Kepos segera menggamit Komir mengajaknya pergi dari kerumunan yang telah bubar itu.
“Mari kita ke warung,...”
ajaknya. “Perut ini sudah minta diisi lagi..”
Mereka lalu pergi, dan
sengaja mencari warung makan yang tampak ramai pengunjungnya. Siapa tahu ada
yang membicarakan singkong ajaib itu. Dan benar saja, sambil makan orang ramai
bergunjing soal singkong besar itu.
“Tentu menguntungkan
kalau bisa tahu tempat asal singkong itu. Saya juga mau menjualnya..” kata
seorang pengunjung sambil mengunyah makanan.
“Katanya tempatnya jauh
di hutan dan sulit mencarinya,..” cetus orang di sebelahnya.
“Bukan hanya sulit,... Saya
dengar juga berbahaya karena ada makhluk seram penguasa hutan yang mengancam
akan membuat buntung tangan dan kaki atau menebas leher orang yang datang
mencari singkong itu,...” sela Komir.
“Ooh,...!!” seru bebarapa
orang merasa ngeri.
“Tapi..., kenapa ada
orang yang bisa mendapatkan singkong itu, dan dia tidak buntung...!” sanggah
seorang yang berkumis lebat.
“Menurut yang saya dengar
mereka itu anak buah atau orang yang tunduk dan melayani penguasa hutan
itu serta yang menjaga kelestarian hutan itu. Selain mereka, akan dibuat
buntung atau ditebas lehernya...” kata Komir menirukan kata-kata Komandan Diguldo.
“Ooohhh....” seru ngeri
orang-orang dengan lebih keras.
Mereka semua terdiam,
buru-buru menghabiskan makanan dan minumannya, membayarnya lalu segera angkat kaki keluar dari warung itu.
Komir dan Kepos juga
pergi setelah membayar apa yang mereka makan.
“Jadi, begitu caranya
kita menyebarkan ancaman itu ya..??” tanya Kepos.
“Ya, lihat sendiri
orang-orang lalu bubar dan memilih cari selamat,,..” jawab Komir.
“Ai,,ai..., ternyata
mudah sekali tugas yang diberikan kepada kita. Tuan Adipati orang yang baik.
Saya kira kita akan dihukum, eh... malah dikasih uang dan tugas yang ringan...”
kata Kepos senang.
“Ya, beliau orang baik.
Karena itu kita harus bertekad menjalankan tugas ini sebaik-baiknya. Kepercayaan
ini jangan disia-siakan...!!” kata Komir.
“Saya setuju..!!, kata
Kepos mantap.
Sementara berkeliling di
pasar itu, mereka bertemu lagi dengan orang berkumis tebal yang makan di warung
tadi.
“Saya tidak percaya dan tidak takut ancaman itu. Kami akan cari tahu dan pergi ke tempat itu ..!!” kata si
kumis sambil menepuk bahu temannya yang codet pipinya dan berlalu dari tempat itu.
Komir dan Kepos tidak
menjawab. Mereka hanya memandang kedua orang itu berlalu dan tampaknya keduanya
sedang mencari-cari penjual singkong ajaib yang datang berjualan hari itu.
“Bagaimana ini,
kelihatannya mereka bersungguh-sungguh mau mencarinya,..” tanya Kepos.
“Kita harus kasih tahu
Sutar atau penjual lainnya kalau ada yang mungkin menguntitnya,..” jawab Komir.
“Kita belum melihat Sutar
hari ini. Ada baiknya kita pergi ke dekat rumah bordil itu dan menunggunya
disana. Saya kira dia akan kesana lagi mengencani perempuannya setelah dapat
uang,” usul Kepos.
“Usul yang cerdas..” puji
Komir.
Mereka segera menuju
tempat itu dan bersembunyi di balik gerumbul yang lumayan lebat.
Kali ini tak berselang
lama, ketika dari jauh mereka melihat seseorang sedang berjalan menuju arah ke
rumah bordil itu dengan langkah cepat. Dari sosoknya mereka kenal orang itu
Sutar. Komir dan Kepos segera keluar dari gerumbul dan menyongsongnya.
“Selamat jumpa sobat
Sutar,...” sapa Komir.
“Eh.., selamat jumpa
sobat Komir dan Kepos,... Syukurlah kalian selamat, ..” jawab Sutar seakan
kaget kalau mereka selamat dari makhluk hitam penguasa hutan tempat singkong
ajaib.
“Ya, syukur kami selamat.
Bagaimana sobat bisa tetap jualan singkong raksasa itu,..??” tanya Kepos
langsung.
“Hmmm ya,.. kami kan anak
buah Tuan Penguasa Hutan. Kami tidak terkena ancaman nya. Kami justru hanya
menjalankan perintahnya,..” jelas Sutar.
“Oh, begitu kiranya....,”
kata Komir.
“Begini sobat Sutar,...
Ada yang perlu kami kasih tahu kepada sobat,..” lanjut Komir.
Mereka lalu mencari
tempat yang terlindung dan Komir menceritakan rencana nekad orang berkumis
tebal dan kawannya yang berwajah codet walaupun sudah mereka peringatkan dengan
ancaman Tuan Penguasa Hutan. Sutar berterima kasih atas pemberitahuan itu dan
segera menuju rumah bordil itu. Komir dan Kepos kembali ke pasar melanjutkan
tugas mereka.
Seperti biasa, dengan
dibantu germo pemilik rumah bordil itu melalui pintu belakang Sutar langsung
kembali ke Kenteng. Setiba di Kenteng dia segera menemui Andragi dan
kawan-kawan di rumah yang dijadikan markas pembangunan Kenteng Baru, melaporkan
berita yang diterimanya dari Komir dan Kepos.
“Terimakasih sobat Sutar.
Ada beberapa hal penting yang kita dapat,..” kata Andragi.
“Apa saja itu sobat
Andragi..?” tanya Loyo.
“Yang pertama pak Diguldo
menuruti ancaman itu. Yang kedua, itu juga berarti pak Diguldo tahu siapa penguasa
hutan yaitu sobat Lugasi..”
“Darimana dia tahu??
Apakah...” sela Brewok.
“Ya, betul sobat
Brewok,...” potong Andragi menebak jalan pikiran Brewok.
“Cara menggelinding
dengan cepat dan melenting tinggi lalu tahu-tahu ada yang tertebas putus serta
ancaman buntung tangan dan kaki mestinya membuat pak Diguldo tahu itu ulah
sobat Lugasi yang bisa melakukan. Apalagi menyebut pula istrinya. Tentu beliau
jadi yakin ...” jelas Andragi.
“Yang kedua, beliau juga
menugaskan mereka untuk meredam kegaduhan asal-usul singkong raksasa ini”
lanjutnya.
“Yang ketiga, Komir dan
Kepos adalah teman. Mereka bisa menjadi penyambung lidah kita dengan masyarakat
banyak atau dengan pak Diguldo secara tidak langsung karena pesan yang kita kasih
tahu mereka akan sampai juga ke pak Diguldo..” jelas Andragi.
“Dan yang terakhir, kita
tahu rencana orang berkumis dan kawannya itu,...” kata Andragi mengakhiri
penjelasannya.
“Lalu apa yang harus kita
lakukan..??” tanya Loyo.
Merekapun lalu berunding
menyusun rencana apa yang akan mereka lakukan dalam menghadapi orang berkumis
tebal dan kawannya itu.
Esok harinya Sutar
berangkat ke Poruteng dengan membawa beberapa umbi singkong raksasa dan segera
menggelar dagangannya di pasar kota Poruteng. Dalam sekejap orang-orang datang
berkerumun untuk melihat dan mengaguminya atau membelinya bagi yang memiliki
uang.
Sambil melayani pembeli
mata Sutar diam-diam mengamati orang-orang yang mengerumuni lapaknya. Benar
juga, tampak ada yang berkumis tebal dan ada juga yang mukanya codet diantara orang-orang yang berkerumun.
“Mungkinkah mereka yang
dimaksud oleh Komir dan Kepos..??” pikirnya.
Hatinya agak kecut
melihat kehadiran dua orang itu. Sejauh ini keduanya cuma ikut berkerumun sama
seperti orang-orang lainnya, tanpa berbuat apa-apa.
“Mungkin mereka hanya
akan menguntitnya pulang nanti..” pikirnya.
Hatinya jadi sedikit lega
manakala diantara kerumunan itu dilihatnya pula ada Komir dan Kepos. Mereka
diam saja pura-pura tidak saling mengenal.
Setelah habis terjual
semua singkongnya, Sutar pergi ke warung makan. Saat sedang makan masuk pula si
Kumis Tebal dan Muka Codet dan duduk tidak jauh dari Sutar. Hati Sutar kembali
berdebar dan dia segera menyelesaikan makannya lalu membayar dan bergegas keluar.
Belum jauh berjalan
keluar dari warung dia berpapasan dengan Komir dan Kepos. Mereka mengangguk
tipis memberi kode bahwa kedua orang itulah yang dimaksud, karena mereka
melihat si Kumis Tebal dan Muka Codet juga keluar dari warung. Yakin kedua orang
itu yang dimaksud, Sutar dengan mantap melangkah pulang. Dia berjalan seperti
biasa, tidak terkesan buru-buru dan ketakutan.
Memang benar, di dalam
warung Si Kumis Tebal dan Muka Codet bergegas membayar makanan mereka dan
keluar untuk membuntutinya, Mereka tidak mau kehilangan jejak.
“Kita agak jauh saja
mengikutinya biar dia tidak curiga,..” kata Kumis Tebal.
Sutar pun berjalan seperti biasa dengan
pura-pura tidak tahu kalau ada yang membuntutinya. Dia berjalan terus hingga
sampai di tempat dia harus berbelok kiri masuk ke dalam hutan, sama seperti
ketika dia dibuntuti oleh Komir dan Kepos.
Agak jauh di belakangnya
Kumis Tebal menggamit tangan Muka Codet,
“Ayo agak cepat. Dua masuk ke hutan. Kita
tidak boleh kehilangan jejaknya,..” katanya.
Ternyata mereka tidak
perlu khawatir kehilangan jejak karena terlihat jelas bekas orang menyibak
ranting dan dedaunan. Justru karena itu muncul kekhawatiran lain.
“Hati-hati kawan,..” kata
Codet. “Mungkin dia sengaja meninggalkan jejak untuk menjebak kita,..” lanjutnya.
“Kau benar sobat, kita
harus hati-hati..! Tapi kepalang basah kita harus terus mengikuti jejak-jejak
ini,..” jawab Kumis Tebal.
Mereka terus berjalan
masuk semakin dalam ke hutan yang lebat itu. Ketika mereka sampai di tempat
yang agak terbuka tiba-tiba muncul dua orang menghadang mereka. Mereka tidak
lain Brewok dan Loyo.
“Brenti..!!, bentak Brewok.
“Untuk apa kalian masuk
ke hutan ini..??” hardiknya.
“Itu bukan urusanmu..!!
Kenapa kau hadang kami..he..?” Kumis Tebal baik bertanya.
“Ini hutan kami. Tak
boleh dikotori oleh orang luar yang tidak tahu cara memeliharanya. Kalian harus
kembali..!!” kata Loyo.
“Minggir..!! Kami akan
masuk ke hutan itu..!” Tantang Kumis Tebal.
“Kalau begitu kami harus
menghentikan kalian daripada kalian mati konyol di dalam sana..!” jawab Brewok.
“Jangan coba hentikan
kami..!! kata si Kumis Tebal sambil menyerang dengan tendangan mengarah ke
wajah brewok.
Serangan mendadak itu
hampir menyambar dagunya dan Brewok berkelit sambil melayangkan pukulan tangan
ke samping mengarah ke betis Kumis Tebal. Buru-buru Kumis Tebal menarik kakinya
dan mengganti serangannya dengan pukulan ke dada Brewok.
Bukannya menghindar,
Brewok sengaja membentur pukulan lawannya dengan pukulan tenaga sepenuhnya guna
mengetahui seberapa kekuatannya.
“PLAAAK!!!”
Keduanya terlempar mundur
dua langkah. Brewok merasakan nyeri di tangannya, demikian juga si Kumis Tebal.
“Hmmm, orang ini punya
tenaga yang cukup besar..” pikir keduanya.
Di sisi lain terlibat
perkelahian yang seru antara Loyo dan Muka Codet. Keduanya memiliki kelihay-an
yang setingkat. Mereka silih berganti menyerang tanpa mampu mengenai sasaran di
badan lawan. Sesekali terlihat Loyo menyerang tajam tetapi tak jarang pula ia
harus berkelit menghindari hantaman kaki maupun tangan Codet yang ganas
menyambar.
Menyadari lawan mereka
cukup tangguh, Kumis Tebal dan Muka Codet berusaha keras mengeluarkan segala
ilmu dan jurus yang mereka kuasai seperti cobra mematuk musang ataupun cakar
harimau meraup awan tetapi tak satupun ada yang mengenai lawanya. Brewok dan
Loyo dibuat repot untuk menghindari serangan-serangan itu. Mereka bahkan sering
tak bisa menyerang karena ganasnya serangan lawan masing-masing.
Perkelahian ke empat orang
itu berjalan cukup lama tanpa ada tanda-tanda pihak mana yang terdesak. Mereka
tetap bertempur dengan tangan kosong. Brewok dan Loyo merasa heran kenapa lawan
mereka tidak segera mengeluarkan golok seperti para penjahat yang umumnya ingin
segera menghabisi lawan yang menentang mereka.
Diatas sebatang pohon
duduk Lugasi mengamati pertempuran kecil itu. Sesekali ia tersenyum geli
melihat usaha masing-masing menjatuhkan lawannya. Tapi karena tidak ada
tanda-tanda segera berakhir maka ia lalu bertindak.
Tiba-tiba berkelebat
sebuah bayangan meluncur turun dan menggelinding cepat lalu melenting tinggi
dan menghilang di balik pepohonan.
Dan apa yang terjadi..??
