Sementara itu......
Peristiwa kemunculan singkong raksasa itu telah membuat banyak orang heboh membicarakannya, dan tak ayal berita itu sampai pula di telinga Kepala Pamong Negeri Poruteng, Diguldo.
Sebenarnya diam-diam Diguldo sudah tahu soal singkong raksasa itu dari laporan Loyo yang seringkali
datang seakan seperti kerabat dekat dari Kotaraja yang berkunjung. Juga dari
cerita istri Pak Paldrino, iparnya, yang sekarang tinggal bersama di rumahnya
menemani saudara kembarnya itu.
Di pasar kota Poruteng, Petugas
Pamong Negeri yang mendengar kegaduhan orang membicarakan singkong ajaib segera
berinisiatif untuk melapor kepada Komandannya, Diguldo. Dia berharap bisa
mendapatkan penghargaan dari komandan yang bersih ini. Hmm, memang sejak Diguldo menjadi Kepala Pamong Negeri di Poruteng tidak ada lagi penghasilan kotor hasil suap dan
pemerasan yang dulu sering dia peroleh di pasar kota.
“Siapa tahu dapat sesuatu kalau kulaporkan soal singkong ini,” pikirnya.
Dia membulatkan hati
menghadap Komandan Diguldo.
“Saudara Pamong Negeri,
apa yang ingin saudara laporkan?” tanya Diguldo.
“Tuanku Komandan, nama
saya Komir dan bertugas di pasar kota Poruteng. Tuanku, telah terjadi kegaduhan
yang luar biasa di seantero kota Poruteng karena munculnya singkong ajaib yang
dibawa pedagang dari luar kota”, lapor Pamong Negeri.
“Singkong Ajaib...!!?”
tanya Diguldo pura-pura terkejut.
“Betul Tuanku. Besarnya
luar biasa. Sepuluh kali ukuran singkong biasa.”
“Oh ya...??. Apakah
kegaduhan itu mengancam ketenteraman hidup warga..?” tanya Diguldo.
“Sementara ini belum,
Tuanku. Tapi semua orang ingin tahu darimana singkong itu berasal..”
“Darimana menurutmu..?,
kejar Diguldo.
“Yang saya dengar,
orang-orang itu mendapatkannya dengan susah payah jauh di tengah hutan.” jawab Komir.
“Bisakah kau menyelidiki
asal singkong itu biar didapat kebenaran dari kabar burung itu. Dengan begitu
kita bisa meredam segala kabar bohong dan kegaduhan yang ditimbulkannya.”
“Siap Tuanku, Saya akan
mnyelidiki sampai tahu persis darimana asal singkong itu.” jawab Komir mantap.
Dia tahu kalau mendapat
tugas khusus langsung dari Komandan Pamong Negeri wilayah itu berarti akan mendapat bekal
yang cukup besar dan kalau berhasil akan mendapatkan penghargaan dan imbalan.
Hati Komir jadi berbunga-bunga penuh semangat.
“Baik, saya tugaskan kau
menyelidikinya. Lakukan secara diam-diam supaya tidak menimbulkan kegaduhan
baru. Jangan sampai orang lain tahu kalau kita sedang menyelidiki. Jangan
sampai para pedagang takut untuk berjualan singkong ajaib itu, Kau mengerti..!?”
“Siap, saya mengerti
Tuanku,” jawab Komir agak kecut hatinya.
“Nah, terimalah uang ini
sebagai bekal tugasmu. Kau hanya boleh mengajak satu orang sebagai teman
menjalankan tugas ini. Tidak boleh lebih..!!,” tandas Diguldo.
“Siap, laksanakan..!!
jawab Komir mantap.
Diguldo memang
ingin tahu seberapa aman keberadaan Anak Langit dan iparnya Pak Paldrino berada.
Jangan sampai gara-gara singkong ini keberadaan dan keamanan mereka menjadi terancam.
Sehabis melapor itu Komir
segera bergegas menemui sobatnya Kepos seraya menunjukkan kepingan perak.
“Ayo ikut! Ini ada tugas
dari Komandan,” katanya.
“Tugas dari Komandan Pamong Negeri..??, Hebat kau Komir..!!,”ujar Kepos dengan cepat tangannya menyambar
kepingan perak itu.
“Tugas apa yang harus
kita kerjalan..??, selidik Kepos ingin tahu.
“Tugas ringan, tapi
rahasia!! RA..HA..SI..A !! Siapapun tak boleh tahu, Istrimu juga tidak boleh
tahu!! Ngerti..??’ sergah Komir.
“Ya..ya.., tapi tugas apa
Mir?” tanya Kepos.
“Ssssst, kecilkan
suaramu!!” kata Komir sambil memalangkan jari telunjuk di bibirnya.
“Kita harus cari tahu
dimana asal usul singkong ajaib itu didapat...” kata Komir berbisik, nyaris tak
terdengar.
Mereka lalu menyusun
rencana mengerjakan tugas itu.
“Bagaimana Pos, apa usulmu..?”
tanya Komir.
