Menantang Makhluk Penguasa Hutan

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #75 )


Kepos segera menggamit Komir mengajaknya pergi dari kerumunan yang telah bubar itu.

“Mari kita ke warung,...” ajaknya. “Perut ini sudah minta diisi lagi..”

Mereka lalu pergi, dan sengaja mencari warung makan yang tampak ramai pengunjungnya. Siapa tahu ada yang membicarakan singkong ajaib itu. Dan benar saja, sambil makan orang ramai bergunjing soal singkong besar itu.

“Tentu menguntungkan kalau bisa tahu tempat asal singkong itu. Saya juga mau menjualnya..” kata seorang pengunjung sambil mengunyah makanan.

“Katanya tempatnya jauh di hutan dan sulit mencarinya,..” cetus orang di sebelahnya.

“Bukan hanya sulit,... Saya dengar juga berbahaya karena ada makhluk seram penguasa hutan yang mengancam akan membuat buntung tangan dan kaki atau menebas leher orang yang datang mencari singkong itu,...” sela Komir.

“Ooh,...!!” seru bebarapa orang merasa ngeri.

“Tapi..., kenapa ada orang yang bisa mendapatkan singkong itu, dan dia tidak buntung...!” sanggah seorang yang berkumis lebat.

“Menurut yang saya dengar mereka itu anak buah atau orang yang tunduk dan melayani penguasa hutan itu serta yang menjaga kelestarian hutan itu. Selain mereka, akan dibuat buntung atau ditebas lehernya...” kata Komir menirukan kata-kata Komandan Diguldo.

“Ooohhh....” seru ngeri orang-orang dengan lebih keras.

Mereka semua terdiam, buru-buru menghabiskan makanan dan minumannya, membayarnya lalu segera angkat kaki keluar dari warung itu.

Komir dan Kepos juga pergi setelah membayar apa yang mereka makan.

“Jadi, begitu caranya kita menyebarkan ancaman itu ya..??” tanya Kepos.

“Ya, lihat sendiri orang-orang lalu bubar dan memilih cari selamat,,..” jawab Komir.

“Ai,,ai..., ternyata mudah sekali tugas yang diberikan kepada kita. Tuan Adipati orang yang baik. Saya kira kita akan dihukum, eh... malah dikasih uang dan tugas yang ringan...” kata Kepos senang.

“Ya, beliau orang baik. Karena itu kita harus bertekad menjalankan tugas ini sebaik-baiknya. Kepercayaan ini jangan disia-siakan...!!” kata Komir.

“Saya setuju..!!, kata Kepos mantap.

Sementara berkeliling di pasar itu, mereka bertemu lagi dengan orang berkumis tebal yang makan di warung tadi.

“Saya tidak percaya dan tidak takut ancaman itu. Kami akan cari tahu dan pergi ke tempat itu ..!!” kata si kumis sambil menepuk bahu temannya yang codet pipinya dan berlalu dari tempat itu.

Komir dan Kepos tidak menjawab. Mereka hanya memandang kedua orang itu berlalu dan tampaknya keduanya sedang mencari-cari penjual singkong ajaib yang datang berjualan hari itu.

“Bagaimana ini, kelihatannya mereka bersungguh-sungguh mau mencarinya,..” tanya Kepos.

“Kita harus kasih tahu Sutar atau penjual lainnya kalau ada yang mungkin menguntitnya,..” jawab Komir.

“Kita belum melihat Sutar hari ini. Ada baiknya kita pergi ke dekat rumah bordil itu dan menunggunya disana. Saya kira dia akan kesana lagi mengencani perempuannya setelah dapat uang,” usul Kepos.

“Usul yang cerdas..” puji Komir.

Mereka segera menuju tempat itu dan bersembunyi di balik gerumbul yang lumayan lebat.

Kali ini tak berselang lama, ketika dari jauh mereka melihat seseorang sedang berjalan menuju arah ke rumah bordil itu dengan langkah cepat. Dari sosoknya mereka kenal orang itu Sutar. Komir dan Kepos segera keluar dari gerumbul dan menyongsongnya.

“Selamat jumpa sobat Sutar,...” sapa Komir.

“Eh.., selamat jumpa sobat Komir dan Kepos,... Syukurlah kalian selamat, ..” jawab Sutar seakan kaget kalau mereka selamat dari makhluk hitam penguasa hutan tempat singkong ajaib.

“Ya, syukur kami selamat. Bagaimana sobat bisa tetap jualan singkong raksasa itu,..??” tanya Kepos langsung.

“Hmmm ya,.. kami kan anak buah Tuan Penguasa Hutan. Kami tidak terkena ancaman nya. Kami justru hanya menjalankan perintahnya,..” jelas Sutar.

“Oh, begitu kiranya....,” kata Komir.

“Begini sobat Sutar,... Ada yang perlu kami kasih tahu kepada sobat,..” lanjut Komir.

Mereka lalu mencari tempat yang terlindung dan Komir menceritakan rencana nekad orang berkumis tebal dan kawannya yang berwajah codet walaupun sudah mereka peringatkan dengan ancaman Tuan Penguasa Hutan. Sutar berterima kasih atas pemberitahuan itu dan segera menuju rumah bordil itu. Komir dan Kepos kembali ke pasar melanjutkan tugas mereka.

Seperti biasa, dengan dibantu germo pemilik rumah bordil itu melalui pintu belakang Sutar langsung kembali ke Kenteng. Setiba di Kenteng dia segera menemui Andragi dan kawan-kawan di rumah yang dijadikan markas pembangunan Kenteng Baru, melaporkan berita yang diterimanya dari Komir dan Kepos.

“Terimakasih sobat Sutar. Ada beberapa hal penting yang kita dapat,..” kata Andragi.

“Apa saja itu sobat Andragi..?” tanya Loyo.

“Yang pertama pak Diguldo menuruti ancaman itu. Yang kedua, itu juga berarti pak Diguldo tahu siapa penguasa hutan yaitu sobat Lugasi..”

“Darimana dia tahu?? Apakah...” sela Brewok.

“Ya, betul sobat Brewok,...” potong Andragi menebak jalan pikiran Brewok.

“Cara menggelinding dengan cepat dan melenting tinggi lalu tahu-tahu ada yang tertebas putus serta ancaman buntung tangan dan kaki mestinya membuat pak Diguldo tahu itu ulah sobat Lugasi yang bisa melakukan. Apalagi menyebut pula istrinya. Tentu beliau jadi yakin ...” jelas Andragi.

“Yang kedua, beliau juga menugaskan mereka untuk meredam kegaduhan asal-usul singkong raksasa ini” lanjutnya.

“Yang ketiga, Komir dan Kepos adalah teman. Mereka bisa menjadi penyambung lidah kita dengan masyarakat banyak atau dengan pak Diguldo secara tidak langsung karena pesan yang kita kasih tahu mereka akan sampai juga ke pak Diguldo..” jelas Andragi.

“Dan yang terakhir, kita tahu rencana orang berkumis dan kawannya itu,...” kata Andragi mengakhiri penjelasannya.

“Lalu apa yang harus kita lakukan..??” tanya Loyo.

Merekapun lalu berunding menyusun rencana apa yang akan mereka lakukan dalam menghadapi orang berkumis tebal dan kawannya itu.

Esok harinya Sutar berangkat ke Poruteng dengan membawa beberapa umbi singkong raksasa dan segera menggelar dagangannya di pasar kota Poruteng. Dalam sekejap orang-orang datang berkerumun untuk melihat dan mengaguminya atau membelinya bagi yang memiliki uang.

Sambil melayani pembeli mata Sutar diam-diam mengamati orang-orang yang mengerumuni lapaknya. Benar juga, tampak ada yang berkumis tebal dan ada juga yang mukanya codet  diantara orang-orang yang berkerumun.

“Mungkinkah mereka yang dimaksud oleh Komir dan Kepos..??” pikirnya.

Hatinya agak kecut melihat kehadiran dua orang itu. Sejauh ini keduanya cuma ikut berkerumun sama seperti orang-orang lainnya, tanpa berbuat apa-apa.

“Mungkin mereka hanya akan menguntitnya pulang nanti..” pikirnya.

Hatinya jadi sedikit lega manakala diantara kerumunan itu dilihatnya pula ada Komir dan Kepos. Mereka diam saja pura-pura tidak saling mengenal.

Setelah habis terjual semua singkongnya, Sutar pergi ke warung makan. Saat sedang makan masuk pula si Kumis Tebal dan Muka Codet dan duduk tidak jauh dari Sutar. Hati Sutar kembali berdebar dan dia segera menyelesaikan makannya lalu membayar dan bergegas keluar.

Belum jauh berjalan keluar dari warung dia berpapasan dengan Komir dan Kepos. Mereka mengangguk tipis memberi kode bahwa kedua orang itulah yang dimaksud, karena mereka melihat si Kumis Tebal dan Muka Codet juga keluar dari warung. Yakin kedua orang itu yang dimaksud, Sutar dengan mantap melangkah pulang. Dia berjalan seperti biasa, tidak terkesan buru-buru dan ketakutan.

Memang benar, di dalam warung Si Kumis Tebal dan Muka Codet bergegas membayar makanan mereka dan keluar untuk membuntutinya, Mereka tidak mau kehilangan jejak.

“Kita agak jauh saja mengikutinya biar dia tidak curiga,..” kata Kumis Tebal.

 Sutar pun berjalan seperti biasa dengan pura-pura tidak tahu kalau ada yang membuntutinya. Dia berjalan terus hingga sampai di tempat dia harus berbelok kiri masuk ke dalam hutan, sama seperti ketika dia dibuntuti oleh Komir dan Kepos.

Agak jauh di belakangnya Kumis Tebal  menggamit tangan Muka Codet, “Ayo  agak cepat. Dua masuk ke hutan. Kita tidak boleh kehilangan jejaknya,..” katanya.

Ternyata mereka tidak perlu khawatir kehilangan jejak karena terlihat jelas bekas orang menyibak ranting dan dedaunan. Justru karena itu muncul kekhawatiran lain.

“Hati-hati kawan,..” kata Codet. “Mungkin dia sengaja meninggalkan jejak untuk menjebak kita,..” lanjutnya.

“Kau benar sobat, kita harus hati-hati..! Tapi kepalang basah kita harus terus mengikuti jejak-jejak ini,..” jawab Kumis Tebal.

Mereka terus berjalan masuk semakin dalam ke hutan yang lebat itu. Ketika mereka sampai di tempat yang agak terbuka tiba-tiba muncul dua orang menghadang mereka. Mereka tidak lain Brewok dan Loyo.

“Brenti..!!, bentak Brewok.

“Untuk apa kalian masuk ke hutan ini..??” hardiknya.

“Itu bukan urusanmu..!! Kenapa kau hadang kami..he..?” Kumis Tebal baik bertanya.

“Ini hutan kami. Tak boleh dikotori oleh orang luar yang tidak tahu cara memeliharanya. Kalian harus kembali..!!” kata Loyo.

“Minggir..!! Kami akan masuk ke hutan itu..!” Tantang Kumis Tebal.

“Kalau begitu kami harus menghentikan kalian daripada kalian mati konyol di dalam sana..!” jawab Brewok.

“Jangan coba hentikan kami..!! kata si Kumis Tebal sambil menyerang dengan tendangan mengarah ke wajah brewok.

Serangan mendadak itu hampir menyambar dagunya dan Brewok berkelit sambil melayangkan pukulan tangan ke samping mengarah ke betis Kumis Tebal. Buru-buru Kumis Tebal menarik kakinya dan mengganti serangannya dengan pukulan ke dada Brewok.

Bukannya menghindar, Brewok sengaja membentur pukulan lawannya dengan pukulan tenaga sepenuhnya guna mengetahui seberapa kekuatannya.

“PLAAAK!!!”

Keduanya terlempar mundur dua langkah. Brewok merasakan nyeri di tangannya, demikian juga si Kumis Tebal.

“Hmmm, orang ini punya tenaga yang cukup besar..” pikir keduanya.

Di sisi lain terlibat perkelahian yang seru antara Loyo dan Muka Codet. Keduanya memiliki kelihay-an yang setingkat. Mereka silih berganti menyerang tanpa mampu mengenai sasaran di badan lawan. Sesekali terlihat Loyo menyerang tajam tetapi tak jarang pula ia harus berkelit menghindari hantaman kaki maupun tangan Codet yang ganas menyambar.

Menyadari lawan mereka cukup tangguh, Kumis Tebal dan Muka Codet berusaha keras mengeluarkan segala ilmu dan jurus yang mereka kuasai seperti cobra mematuk musang ataupun cakar harimau meraup awan tetapi tak satupun ada yang mengenai lawanya. Brewok dan Loyo dibuat repot untuk menghindari serangan-serangan itu. Mereka bahkan sering tak bisa menyerang karena ganasnya serangan lawan masing-masing.

Perkelahian ke empat orang itu berjalan cukup lama tanpa ada tanda-tanda pihak mana yang terdesak. Mereka tetap bertempur dengan tangan kosong. Brewok dan Loyo merasa heran kenapa lawan mereka tidak segera mengeluarkan golok seperti para penjahat yang umumnya ingin segera menghabisi lawan yang menentang mereka.

Diatas sebatang pohon duduk Lugasi mengamati pertempuran kecil itu. Sesekali ia tersenyum geli melihat usaha masing-masing menjatuhkan lawannya. Tapi karena tidak ada tanda-tanda segera berakhir maka ia lalu bertindak.

Tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan meluncur turun dan menggelinding cepat lalu melenting tinggi dan menghilang di balik pepohonan.

Dan apa yang terjadi..??

Si Kumis Tebal dan Muka Codet jatuh terkulai lemas dan beberapa ranting sebesar tangan terbabat putus dan berjatuhan di tempat perkelahian itu.

Rupanya mereka telah ditotok oleh Lugasi seperti biasa dia menotok harimau tanpa mematikannya. Mereka terbaring lemas tanpa bisa menggerakkan kaki dan tangan mereka. Pertempuran pun langsung terhenti. Brewok dan Loyo segera menghampiri lawan mereka.

Brewok dan Loyo lalu mendudukkan mereka bersandar pada batang pohon.

“Bagaimana..??  Masih mau terus masuk hutan.??” tanya Brewok.

“Ti..dak.., Kami ..menyerah..” jawab Kumis Tebal terbata-bata.

“Kalian beruntung,.. karena Tuan Penguasa Hutan tidak membuntungi tangan dan kaki kalian atau menebas leher kalian seperti dahan-dahan pohon ini,..” kata Loyo sambil menunjukkan dahan pohon yang terputus  yang dipegangnya.

“Kami mohon maaf...” kata Kumis Tebal, bergidik membayangkan tangan atau lehernya yang terbabat putus dalam sekejap tanpa bisa berbuat apa-apa.

“Berjanjilah untuk kembali dan jangan pernah masuk hutan ini lagi...” kata Loyo.

“Ya , kami berjanji... Tapi kami tidak bisa bergerak untuk pergi...” jawab Kumis Tebal.

“Hmmm iya. Kalau begitu kita harus menunggu komandan kami dulu untuk membebaskan atau membiarkan kalian begini sampai seminggu baru bebas dengan sendirinya,..” kata Loyo.

“Itu komandan kami datang..” kata Brewok.

Sesaat kemudian dari balik pepohonan muncul seorang berbadan bulat datang menuju mereka. Tidak lain dialah Lugasi.

“Oh.. tuan.. tolong bebaskan kami. Kami akan mati dimakan binatang buas kalau dibiarkan begini,..” Codet memohon. Dia memang belum ingin mati.

“Hmmmm, tergantung siapa kalian dan kenapa disuruh kembali tidak mau,..!!” jawab Lugasi dengan nada berwibawa.

Loyo sebenarnya ingin ketawa melihat tingkah Lugasi yang sok berwibawa itu. Dia segera membuang muka memandang hutan supaya tak terlihat wajahnya yang menahan ketawa itu.

“Sekarang jawab dengan benar...!! Kenapa kalian tidak segera mencabut senjata kalian saat bertempur tadi..?? Kalian takut mati ..He,..??” tanya Lugasi.

“Tidak Tuan,.. Tidak begitu,..” jawab Kumis Tebal.

“Lantas,..??” sergah Lugasi.

“Kami bukan penjahat Tuan.... Kami belajar ilmu bela diri justru untuk membantu orang lain semampu kami... Kami tidak ingin membunuh orang... kami hanya ingin mengalahkan mereka sehingga tidak menghalangi niat kami....” jawab Kumis Tebal memberanikan diri.

“Hmmm, kelihatannya masuk akal... Satu lagi,!! Untuk apa kalian mau tahu tempat asal singkong ajaib itu,..??” kejar Lugasi.

“Kami hanya ingin membantu orang lain supaya bisa mengambil sendiri singkong itu tanpa harus membeli atau mereka juga bisa berdagang singkong...” jelas Kumis Tebal.

Hmm,...Kedengarannya mulia sekali maksud kalian,... tapi belum terbukti,..” kata Lugasi.

“Memangnya siapa yang ingin kalian bantu..??” tanya Lugasi penasaran.

Hati Lugasi memang selalu tergerak kalau ada orang yang perlu bantuan, Banyak sudah yang dilakukannya membantu orang lain. (baca episode ‘Anak Setan Gentayangan, dll)

“Terutama orang Kenteng yang kehidupannya sangat sulit,..” jawab Kumis Tebal.

“Kapan kalian terakhir mengunjungi Kenteng..??” tanya Lugasi karena Kenteng sekarang sudah mulai berubah.

“Kira-kira setahun yang lalu... dan kami lihat rakyat yang miskin dan sengsara tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa... kami ikut prihatin..” jawab Kumis Tebal.

“Hmm baiklah, akan kubebaskan kalian jika kalian sanggup memenuhi syarat yang kami tentukan..!” kata Lugasi.

Kumis Tebal dan Muka Codet diam menunggu.

“Syaratnya kalian harus ikut kami ke desa Kenteng untuk membantu warga Kenteng dan tidak boleh ke kota Poruteng sampai batas waktu tertentu yang kami ijinkan,..” kata Lugasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA