Tugas Rahasia dari Diguldo

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #72)

Sementara itu......

Peristiwa kemunculan singkong raksasa itu telah  membuat  banyak orang heboh membicarakannya, dan tak ayal berita itu sampai pula di telinga Kepala Pamong Negeri Poruteng, Diguldo.

Sebenarnya diam-diam Diguldo sudah tahu soal singkong raksasa itu dari laporan Loyo yang seringkali datang seakan seperti kerabat dekat dari Kotaraja yang berkunjung. Juga dari cerita istri Pak Paldrino, iparnya, yang sekarang tinggal bersama di rumahnya menemani saudara kembarnya itu.

Di pasar kota Poruteng, Petugas Pamong Negeri yang mendengar kegaduhan orang membicarakan singkong ajaib segera berinisiatif untuk melapor kepada Komandannya, Diguldo. Dia berharap bisa mendapatkan penghargaan dari komandan yang bersih ini. Hmm, memang sejak Diguldo menjadi Kepala Pamong Negeri di Poruteng tidak ada lagi penghasilan kotor hasil suap dan pemerasan yang dulu sering dia peroleh di pasar kota.

“Siapa tahu dapat sesuatu kalau kulaporkan soal singkong ini,” pikirnya.

Dia membulatkan hati menghadap Komandan Diguldo.

“Saudara Pamong Negeri, apa yang ingin saudara laporkan?” tanya Diguldo.

“Tuanku Komandan, nama saya Komir dan bertugas di pasar kota Poruteng. Tuanku, telah terjadi kegaduhan yang luar biasa di seantero kota Poruteng karena munculnya singkong ajaib yang dibawa pedagang dari luar kota”, lapor Pamong Negeri.

“Singkong Ajaib...!!?” tanya Diguldo pura-pura terkejut.

“Betul Tuanku. Besarnya luar biasa. Sepuluh kali ukuran singkong biasa.”

“Oh ya...??. Apakah kegaduhan itu mengancam ketenteraman hidup warga..?” tanya Diguldo.

“Sementara ini belum, Tuanku. Tapi semua orang ingin tahu darimana singkong itu berasal..”

“Darimana menurutmu..?, kejar Diguldo.

“Yang saya dengar, orang-orang itu mendapatkannya dengan susah payah jauh di tengah hutan.” jawab Komir.

“Bisakah kau menyelidiki asal singkong itu biar didapat kebenaran dari kabar burung itu. Dengan begitu kita bisa meredam segala kabar bohong dan kegaduhan yang ditimbulkannya.”

“Siap Tuanku, Saya akan mnyelidiki sampai tahu persis darimana asal singkong itu.” jawab Komir mantap.

Dia tahu kalau mendapat tugas khusus langsung dari Komandan Pamong Negeri wilayah itu berarti akan mendapat bekal yang cukup besar dan kalau berhasil akan mendapatkan penghargaan dan imbalan. Hati Komir jadi berbunga-bunga penuh semangat.

“Baik, saya tugaskan kau menyelidikinya. Lakukan secara diam-diam supaya tidak menimbulkan kegaduhan baru. Jangan sampai orang lain tahu kalau kita sedang menyelidiki. Jangan sampai para pedagang takut untuk berjualan singkong ajaib itu, Kau mengerti..!?”

“Siap, saya mengerti Tuanku,” jawab Komir agak kecut hatinya.

“Nah, terimalah uang ini sebagai bekal tugasmu. Kau hanya boleh mengajak satu orang sebagai teman menjalankan tugas ini. Tidak boleh lebih..!!,” tandas Diguldo.

“Siap, laksanakan..!! jawab Komir mantap.

Diguldo memang ingin tahu seberapa aman keberadaan Anak Langit dan iparnya Pak Paldrino berada. Jangan sampai gara-gara singkong ini keberadaan dan keamanan mereka menjadi terancam.

Sehabis melapor itu Komir segera bergegas menemui sobatnya Kepos seraya menunjukkan kepingan perak.

“Ayo ikut! Ini ada tugas dari Komandan,” katanya.

“Tugas dari Komandan Pamong Negeri..??, Hebat kau Komir..!!,”ujar Kepos dengan cepat tangannya menyambar kepingan perak itu.

“Tugas apa yang harus kita kerjalan..??, selidik Kepos ingin tahu.

“Tugas ringan, tapi rahasia!! RA..HA..SI..A !! Siapapun tak boleh tahu, Istrimu juga tidak boleh tahu!! Ngerti..??’ sergah Komir.

“Ya..ya.., tapi tugas apa Mir?” tanya Kepos.

“Ssssst, kecilkan suaramu!!” kata Komir sambil memalangkan jari telunjuk di bibirnya.

“Kita harus cari tahu dimana asal usul singkong ajaib itu didapat...” kata Komir berbisik, nyaris tak terdengar.

Mereka lalu menyusun rencana mengerjakan tugas itu.

“Bagaimana Pos, apa usulmu..?” tanya Komir.