Si Kumis Tebal dan Muka
Codet jatuh terkulai lemas dan beberapa ranting sebesar tangan terbabat putus
dan berjatuhan di tempat perkelahian itu.
Rupanya mereka telah
ditotok oleh Lugasi seperti biasa dia menotok harimau tanpa mematikannya. Mereka
terbaring lemas tanpa bisa menggerakkan kaki dan tangan mereka. Pertempuran pun
langsung terhenti. Brewok dan Loyo segera menghampiri lawan mereka.
Brewok dan Loyo lalu
mendudukkan mereka bersandar pada batang pohon.
“Bagaimana..?? Masih mau terus masuk hutan.??” tanya Brewok.
“Ti..dak.., Kami
..menyerah..” jawab Kumis Tebal terbata-bata.
“Kalian beruntung,..
karena Tuan Penguasa Hutan tidak membuntungi tangan dan kaki kalian atau
menebas leher kalian seperti dahan-dahan pohon ini,..” kata Loyo sambil
menunjukkan dahan pohon yang terputus yang dipegangnya.
“Kami mohon maaf...” kata
Kumis Tebal, bergidik membayangkan tangan atau lehernya yang terbabat putus
dalam sekejap tanpa bisa berbuat apa-apa.
“Berjanjilah untuk
kembali dan jangan pernah masuk hutan ini lagi...” kata Loyo.
“Ya , kami berjanji...
Tapi kami tidak bisa bergerak untuk pergi...” jawab Kumis Tebal.
“Hmmm iya. Kalau begitu
kita harus menunggu komandan kami dulu untuk membebaskan atau membiarkan kalian
begini sampai seminggu baru bebas dengan sendirinya,..” kata Loyo.
“Itu komandan kami
datang..” kata Brewok.
Sesaat kemudian dari
balik pepohonan muncul seorang berbadan bulat datang menuju mereka. Tidak lain
dialah Lugasi.
“Oh.. tuan.. tolong
bebaskan kami. Kami akan mati dimakan binatang buas kalau dibiarkan begini,..”
Codet memohon. Dia memang belum ingin mati.
“Hmmmm, tergantung siapa kalian
dan kenapa disuruh kembali tidak mau,..!!” jawab Lugasi dengan nada berwibawa.
Loyo sebenarnya ingin
ketawa melihat tingkah Lugasi yang sok berwibawa itu. Dia segera membuang muka
memandang hutan supaya tak terlihat wajahnya yang menahan ketawa itu.
“Sekarang jawab dengan
benar...!! Kenapa kalian tidak segera mencabut senjata kalian saat bertempur
tadi..?? Kalian takut mati ..He,..??” tanya Lugasi.
“Tidak Tuan,.. Tidak
begitu,..” jawab Kumis Tebal.
“Lantas,..??” sergah
Lugasi.
“Kami bukan penjahat Tuan....
Kami belajar ilmu bela diri justru untuk membantu orang lain semampu kami...
Kami tidak ingin membunuh orang... kami hanya ingin mengalahkan mereka sehingga
tidak menghalangi niat kami....” jawab Kumis Tebal memberanikan diri.
“Hmmm, kelihatannya masuk
akal... Satu lagi,!! Untuk apa kalian mau tahu tempat asal singkong ajaib
itu,..??” kejar Lugasi.
“Kami hanya ingin
membantu orang lain supaya bisa mengambil sendiri singkong itu tanpa harus
membeli atau mereka juga bisa berdagang singkong...” jelas Kumis Tebal.
Hmm,...Kedengarannya
mulia sekali maksud kalian,... tapi belum terbukti,..” kata Lugasi.
“Memangnya siapa yang
ingin kalian bantu..??” tanya Lugasi penasaran.
Hati Lugasi memang selalu
tergerak kalau ada orang yang perlu bantuan, Banyak sudah yang dilakukannya
membantu orang lain. (baca episode ‘Anak Setan Gentayangan, dll)
“Terutama orang Kenteng
yang kehidupannya sangat sulit,..” jawab Kumis Tebal.
“Kapan kalian terakhir
mengunjungi Kenteng..??” tanya Lugasi karena Kenteng sekarang sudah mulai
berubah.
“Kira-kira setahun yang
lalu... dan kami lihat rakyat yang miskin dan sengsara tetapi kami tidak bisa
berbuat apa-apa... kami ikut prihatin..” jawab Kumis Tebal.
“Hmm baiklah, akan
kubebaskan kalian jika kalian sanggup memenuhi syarat yang kami tentukan..!”
kata Lugasi.
Kumis Tebal dan Muka
Codet diam menunggu.
“Syaratnya kalian harus ikut
kami ke desa Kenteng untuk membantu warga Kenteng dan tidak boleh ke kota
Poruteng sampai batas waktu tertentu yang kami ijinkan,..” kata Lugasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.