“Gampang Mir, kita kuntit
saja orang yang menjual singkong ajaib di pasar kemanapun dia pergi. Menurutku,
kalau dagangannya sudah habis dia akan pulang atau pergi ke tempat singkong itu
didapatnya.” jawab Kepos.
“Benar juga Pos. Encer
juga otakmu..!” puji Komir.
Mereka lalu menuju pasar
kota Poruteng, mencari penjual singkong ajaib. Segera mereka melihat orang
yang menenteng sebatang singkong besar sambil cerita dengan bangga betapa
besarnya singkong yang dipegangnya.
“He kisanak, apa kamu
menjual singkong raksasa itu,” sapa Komir.
“Saya bukan penjualnya.
Saya pembeli. Hebat ya, besar ya..!!,” jawab orang itu bangga.
“Dimana kamu membelinya?
Mana orang yang menjualnya?” tanya Kepos penasaran.
“Uh sayang, hari sesiang
ini sudah habis jualannya. Tuh, si penjual sedang makan di warung, yang pakai
ikat kepala biru tua”, jawab orang tersebut.
Komir dan Kepos segera
menyingkir dan diam-diam mendekati warung makan tanpa menarik perhatian orang.
Mereka masuk dan duduk di dekat orang dengan ikat kepala biru. Merekapun memesan
kopi dan makanan kesukaan Komir, juadah dan tempe bacem goreng.
“Mari kisanak,...” kata
Komir membuka percakapan dengan orang berikat kepala biru itu, basa basi
menawarkan kopinya.
“Oh ya terimakasih,
silakan. Saya sudah minum tadi,” jawab orang yang ditanya.
“Sepertinya kisanak bukan
orang sini, karena saya kenal baik semua orang yang sering kesini,” selidik
Komir.
“Memang saya bukan dari
sini. Saya kesini karena jual singkong ajaib,” jawabnya.
“Saya mau beli singkong
itu, masih adakah? tanya Kepos.
“Hari ini sudah habis.
Kalau mau dua hari lagi saya kesini bawa lagi.”
"Baiklah, lusa sisakan satu buat saya beli,.." kata Komir,
"Baik, akan saya sisakan satu,.." jawab orang itu.
Mereka berdua segera
mendahului keluar setelah mebayar harga makanan. Mereka menyeberang jalan,
berbelok sedikit ke kanan dan berlindung dibalik sebuah pohon dan perdu untuk
mengawasi penjual singkong ajaib itu.
Setelah menunggu cukup
lama, keluarlah penjual singkong ajaib itu dan langsung berbelok ke kiri, tidak
ke arah mereka.
“Ayo kita ikuti dia.
Jangan terlalu dekat!,” kata Komir.
Setelah berjalan sekitar
tujuh ratus meter, lelaki itu memasuki halaman sebuah rumah yang cukup baik dan
menarik.
“Lho .., itukan rumah
bordil..! Dasar lelaki rakus, baru dapat duit langsung cari hiburan buat
burungnya,..” umpat Komir.
“Ayo kita ikut masuk aja,”
ajak Kepos.
“Hush...!!,” sergah
Komir.
“Kita juga punya uang.
Kalau ketemu kita bilang saja mau cari hiburan juga...hihi..hi..,” rayu Kepos.
“Tidak boleh..! Kita
sedang tugas. Lagipula dia bisa pergi saat kita sedang asyik. Kita akan
kehilangan buruan kita..!!” larang Komir tegas.
Kepos hanya bisa nyengir
kuda. Mereka lalu mencari tempat perlindungan yang cocok untuk mengamati orang
yang keluar masuk rumah bordil itu,
Lebih dari dua jam mereka
menunggu, tidak terlihat batang hidung lelaki itu keluar dari pintu rumah
bordil itu. Hingga menjelang hari gelap belum juga terlihat bayangannya.
“Ah... sialan benar orang
itu,” keluh Kepos. “Dia enak-enak di dalam dalam pelukan bidadari sementara
kita disini mulai kedinginan dan jadi santapan nyamuk..!”
“Hush...diam..! Nyamuknya
cuma satu...” kata Komir.
“Iya.. satu jenis, tapi
temennya banyak..!!” omel Kepos sambil menggaruk kakinya yang gatal digigit
nyamuk. (heheh..he tentunya bukan digigit ya...karena nyamuk tak punya
gigi..wwk..wk..wk).
Menjelang tengah malam
mereka memutuskan untuk gantian berjaga, karena yang ditunggu tak kunjung
keluar. Kepos disuruh menjaga lebih dahulu selama 2 jam dan Komir tidur, Nati bergantian setiap 2 jam.
“Sialan benar tuh orang..!
Dia enak-enak tidur dalam pelukan perempuan sementara saya disini kedinginan Cuma
busa memeluk dengkul butut ini..,” keluh Kepos.
Begitulah sisa malam itu
mereka bergantian berjaga tanpa hasil. Tubuh mereka kaku, lapar, haus dan
mengantuk. Setelah matahari terbit cukup terik mereka memutuskan untuk pulang
dan beristirahat. Besok mereka akan menemui penjual itu sesuai janjinya di
warung makan kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.