“Gampang Mir, kita kuntit saja orang yang menjual singkong ajaib di pasar kemanapun dia pergi. Menurutku, kalau dagangannya sudah habis dia akan pulang atau pergi ke tempat singkong itu didapatnya.” jawab Kepos.

“Benar juga Pos. Encer juga otakmu..!” puji Komir.

Mereka lalu menuju pasar kota Poruteng, mencari penjual singkong ajaib. Segera mereka melihat orang yang menenteng sebatang singkong besar sambil cerita dengan bangga betapa besarnya singkong yang dipegangnya.

“He kisanak, apa kamu menjual singkong raksasa itu,” sapa Komir.

“Saya bukan penjualnya. Saya pembeli. Hebat ya, besar ya..!!,” jawab orang itu bangga.

“Dimana kamu membelinya? Mana orang yang menjualnya?” tanya Kepos penasaran.

“Uh sayang, hari sesiang ini sudah habis jualannya. Tuh, si penjual sedang makan di warung, yang pakai ikat kepala biru tua”, jawab orang tersebut.

Komir dan Kepos segera menyingkir dan diam-diam mendekati warung makan tanpa menarik perhatian orang. Mereka masuk dan duduk di dekat orang dengan ikat kepala biru. Merekapun memesan kopi dan makanan kesukaan Komir, juadah dan tempe bacem goreng.

“Mari kisanak,...” kata Komir membuka percakapan dengan orang berikat kepala biru itu, basa basi menawarkan kopinya.

“Oh ya terimakasih, silakan. Saya sudah minum tadi,” jawab orang yang ditanya.

“Sepertinya kisanak bukan orang sini, karena saya kenal baik semua orang yang sering kesini,” selidik Komir.

“Memang saya bukan dari sini. Saya kesini karena jual singkong ajaib,” jawabnya.

“Saya mau beli singkong itu, masih adakah? tanya Kepos.

“Hari ini sudah habis. Kalau mau dua hari lagi saya kesini bawa lagi.” 

"Baiklah, lusa sisakan satu buat saya beli,.." kata Komir,

"Baik, akan saya sisakan satu,.." jawab orang itu.

Mereka berdua segera mendahului keluar setelah mebayar harga makanan. Mereka menyeberang jalan, berbelok sedikit ke kanan dan berlindung dibalik sebuah pohon dan perdu untuk mengawasi penjual singkong ajaib itu.

Setelah menunggu cukup lama, keluarlah penjual singkong ajaib itu dan langsung berbelok ke kiri, tidak ke arah mereka.

“Ayo kita ikuti dia. Jangan terlalu dekat!,” kata Komir.

Setelah berjalan sekitar tujuh ratus meter, lelaki itu memasuki halaman sebuah rumah yang cukup baik dan menarik.

“Lho .., itukan rumah bordil..! Dasar lelaki rakus, baru dapat duit langsung cari hiburan buat burungnya,..” umpat Komir.

“Ayo kita ikut masuk aja,” ajak Kepos.

“Hush...!!,”  sergah Komir.

“Kita juga punya uang. Kalau ketemu kita bilang saja mau cari hiburan juga...hihi..hi..,” rayu Kepos.

“Tidak boleh..! Kita sedang tugas. Lagipula dia bisa pergi saat kita sedang asyik. Kita akan kehilangan buruan kita..!!” larang Komir tegas.

Kepos hanya bisa nyengir kuda. Mereka lalu mencari tempat perlindungan yang cocok untuk mengamati orang yang keluar masuk rumah bordil itu,

Lebih dari dua jam mereka menunggu, tidak terlihat batang hidung lelaki itu keluar dari pintu rumah bordil itu. Hingga menjelang hari gelap belum juga terlihat bayangannya.

“Ah... sialan benar orang itu,” keluh Kepos. “Dia enak-enak di dalam dalam pelukan bidadari sementara kita disini mulai kedinginan dan jadi santapan nyamuk..!”

“Hush...diam..! Nyamuknya cuma satu...” kata Komir.

“Iya.. satu jenis, tapi temennya banyak..!!” omel Kepos sambil menggaruk kakinya yang gatal digigit nyamuk. (heheh..he tentunya bukan digigit ya...karena nyamuk tak punya gigi..wwk..wk..wk).

Menjelang tengah malam mereka memutuskan untuk gantian berjaga, karena yang ditunggu tak kunjung keluar. Kepos disuruh menjaga lebih dahulu selama 2 jam dan Komir  tidur, Nati bergantian setiap 2 jam.

“Sialan benar tuh orang..! Dia enak-enak tidur dalam pelukan perempuan sementara saya disini kedinginan Cuma busa memeluk dengkul butut ini..,” keluh Kepos.

Begitulah sisa malam itu mereka bergantian berjaga tanpa hasil. Tubuh mereka kaku, lapar, haus dan mengantuk. Setelah matahari terbit cukup terik mereka memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Besok mereka akan menemui penjual itu sesuai janjinya di warung makan kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA