Mengumpulkan Sisa Tenaga Untuk Membalas

Anak Langit Di Negeri Pelangi (aldnp #36 )


Sementara itu, Setiaka dan sisa pasukannya membawa Adipati Rajapurwa menuju Kawedanan terdekat, Karangnyara, untuk berlindung. Wedana Karangnyara terkejut bukan main melihat Adipatinya tiba di kediamannya dalam keadaan lemah dan lesu di pagi buta itu. Ia segera memerintahkan orang-orangnya menyediakan tempat bagi atasan dan rombongannya itu dan mempersilakan mereka beristirahat sambil menunggu jamuan yang harus dipersiapkan dengan susah payah karena hari masih terlalu pagi. Ia juga mengutus orang untuk menjemput Kepala Pasukan Kawedanan Karangnyara agar segera datang membawa seluruh prajuritnya.

Menjelang matahari mulai naik, Adipati Rajapurwa minta mereka semua berkumpul di pendopo kawedanan untuk berunding. Pada saat itu Kepala Pasukan Kawedanan Karangnyara telah pula tiba, sementara pasukannya akan segera menyusul begitu mereka siap.

“Saudara-saudara, tadi malam Kadipaten kita telah diserang oleh para perampok Gunung Kembar yang dipimpin oleh Jotiwo dan rekan-rekannya. Kadipaten telah dibakar habis, istri dan anak saya dibunuh dan segala harta benda dijarah habis. Para perampok itu tampaknya telah merencanakan dengan seksama penyerangan itu sehingga mereka bisa berhasil. Untung saya masih bisa diselamatkan oleh komandan Setiaka, meskipun pasukannya harus bertahan mati-matian disana,” kata Adipati mencoba tabah.

“Betul, Adipati. Mereka berhasil memecah perhatian pasukan saya yang harus bertempur di tiga tempat yaitu penjara, gerbang kota dan kediaman Adipati. Karena itu saya agak terlambat menyelamatkan keluarga Adipati yang diserang oleh gerombolan mereka yang lain,” tambah Setiaka membela diri.

“Kekuatan mereka sebenarnya tidak seberapa, hanya sekitar tiga ratus orang. Karena itu ijinkan saya mengumpulkan semua prajurit dari semua kawedanan yang ada di seluruh Kadipaten Rajapurwa untuk menyerang markas mereka. Kalau dibiarkan, mereka akan makin merajalela,” usul Setiaka.

“Saya setuju!” jawab Adipati. “Kita punya enam kawedanan dan di setiap kawedanan ada lima puluh prajurit, berarti semuanya tiga ratus. Saya kira harus ditambah lagi agar kekuatan kita lebih besar dari mereka. Karena itu saya akan minta bantuan dari Kadipaten Munggur tetangga kita, yang juga berdekatan dengan Gunung Kembar. Mereka tentu juga berkepentingan dengan para perampok itu.”

“Bagaimana dengan persoalan logistik, Tuan Adipati? Soalnya semua perbekalan kita telah dijarah habis, tentunya,” tanya Setiaka.

“Saya minta pak Wedana Karangnyara mengumpulkan perbekalan dari seluruh kawedanan atas perintah saya,” jawab Adipati.

Adipati Rajapurwa lalu menulis surat untuk Adipati Munggur dan mengutus dua orang prajurit Setiaka menyampaikannya. Kedua orang itu segera berangkat hari itu juga. Ia juga menulis surat untuk para Wedana di wilayahnya, memerintahkan pengumpulan bahan pangan untuk perbekalan perang. Hari itu juga Wedana Karangnyara berangkat.

Sementara Sang Adipati sedang sibuk di Kawedanan Karangnyara, pada  pagi yang sama di kota kadipaten Rajapurwa rakyat menjadi geger. Penduduk yang malam sebelumnya hanya mendengar keributan di luar, baru berani keluar rumah setelah matahari mulai naik. Mereka terkejut dan ngeri melihat mayat bergelimpangan di sekitar gerbang kota dan di samping kediaman Adipati. Sedangkan rumahnya telah terbakar habis. Mereka sangat yakin itu perbuatan perampok Gunung Kembar yang pemimpinnya ditangkap. Mereka juga melihat kalau di penjara sudah tidak ada lagi kepala perampok yang bernama tuan Mata Setan itu.

Kepala Pamong Negeri sibuk memimpin anak buahnya membersihkan kota dari mayat-mayat yang bergelimpangan. Sementara itu disana sini penduduk ramai bergunjing. Ada yang mengutuk dan ada pula yang bersimpati kepada para perampok Gunung Kembar.

“Aduh, nasib...nasib! Mulai sekarang hidup kita setiap saat akan ketakutan dibawah kekuasaan para perampok itu,” keluh seorang warga.

“Ah, saya kira tidak begitu! sanggah rekannya. “Buktinya tidak ada seorang pendudukpun yang dibunuh atau hartanya dirampok oleh mereka semalam. Kelihatannya mereka hanya memusuhi orang pemerintah. Jadi tenang-tenang sajalah,” katanya.

“Hey, hati-hati bicaramu!” kata seorang yang lebih tua. “Kalau kedengaran orang pemerintah kamu bisa dikira temannya para perampok itu lho!” nasihatnya.

“Mungkin mereka itu bekas orang pemerintah juga yang pernah dikecewakan atau disakiti oleh pemerintah, ya?” tanya rekannya yang lain tak mempedulikan nasihat si orang tua.

“Iya, lo! Soalnya ilmu beladirinya hebat sekali. Tadi malam saya mengintip pertempuran antara pimpinannya dengan kepala pasukan. Wah ilmunya bukan main!” kata yang lainnya membual. Padahal malam itu ia bersembunyi ketakutan di kolong amben sampai terkencing-kencing disana.

Berbagai dugaan mereka lontarkan tentang Adipati dan keluarganya. Ada yang bilang semuanya telah hangus bersama rumahnya, ada yang mengatakan mereka berhasil melarikan diri. Tetapi gosip yang paling seru adalah dugaan kalau tuan Mata Setan itu sebenarnya adalah orang sakti yang bisa membakar air di kawedanan Buntung. Atau mungkin juga temannya. Berita tentang kejadian di Buntung rupanya telah menyebar hingga disini.

Sementara penduduk resah bergunjing dan Adipati mempersiapkan serangan balasan, kita tengok apa yang terjadi di Gunung Kembar.

Jotiwo dan Paldrino, dibantu oleh Gadamuk, Bedul Brewok dan Loyo mengatur segala harta yang berhasil mereka bawa. Sebagian dari harta itu mereka bagikan kepada setiap anak buah mereka. Semua orang merasa puas dan penuh gairah. Mereka membuat pesta kemenangan yang meriah. Kerbau, sapi dan kambing disembelih untuk itu. Tuak lontar pun mengalir berlimpah.

Setelah beristirahat dan dirawat sehari semalam lagi, Andragi kini telah dapat bangkit dan berjalan tanpa rasa sakit. Rupanya ramuan yang diberikannya sangat mujarab menghilangkan rasa sakit dan mengeringkan luka. Sudah umum diketahui, biasanya dikalangan para penjahat atau orang-orang yang melanggar hukum, mereka memiliki ramuan itu sehingga tidak perlu takut bila harus menjalani hukum cambuk kalau tertangkap.

“Selamat pagi Tuan Mata Setan. Apakah tubuh anda sudah merasa lebih baik?” sapa Jotiwo pada pertemuan pagi itu.

“Ya, saya merasa sehat kembali. Terimakasih atas pertolongan sobat sekalian. Kalau tidak, mungkin saya telah mati kesakitan disana, jawab Andragi.

“Itu sudah menjadi kewajiban kami sebagai sobat Tuan Mata Setan,” jawab Jotiwo.

“Ah, jangan memanggil saya dengan tuan, sebut saja sobat mata setan,” kata Andragi.

Jotiwo dan Gadamuk mengangguk.

“Untung, diam-diam anak buah sobat Jotiwo dan Gadamuk mengikuti kami di kota Rajapurwa,” kata Paldrino.

“Kami memang sengaja mengirim anak buah kami membuntuti rombongan pak Wedana, karena kami tidak percaya terhadap wanita culas itu. Berhubung akan ada pesta bunga kami menduga sobat Mata Setan akan menontonnya dan kami khawatir jika perempuan itu melihat sobat mata setan. Ternyata kekhawatiran kami terjadi,” jelas Jotiwo.

“Dan karena itu sekarang kita menjadi sangat makmur dan kaya. Justru itu, kita lah yang patut berterimakasih kepada sobat mata setan atas kesediaannya dipenjara dan dicambuki. Hahaa.ha..!” tambah Gadamuk sambil tertawa. Dan mereka semua pun tertawa.

“Yayaya.Tetapi Setiaka tentu tidak akan tinggal diam,” kata Paldrino.

”Betul, pak Wedana. Saya juga memerkirakan begitu.” kata Jotiwo. “ Setelah menyelamatkan Adipati, ia tentu akan menyusun kekuatan dan rencana menyerang markas kita. Kita harus segera bersiap diri.”

“Bukankah sebaiknya sobat Mata Setan dan rombongan segera melanjutkan perjalanannya ke Poruteng agar tidak terjebak dalam pertempuran kami disini?” tanya Gadamuk.

“Tidak sobat Gadamuk. Sebagai seorang sahabat, saya tidak bisa meninggalkan para sobat begitu saja saat mereka menghadapi kesulitan. Saya kira pak Paldrino dan kawan-kawan setuju dengan pandangan saya ini,” jawab Andragi.

“Betul sobat Mata Setan. Saya juga berpendirian begitu. Biarlah kami membantu sebisa kami, entah sekedar memasakkan air saja. Itulah gunanya sahabat bukan?” jawab Paldrino.

“Oh tentu akan sangat berarti sekali keberadaan pak Wedana dan kawan-kawan bersama kami. Dan setulusnya kami berharap demikian. Tetapi menimbang tugas yang jauh lebih besar dan penting yang harus dijalankan oleh sobat Mata Setan, kami khawatir tugas itu akan berakhir disini hanya untuk membela kami yang tak berarti. Setiaka tentu akan menggunakan pasukan yang jauh lebih besar dari pada kekuatan kita. Tolong dipertimbangkan soal itu,” jawab Jotiwo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Bro/Sis kasih komentar anda.Thanks.

KOMENTAR ANDA