan hati Gadamuk, lalu menghiburnya.

“Wanita itu bukanlah wanita yang cocok untuk sobat Gadamuk. Saya bejanji akan mencarikan isteri buat sobat Gadamuk nanti.”

Gadamuk hanya bisa mengangguk mengiyakan.

Malam itu mereka membuat pesta perpisahan bagi rombongan Andragi. Jotiwo menyajikan mereka dengan makanan terbaik yang mereka miliki sementara Gadamuk menyuruh anak buahnya menyediakan bekal bagi rombongan itu serta sebuah kuda sebagai pengangkutnya. Banyak hal yang diperbicangkan mereka sambil diselingi minum tuak lontar. Yang paling menarik bagi Andragi tentu ikhwal seluk beluk negeri Klapa Getir. Berbagai hal ditanyakannya dan mereka dengan antusias menceritakan kepadanya sembari saling melengkapi satu sama lain.

 Ternyata negeri Klapa Getir dulunya adalah kerajaan yang sempat berjaya hingga mampu mepersatukan berbagai negeri-negeri kecil yang sering bertikai satu dengan yang lain memperebutkan wilayah atau karena ingin memperluas keyakinan yang dianutnya. Orang hebat yang mampu mempersatukan negeri-negeri itu menjadi Negeri Klapa Getir adalah seorang pangeran sakti dan perkasa yang menjadi perdana menteri yaitu Kudabringas.

Setelah mampu dan berjasa mempersatukan seluruh wilayah menjadi satu negeri yang bisa diterima semua pihak, memiliki pengaruh yang luas dikalangan rakyat dan bahkan terhadap raja ia kemudian mendeklarasikan semboyan agung “Sause-Seusa” atau “Satu untuk semua dan semua untuk satu”. Makna semboyan agung itu itu pada intinya negara Klapa Getir itu milik setiap warganya dan setiap warga berjuang untuk kemakmuran negeri Klapa Getir. Tidak boleh ada yang merasa paling memiliki, paling benar dan paling penting. Semua warga memiliki hak dan peluang yang sama untuk menjadi apa saja, termasuk menjadi pemimpin negeri. Oleh karena itu, sistem pemerintahan pun kemudian diubah menjadi negeri bukan kerajaan yang dipimpin seorang Kepala Negeri. Untuk menghormati Raja yang masih bertahta, beliau diperbolehkan tetap memimpin negeri dengan menjadi Kepala Negeri hingga dua kali lima tahun kemudian. Setelah itu Kepala Negeri akan ditetapkan melalui pemilihan umum langsung oleh rakyat. Demikian juga jabatan-jabatan kepala pemerintahan dibawahnya.

Ternyata Raja hanya bersedia menjalani lima tahun yang pertama saja karena usianya yang sudah lanjut serta agar Kudabringas punya kesempatan menjadi Pemimpin Negeri. Semua orang bersyukur atas kesediaan raja seperti itu dan berharap Kudabringas akan menjadi Pemimpin Negeri mereka. Tetapi dugaan mereka meleset. Kudabringas ternyata tidak bersedia menjadi calon Pemimpin Negeri meski seluruh wakil dari berbagai unsur rakyat mencalonkannya dan jika ikut dalam pemilihan dipastikan akan menang. Ia mengatakan bahwa usahanya selama ini termasuk merubah sistem pemerintahan bukan didorong oleh ambisi untuk menjadi Pemimpin Negeri tetapi semata-mata demi semangat Sause-Seusa. “Satu untuk semua dan semua untuk satu”.

Kudabringas kemudian diangkat menjadi Bapak Bangsa Klapa Getir yang sangat dihormati. Dibawah bimbingannya, para Pemimpin Negeri mampu menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana. Negeri Klapa Getir menjadi semakin makmur sentausa. Boleh dikata tidak ada orang yang perlu takut dibegal saat berjalan di daerah sepi atau harus mengunci rumah jika meninggalkannya kosong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA